epilog

1.3K 165 36
                                    

Sesuai janjinya kepada Lala untuk mengajak sang anak berkunjung ke makam Bundanya.

"Bunda?" Lala menatap ke depan, ekpresinya terkejut.

"Lala, ada apa sayang?" Tanya Dipta heran.

"Papa, Lala liat Lala liat! Bunda ada di sana. Bunda lagi menatap kita." Lala menunjuk kedepan dengan antusias.

"Oh my good! Benar kata Papa, kecantikan Bunda bertambah saat tersenyum." Pekiknya senang.

Dipta nggak paham apa maksud Lala.
Apa benar Lanting muncul di hadapan anaknya.

"Lala beneran lihat Bunda?"

Lala mengangguk antusias. "Beneran! Lala tidak bohong."

Dipta percaya, karna anak kecil tidak mungkin berbohong. Tapi ia sedikit kecewa juga, kenapa Lanting tidak mau menampakkan dirinya di hadapan Dipta? Padahal ia kangen sekali.

"Coba Lala bilang ke Bunda keinginan Lala."

Lala mengangguk, lalu menatap ke depan. Seperti berbicara dengan orang. "Bunda, Lala boleh minta satu permintaan ke Bunda nggak, Lala mau Bunda hadir di mimpi lala. Lala hanya ingin itu saja, boleh kan?"

Dipta menyela ucapan anaknya, "Lala tolong sampaikan ke Bunda juga, bahwa Papa sangat kangen sekali sama Bunda. Dan sampai sekarang Papa selalu mencintai Bunda. Bilangin ya."

Lala mencubit tangan Papanya, "isshh Papa! gara gara Papa bilang itu wajah Bunda jadi sedih." Cecar Lala.

"Bunda hadir ya di mimpi Lala, biar Lala bisa peluk Bunda. Terus kita bisa bercerita berdua, Papa nggak usah di ajak, okey?." Bisik Lala namun tetap terdengar di telinga Dipta.

Dipta terkekeh, lalu mencium pipi anaknya. "Udah kan? Ayok kita kerumah Nenek."

"Nggak mau! Kasian Bunda sendirian disini."

"Sayang, Bunda nggak sendirian disini. Ada yang jaga Bunda, banyak malah. Karena Bunda lala orang baik."

"Benarkah? Berarti lala nggak khawatir lagi deh. Soalnya Bunda di sayang banyak orang disana."

Dipta mengusap makam yang bertuliskan Lanting Maheswari. Andai malam itu dia nggak ikut berkumpul dengan temannya. Andai waktu itu dia tak langsung terhasut dengan ucapan temannya. Andai Dipta langsung mencari tau kondisi Lanting. Andai dia tidak bodoh, mungkin saat ini Rumah tangganya akan bahagia, ada Lanting yang selalu di sampingnya, dan kehadiran Lala yang menambah kebahagiaan hidup Dipta.

Dipta teringat dengan tulisan Lanting di kertas usang itu. Padahal keinginan Lanting sekecil itu, namun Dipta malah tak bisa mengabulkannya. Istrinya hanya ingin Dipta menatapnya dengan cinta lagi, bukan tatapan jijik.

"Papa kenapa menangis?" Tanya Lala.
Karena naluri anak kecil, Lala jadi ikut menangis seolah bisa merasakan kesedihan Papanya.

"Papa jangan menangis." Lala menangis kencang di pelukan Dipta.

Dipta menghapus air matanya. "Papa nggak nangis sayang. Kita pulang ya." Kemudian Dipta langsung menggendong Lala.

Sebelum pergi Dipta mencium nisan Lanting, "saya benar benar menyesal. Saya tau kamu mendengar ini. Saya minta maaf ke kamu."

"Oh iya sesuai surat yang kamu tulis itu, Lala sudah membacanya. Dan tanpa disuruh pun saya bakal jaga anak kita dengan baik."

"Saya selamanya akan terus menyayangi kamu, saya pulang dulu ya sayang. Semoga nanti kita bisa bertemu, tunggu saya di sana."

END

agak aneh dan gaje sebenarnya, tapi semoga kalian suka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

agak aneh dan gaje sebenarnya, tapi semoga kalian suka.

jangan lupa follow ya!

TENTANG LANTINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang