『 3 』

191 35 24
                                    

Semuanya baik-baik saja sampai empat hari yang lalu. Tepat satu hari setelah Satoru membawanya ke taman itu. Si pianis yang biasanya selalu menghujani ruang obrolan mereka dengan stiker-stiker acak dan foto dirinya sendiri yang tak kalah aneh kini menghilang seolah di telan bumi.

Panik? Tentu saja. Seumur ia bertemu dengan seorang Gojo Satoru, baru kali ini si pianis itu hilang tanpa kabar. Andai saja tidak ada jadwal resital, [Y/n] mungkin tidak akan menyadari hal tersebut. Entah lenyap kemana tuan muda kaya raya satu itu. Terakhir kali ia bertemu dengan Satoru, pianis jenius satu itu bahkan tidak banyak berbicara seperti biasanya.

Selama hilangnya sosok si pianis jenius ini, si pemetik harpa seolah seperti orang gila. Entah sudah berapa panggilan tidak terjawab terbubuhkan di bawah kontak bernama Gojo Satoru. Belum lagi si konduktor— Nanami Kento, yang juga tidak mendapat kabar maupun jejak si pemuda bermarga Gojo satu itu.

Gadis ini bahkan rela menemui rekan-rekan serta kenalan si pianis demi melacak jejaknya. Mulai dari Utahime yang dulunya pernah menjadi teman akrab si pianis semasa kuliahnya. Lalu si dokter muda Shoko. Ditambah tiga remaja yang belum lama ini menjadi murid Satoru di tempat les musik, seingatnya bernama Nobara, Yuuji, dan satu lagi Megumi.

Namun hasilnya sama; "Tidak tahu."

Bahkan dari yang dikatakan ketiga remaja tadi, Satoru bahkan meliburkan kelas tutor mereka sejak minggu lalu. Sungguh, [Y/n] kini tidak tahu lagi harus mencari pria langit itu kemana.

Ini adalah yang ketiga kalinya di hari itu, di mana [Y/n] kembali melewati rumah mewah yang gerbangnya masih saja terkunci rapat. Ia sengaja— dan selalu mengambil jalan memutar demi mengecek apakah rumah mewah itu kembali menapakkan tanda-tanda kehidupan setelah sekian lama. Tapi nihil, selalu saja sama seperti ini.

[Y/n] hampir saja menangis. Andai saja ia tidak berada di dalam taksi, sudah lama ia menumpahkan air mata yang entah sejak kapan mulai menggenang di pelupuk matanya.

Apa-apaan si kaya congkak yang satu itu? Bisa-bisanya ia menghilang tanpa kabar seperti ini. Belum lagi jadwal resital mereka kini hanya tersisa dua hari lagi. Persetan dengan lagu yang akan mereka pentaskan. Hafalannya kini runyam, bahkan ini sudah hari ke-3 dimana ia sama sekali tidak menyentuh harpa miliknya.

Ia sendiri tidak bisa membatalkan resitalnya. Ia tidak enak hati dengan si konduktor pirang satu itu. Dan jika Satoru belum juga kembali esok hari, maka satu-satunya pilihan bahwa ia akan tampil solo pada resital tersebut.

Sialan, sungguh. Satoru benar-benar lelaki keparat....

✧ ✧ ✧ ✧ ✧

Lusa adalah resitalnya. Satoru belum juga menampakkan batang hidungnya. Di taman yang sama, di bangku panjang yang sama, si pemetik harpa kini termenung sendiri. Kantong matanya semakin menghitam, jam tidurnya kini kacau. Apanya yang normal dengan tidur tiga jam dalam sehari?

Wajahnya kini ia sembunyikan di balik telapak tangannya. Rasa sesak di relung hatinya tak lagi bisa ia tahan. Isakan pelan kini keluar dari belahan bibirnya. Air mata yang ia tahan sejak lima hari yang lalu akhirnya meluap keluar.

Sekarang si pemetik harpa mulai bertanya-tanya. Apakah ia melakukan sebuah kesalahan sehingga Satoru menghindarinya seperti ini? Sungguh, ia tidak bisa berpikir jernih untuk saat ini.

Jika memang dia salah, kenapa Satoru tidak mengatakannya saja? Bukankah pria itu tidak memiliki penyaring di ujung lidahnya? Seharusnya menghujat orang juga bukan hal yang sulit bagi si kaya raya itu, bukan?

"Hei, nona? Apa tempat duduk di sebelahmu kosong?"

Suara asing itu membuat si pemetik harpa terperanjat. Segera ia hapus jejak air matanya sembari mengangkat wajah; berusaha mengenali sosok yang berdiri di hadapannya walau pandangannya masih buram terhalang air mata.

Lyra: A Whole Sky Inside Your Eyes [Gojo Satoru X Reader]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang