BAB 5
Sheila merasakan seseorang mengguncang bahunya dengan kuat. Dia membuka mata perlahan dan pandangannya bertemu dengan sepasang mata biru gelap. Sheila duduk dengan tiba-tiba dan tangannya reflek bergerak untuk menutupi tubuhnya lalu menyadari bahwa hal itu tidak perlu saat melihat jaket yang tersampir di bahunya. Sheila melihat bahwa Lucas tidak memakai jaket dan kini hanya mengenakan T-Shirt abu-abu dan celana jeans."Terima kasih," gumamnya sambil menggenggam jaket Lucas seakan benda itu adalah hartanya yang paling berharga.Lucas tidak mengatakan apa-apa namun hanya menyerahkan selembar handuk dan sebatang sabun pada Sheila."Mandi," dia mengedikkan kepala ke arah kamar mandi kecil di dalam kamar itu.Sheila menerimanya dengan penuh syukur dan bergegas ke kamar mandi lalu mengunci pintu. Dia melepaskan sisa pakaiannya dan mulai mandi. Tidak ada air hangat di sana namun Sheila tidak memprotes. Dia cukup senang asal dapat membersihkan diri. Sheila mematikan shower dan mengeringkan tubuhnya. Dia harus memakai pakaian dalam yang sama lagi tapi pilihan apalagi yang dia punya. Tidak ada sisir di tempat ini jadi dia terpaksa menggunakan tangan untuk menyisir rambut panjangnya. Setelah beberapa kali usaha sia-sia untuk merapikan rambut ikalnya, Sheila menyerah lalu membungkus rambut basahnya dengan handuk. Dia mengenakan jaket Lucas dan memastikan retsletingnya terpasang hingga leher sebelum melangkah keluar kamar mandi.Lucas sedang duduk sambil membaca sesuatu yang nampak seperti majalah otomotif. Sheila duduk di tepi tempat tidur sambil mengayun-ayunkan kaki telanjangnya. Hening. Tidak ada tanda-tanda Lucas akan mengajaknya bicara atau melakukan sesuatu. Pria itu terlihat benar-benar mengabaikannya."Kau punya bacaan lain?" Sheila bertanya ragu untuk memecahkan keheningan. Lucas mendongak sedikit sambil menaikkan sebelah alisnya. Ekspresinya mengatakan bahwa Sheila mengganggu kegiatannya. Sheila menunduk dengan gugup. Suasana kembali hening. Hanya di pecahkan oleh suara halaman majalah yang sedang di balik."Kau punya sisir?" Sheila benar-benar tidak ingin mengganggu Lucas tapi dia membutuhkan benda itu. Rambutnya akan menjadi gumpalan kusut saat kering nanti kalau dia tidak menyisirnya sekarang. Lucas melemparkan tatapan yang hanya bisa di artikan sebagai tatapan membunuh oleh Sheila. Dia meraih ke dalam laci meja dan melemparkan sebuah sisir kecil ke pangkuan Sheila. Sheila menangkapnya sebelum benda itu jatuh ke lantai. Lalu Lucas kembali duduk dan tenggelam dalam bacaannya.Sheila membuka handuk yang membungkus rambutnya. Dia mulai menyisir rambut coklat kemerahannya dengan perlahan karena sisir yang di berikan Lucas terlalu kecil untuk rambutnya yang lebat. Helai-helai rambut kusutnya akhirnya mulai meluncur dengan mulus di gigi-gigi sisir itu. Sheila hampir menyelesaikan kegiatan menyisirnya saat tiba-tiba saja Lucas menutup majalah yang di bacanya dengan kasar dan menghampiri Sheila."Berikan padaku," katanya tajam sambil mengulurkan tangan, "Sisirnya," dia berkata galak saat Sheila tidak merespon."Tapi, aku belum selesai," Sheila setengah memprotes."Aku tidak peduli!" Bentak Lucas. Sheila mengernyit saat mendengar suara keras pria itu. Kesalahan apa lagi yang telah dia perbuat? Meski masih bertanya-tanya, tak urung juga Sheila menyerahkan sisirnya pada Lucas. Pria itu menerimanya dengan kasar lalu berkata, "Lain kali menyisir di kamar mandi. Kau menggangguku."Sheila menatapnya heran namun Lucas sudah duduk kembali di sofa. Kata-kata Lucas sungguh tidak masuk akal tapi dia tidak punya pilihan selain menurutinya. Keadaan kembali seperti semula dengan Sheila yang duduk diam di tempat tidur dan Lucas yang sedang membaca.Sheila agak ragu untuk bicara lagi tapi dia sudah tidak tahan. "Lucas," panggilnya."Apa lagi?!" Pria itu kembali membentaknya hingga Sheila langsung menggelengkan kepala kuat-kuat. "Tidak jadi," dia berkata dengan suara mencicit."Kau sudah menggangguku jadi lebih baik kau katakan alasannya sekarang," Lucas berkata agak menggeram dan Sheila harus menelan ludah berkali-kali sebelum menemukan suaranya kembali."Aku lapar," suaranya lebih mirip bisikan saat dia bicara.Lucas nampak seakan dia ingin mengguncang bahu Sheila kuat-kuat. Atau mencekiknya. Mungkin keduanya."Kalau ternyata ini adalah salah satu tipu muslihatmu agar bisa kabur..."Lucas sengaja menggantung kata-katanya untuk melihat reaksi Sheila. Anehnya, dia tidak lagi merasa terlalu puas saat melihat ketakutan di mata gadis itu. Dia menjadi makin marah pada dirinya sendiri. Entah karena telah menakuti Sheila, atau karena membiarkan dirinya merasa bersalah saat melihat ketakutan gadis itu. Dua-duanya tidak dia sukai."Aku akan kembali dalam 15 menit."Lalu dia pergi sambil membanting pintu dan menguncinya dari luar. Sheila masih duduk tidak bergerak ketika mendengar langkah Lucas yang makin menjauh. Kini dia sendirian. Dan entah kenapa, dia merasa agak kesepian. Meski Lucas sering membuatnya ketakutan, dia tidak dapat menghilangkan kehampaan saat pria itu tidak ada bersamanya.Sheila berusaha mencari sesuatu untuk dilakukan sambil menunggu Lucas. Dia merapikan tempat tidur. Yang spreinya telah koyak di mana-mana dengan menyedihkan, begitu pula dengan matrasnya. Tidak banyak yang dapat dia lakukan untuk membuatnya tampak lebih baik. Dia mulai mengumpulkan kain-kain yang telah robek lalu membuangnya ke tempat sampah. Memang bukan hotel bintang lima tempat dirinya biasa menginap, tapi sudah lebih baik daripada tadi. Dia memandang berkeliling lalu pandangannya tertuju pada majalah yang di tinggalkan Lucas. Ternyata memang majalah otomotif. Sheila membuka-buka halamannya dengan tidak berminat. Dia berhenti di sebuah kolom humor. Siapa menyangka ada bagian humor di majalah otomotif. Dia mulai membaca lalu tertawa kecil. Memang tidak terlalu lucu tapi seakan menjadi oase di tengah situasinya yang penuh tekanan. Dia sedang tertawa keras saat Lucas tiba-tiba saja masuk."Ini lucu sekali," dia berkata spontan sambil menunjukkan bagian yang dibacanya.Lucas menatapnya dengan ekspresi yang aneh. Sheila belum pernah melihatnya. Namun pria itu terlihat seakan...kagum. Tawa Sheila perlahan-lahan berhenti. Apa dia melakukan kesalahan lagi? Karena kini Lucas tidak lagi terlihat kagum. Alisnya bertaut dalam dan tatapannya tajam menusuk. Sheila menelan ludah dengan gugup. Apa Lucas marah karena Sheila membaca majalahnya? Tapi benda itu tergeletak begitu saja di sana. Namun mengingat bagaimana akhir-akhir ini Lucas sering marah karena hal-hal yang Sheila tidak pahami, mungkin saja dugaannya memang benar.Lucas meletakkan bungkusan kertas yang dibawanya lalu berjalan menghampiri Sheila. Gadis itu mulai panik dan berdiri sambil menyodorkan majalah di tangannya pada Lucas."Maafkan aku. Aku tidak bermaksud untuk memakai barangmu tanpa izin..."Lucas mengacuhkan majalah di tangan Sheila lalu mengulurkan tangannya. Pria itu menyentuh pipi Sheila dengan lembut. Sheila tersentak karena sentuhan itu. Dia mengira akan mendapat pukulan saat tangan Lucas berada di dekatnya, jadi dia sungguh terkejut saat yang di dapatnya adalah hal yang sungguh berbeda. Namun kejutannya tidak berakhir di sana. Lucas mendekatkan bibirnya lalu mencium Sheila tepat di bibir. Sheila menjatuhkan majalah yang di pegangnya. Bibir Lucas menciumnya dengan lembut, sungguh berbeda dengan sikap pria itu selama ini padanya. Tangan Lucas yang bebas memeluk pinggangnya saat pria itu memperdalam ciuman mereka. Sheila terkesiap saat Lucas mengulum bibir bawahnya lalu merasa akan pingsan saat lidah pria itu menelusup masuk ketika mulutnya terbuka tadi. Lidah Lucas mencicipinya dengan perlahan, mengetahui minimnya pengalaman yang di miliki Sheila. Tubuh mereka menempel erat saat Lucas menariknya makin mendekat dan menghilangkan selapis tipis udara yang memisahkan mereka. Sheila melingkarkantangannya di leher Lucas untuk mencari pegangan. Namun tampaknya gerakan itu menyadarkan Lucas akan apa yang sedang pria itu lakukan.Lucas mendorongnya menjauh seketika itu juga hingga Sheila terlempar ke tempat tidur di belakangnya. Nafasnya memburu dan dadanya naik turun dengan cepat seakan pria itu baru berlari marathon. Dia menyisirkan kedua tangan ke rambut pirangnya hingga rambut itu mencuat ke mana-mana tapi sepertinya Lucas tidak peduli. Dia menoleh ke arah Sheila dan seketika itu juga langsung mengutuki dirinya sendiri saat melihat bibir gadis itu yang bengkak akibat ciumannya. Dengan geram, dia memelototi Sheila yang setengah terbaring dengan bingung di tempat tidur. Sheila merasakan Lucas yang biasa telah kembali. Bukan lagi pria yang menciumnya dengan lembut beberapa saat yang lalu. Sehingga kali ini saat Lucas mendekat, Sheila merasa ketakutan."Kau...kau...," pria itu mengacungkan jarinya ke arah Sheila namun sepertinya tidak menemukan kata-kata yang tepat untuk diucapkan.Akhirnya dia menyerah dan menyambar topinya lalu berderap keluar kamar.