BAB 9
Ternyata, wanita bernama Jeannie tempat Lucas akan menitipkan dirinya tinggal di gedung yang sama dengan mereka. Jeannie adalah wanita cantik berusia awal tiga puluhan dengan rambut pirang pucat yang lurus serta mata coklat gelap. Sheila bertanya-tanya kenapa nama Jeannie terdengar familier di telinganya. Lalu dia teringat bahwa Madam Bertha pernah menyebutkannya. Apakah ini Jeannie yang sama? Apakah Lucas dulu juga menculik lalu menjualnya? Tapi kenapa Jeannie bisa bebas bahkan memiliki kehidupan sendiri? Berbagai pertanyaan berkecamuk dalam otak Sheila. Namun pertanyaan-pertanyaan itu segera terhenti saat seorang bocah laki-laki yang kira-kira berumur 4 atau 5 tahun berlari menghampiri Lucas sambil memeluk kakinya."Papa Lucas!" Teriak bocah berambut pirang gelap itu saat melihat Lucas. Pria itu tertawa lebar dan mengangkatnya lalu memutar-mutarnya hingga bocah itu memekik kegirangan."Hei boy," Lucas mengacak rambut anak itu dengan sayang, "Apa kau jadi anak baik selama aku pergi?"Bocah itu menganggukkan kepala dengan bersemangat. Sheila terpaku di tempatnya berdiri. Apa pendengarannya tidak salah? Papa Lucas? Entah mana yang lebih membuatnya terkejut. Melihat Lucas yang tertawa lepas tanpa beban atau karena seorang bocah yang memanggil Lucas dengan sebutan Papa."Ethan," Jeannie berkacak pinggang pada bocah laki-laki yang ternyata bernama Ethan itu, "Mommy sudah bilang tidak boleh memanggilnya dengan sebutan Papa Lucas. Dia bukan Ayahmu."Tanpa bisa di tahan, desahan lega meluncur dari bibir Sheila. Tapi kelegaannya hanya bertahan sebentar."Tapi aku ingin dia menjadi Papaku," Ethan memeluk leher Lucas erat-erat. Lucas tergelak dan mencubit ujung hidung Ethan dengan sayang. "Dengarkan ibumu, ok?"Ethan cemberut meski akhirnya mengangguk, "Baik, Paman Lucas."Lucas menurunkan Ethan ke lantai agar bocah itu dapat menghampiri ibunya lagi. Jeannie menyuruh Ethan masuk ke dalam saat Lucas menggiring Sheila dan memperkenalkannya. Wanita itu tersenyum hangat menerima uluran tangannya."Jadi, kau bisa menjaganya?" Lucas mengatakan itu pada Jeannie seakan Sheila adalah bocah 10 tahun yang butuh diawasi. Sheila tidak menyukainya. Apalagi di depan Jeannie yang jelas-jelas lebih dewasa dan menawan hingga dirinya merasa agak rendah diri."Tentu saja. Tapi maaf aku hanya bisa sampai sore. Shiftku di mulai pukul 3 nanti," Jeannie tersenyum meminta maaf meski sebenarnya tidak perlu."Tidak apa-apa," Lucas berkata maklum, "Kau sudah sangat membantu. Saat kau mau berangkat nanti, antarkan saja dia kembali ke apartemenku dan kunci pintunya dari luar. Kau bisa meletakkan kuncinya di tempat biasa."Lucas menyerahkan kunci apartemennya pada Jeannie. Wanita itu menerimanya tanpa bertanya. Tampaknya Lucas telah menjelaskan situasinya dan Sheila tidak habis pikir kenapa wanita itu menyetujui begitu saja apa yang dilakukan Lucas. Sebelum pergi, Lucas mencium pipi Jeannie sekilas dan menepuk kepala Sheila sambil melambai lalu menghilang di belokan lorong."Masuklah," Jeannie membuka pintu apartemennya lebar-lebar sambil tersenyum hangat. Sheila masuk ke dalam dan mengamati apartemen Jeannie. Apartemen itu hampir sama besar dengan milik Lucas. Namun apartemen itu di bagi menjadi beberapa ruangan, tidak seperti milik Lucas yang hanya terdiri dari satu ruangan besar tanpa penyekat apa pun di tiap ruangannya kecuali kamar mandi."Kau mau sarapan?" Tawar Jeannie.Sheila menggeleng lalu berkata dengan suara agak tajam. Dia tidak bermaksud begitu, namun dia tidak dapat mencegahnya. "Lucas sudah membuatkan sarapan untukku tadi. Kami makan bersama."Sekarang setelah kata-kata itu keluar dari mulutnya, dia langsung menyesalinya. Dia terdengar seperti seseorang yang cemburu dan sangat kekanak-kanakan. Jeannie menatapnya sambil mengerjapkan mata, lalu tiba-tiba saja dia tertawa keras."Tenang saja," dia berusaha bicara di antara tawanya, "Apa pun yang pernah terjadi antara aku dan Lucas, itu semua sudah berakhir. Aku bukan ancaman untukmu." Lalu dia melirik Ethan yang sedang menonton kartun di televisi tanpa terganggu oleh percakapan mereka berdua.Sheila merasa malu luar biasa. Namun dia sungguh tidak bisa menahan rasa penasarannya saat melihat reaksi Jeannie yang melirik Ethan tadi."Apa Ethan adalah anak Lucas?" Dia berharap suaranya tidak terdengar terlalu ingin tahu."Ya Tuhan, bukan! Aku sudah mengatakannya tadi, kan? Dia memang pria yang menyenangkan dan aku berhutang budi padanya, tapi kami baru bertemu dua tahun yang lalu sedangkan usia Ethan sudah 4 tahun sekarang.""Maafkan aku. Kukira tadi saat kau melihat ke arahnya..."Jeannie kembali tergelak. Suara tawanya yang merdu memenuhi ruangan. "Aku hanya tidak ingin Ethan mendengar apa pun tentang hubungan masa laluku dengan Lucas. Anak itu benar-benar ingin Lucas menjadi ayahnya. Sedangkan hubunganku dengan Lucas sudah lama berakhir.""Apakah dia juga berusaha menjualmu ke rumah pelacuran lalu menebusmu kembali?"Ekspresi yang diberikan Jeannie sungguh tak ternilai. Mulutnya menganga begitu lebar hingga Sheila merasa rahangnya bisa lepas sewaktu-waktu."Dia melakukan apa?"Reaksi Jeannie yang di luar dugaan malah membuat Sheila gugup dan tidak sengaja mengatakan lebih banyak. "Tapi memang itu yang dia lakukan, kan? Menculik gadis-gadis lalu menjualnya ke rumah pelacuran.""Siapa yang mengatakan itu padamu?" Raut wajah Jeannie yang nampak marah membuat Sheila terheran-heran."Lucas sendiri yang bilang," jawab Sheila dengan bingung.Jeannie menggeleng-gelengkan kepalanya, "Entah apa yang ada di pikirannya sampai mengatakan hal seperti itu padamu. Tapi bisa kupastikan, Lucas tidak seperti itu. Dia tidak menculik gadis-gadis dan menjualnya. Ya, dia memang menebusku dari Madam Bertha, karena itu aku berhutang budi padanya. Saat itu dia datang ke tempat Madam Bertha dengan tujuan yang sama dengan pria-pria yang datang ke sana, mencari pelacur untuk ditiduri. Di situlah pertama kalinya kami bertemu. Aku yang sedang sangat sedih karena dipisahkan dari anakku, tidak bisa berhenti menangis bahkan hingga saat dia masuk ke dalam kamar. Tapi Lucas tidak seperti pria lain yang tidak peduli. Dia duduk dan menungguku selesai menangis lalu bertanya apa yang membuatku begitu sedih. Setelah mendengarnya, dia bahkan tidak repot-repot untuk mengecek kebenaran ceritaku dan pergi menemui Madam Bertha untuk menebusku. Aku tidak akan pernah cukup berterima kasih padanya di hari saat dia mengeluarkanku dari neraka itu hingga aku bisa bersama Ethan lagi."Sheila duduk di sana dan tercenung mendengar cerita Jeannie. "Tapi kenapa Lucas menculikku dan berusaha menjualku?""Apa kau sungguh-sungguh dengan kata-katamu?" Sheila dapat melihat bahwa Jeannie tidak percaya padanya. Dan tanpa bisa dia cegah, cerita itu meluncur begitu saja dari bibirnya. Dari awal pertemuannya dengan Lucas, hingga bagaimana pria itu membawanya ke tempat Madam Bertha lalu menebusnya kembali dan bagaimana dia bisa berada di sini saat ini. Jeannie mendengarkan dengan takjub."Kalau Lucas belum mengatakannya padamu, kenapa kau setuju untuk mengunciku di apartemennya?""Terkadang ada sisi diri Lucas yang memang terlihat gelap dan tidak dapat kumengerti. Aku tidak pernah bertanya atau menolak apa pun yang dia inginkan dariku. Aku berhutang besar padanya. Tapi aku memang merasa agak aneh saat dia membawamu ke sini. Sejauh yang aku tahu, dia tidak pernah dekat dengan siapa pun.""Kalau begitu kau tahu banyak tentang Lucas?" Sheila melihat kesempatan untuk mengenal pria itu lebih jauh dan langsung menyambarnya."Dia orang yang cukup tertutup," Jeannie terlihat tidak nyaman dengan rasa penasaran Sheila. Tapi gadis itu tidak menyerah begitu saja."Apa kau tahu apa yang terjadi pada punggungnya?"Jeannie menatap Sheila dengan terkejut, "Kau sudah melihatnya?" Lalu tiba-tiba saja dia tersenyum lebar. "Yah...kurasa seorang pria dan wanita yang tinggal bersama dapat memicu terjadinya banyak hal. Meskipun situasi kalian agak unik.""Bukan begitu," Sheila tidak dapat mencegah wajahnya yang bersemu merah, "Aku melihatnya dengan tidak sengaja. Bukan berarti aku dan Lucas...maksudku kami tidak seperti yang kau pikirkan.""Tidak usah malu," Jeannie menepuk punggung Sheila kuat-kuat hingga gadis itu meringis, "Mustahil dia akan melewatkan gadis sepertimu dan kau menunjukkan ketertarikan yang cukup besar padanya."Namun sikap diam Sheila dan wajahnya yang masih bersemu membuat senyum Jeannie perlahan memudar. Dia memperhatikan Sheila dari atas sampai bawah, lalu sampai pada satu kesimpulan. "Aku tahu Lucas bukan gay, tapi aku tetap aku berasumsi kau masih perawan."Saat Sheila mengangguk dengan malu, Jeannie membuang nafas dengan lesu sambil menepuk bahu Sheila tanda simpati. "Dia tidak akan menyentuhmu. Jangan tersinggung, tapi Lucas menjauhi gadis polos sepertimu."Bukan berarti saat ini Sheila ingin tidur dengan Lucas, tapi entah kenapa kata-kata Jeannie membuatnya agak kecewa."Jadi, kau tahu sesuatu tentang bekas luka di punggung Lucas?" Sheila berusaha menutupi kekecewaannya dengan mengganti topik pembicaraan."Kurasa kau harus bertanya sendiri padanya," Jeannie menjawab dengan wajah meminta maaf.Sheila kembali merasa kecewa. Ternyata, tidak banyak informasi yang dia dapatkan."Jangan sedih," kali ini Jeannie menepuk punggung Sheila dengan lebih perlahan. "Ayo kita lakukan hal yang menyenangkan. Apa saranmu?"Sheila berpikir sejenak. Apa yang dapat dia lakukan untuk mengisi waktu? Sheila masih terngiang-ngiang dengan kata-kata Lucas yang menyuruh untuk membuat dirinya berguna. Mungkin dia bisa melakukan sesuatu dengan itu."Apakah kau bisa mengajariku melakukan beberapa pekerjaan rumah tangga?"Jeannie menatapnya dengan alis terangkat. "Terus terang, bukan itu ideku tentang bersenang-senang. Tapi kalau itu yang kau inginkan, kurasa aku akan membuatnya semenyenangkan mungkin untukmu."Jeannie tersenyum lebar dan seketika itu juga Sheila merasa bahwa mereka berdua akan jadi teman yang sangat baik.