[Teaser] Tuan Muda yang Lain

36.6K 1.5K 27
                                    

K A I

Suara orang mengobrol, cekikikan, teriakan dan tawa menyatu di persimpangan ini. Saat melihat lampu penyeberangan berubah warna dari tanda berhenti menjadi boleh berjalan khusus pejalan kaki, puluhan orang tergesa-gesa untuk segera sampai di seberang. Orang Jepang memang memiliki kaki yang cepat. Hidup mereka juga begitu tertata dan sesuai jadwal. Rasanya sudah sangat lama sekali tidak melihat suasana seperti ini.

Bidikan kamera DSLR-ku menangkap seorang gadis yang tengah kesulitan menyeberang-entahlah dari penampilannya terlihat seperti orang asia-dengan kulit cokelat eksotisnya dan mata bulat besar. Gadis itu terlihat kebingungan.

Tubuhnya terdorong arus penyeberang hingga limbung, aku langsung menariknya ke tepi agar tidak terinjak orang-orang yang akan menyeberang.

"Kau baik-baik saja?" tanyaku dalam bahasa Jepang. Gadis bermata bulat ini mengerjap-erjap. Ah, orang asing.

Aku membantunya menyeberang dan syukurlah dia cukup lancar berbahasa Inggris. Kami mengobrol banyak hal tentang negaranya, Indonesia, tentang dunia fotografi yang kusukai dan tentang Jepang. Aku baru kembali ke Jepang beberapa hari yang lalu, jadi sudah banyak sekali yang terlewat dariku tentang tanah kelahiranku ini. Supir ayahnya menjemputnya dan akhirnya kita berpisah. Obrolan yang cukup menyenangkan.

Gadis yang ku tahu berumur tujuh belas tahun yang ceria dan menyenangkan itu membuatku teringat Mom. Teringat bagaimana hidup keras yang dijalaninya. Mom diusir dari keluarga besarnya karena mengandung di luar nikah, padahal usianya masih belia. Tentu saja itu merupakan aib bagi keluarga terhormat. Hal yang membuatku membenci keluarga itu. Nama baik mengalahkan keadaan ibuku yang saat itu memerlukan dukungan.

Dengan membawaku, Mom bekerja keras siang malam. Kami tinggal di apartemen kecil. Sedangkan ayah biologisku, maksudku pria pengecut itu, aku tak ingin mengetahuinya entah masih hidup atau sudah mati.

Terkadang, aku bahkan menyesali keberadaanku yang membuat Mom menderita. Saat itu, Mom punya pilihan untuk tidak melahirkanku. Tapi ia justru memilih mempertahankanku dan berulangkali mengatakan kalau kehadiranku sama sekali tidak membuatnya menderita. Ia bahagia. Itu yang membuatku tak akan pernah mengecewakannya. Aku berjanji akan selalu menjaganya.

Kaki panjangku melangkah menuju sebuah bangku taman dan beristirahat setelah mendapat banyak obyek foto tadi. Sambil merapatkan mantel dan syal, aku mengembuskan napashangat panjang hingga keluar uap putih dari mulutku. Musim dingin kali ini aku benar-benar di Tokyo.

Di kejauhan terlihat sepasang anak kecil dengan mantel warna warninya sedang bermain lempar bola salju dan membuat snowman. Tanpa sadar bibirku melengkung teringat lagi pada sosok itu.

Gadis kecil yang tidak mau menangis. Gadis yang menepuk-nepuk bahuku saat akhirnya justru aku yang menangis di bahunya. Dia selalu mengataiku cengeng. Seperti apa gadis itu sekarang? Apa yang dilakukannya sekarang? Selama ini aku tak bisa berhenti memikirkannya. Aku memejamkan mata.

"Kau akan pergi? Ke mana?" Alis kecokelatannya menyatu.

"Hn. Maafkan aku." Aku hanya mengangguk sambil menahan mataku yang berkaca-kaca.

"Dasar cengeng. Aku akan baik-baik saja."

"Aku akan kembali," tegasku.

"Kalau kau tidak bisa menemukanku bagaimana?" Mata abu-abunya memicing.

"Aku akan menemukanmu. Pasti!" seruku meyakinkannya.

"Janji?" Dia menyodorkan kelingkingnya.

Beyond His Cold HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang