3

6 2 0
                                    

3. ABU-ABU

~ Hans Pov ~

"Mari pulang...marilah pulang...marilah pulang...bersama-sama," mulutku menyanyikan sebuah lagu saat keluar dari ruanganku, "mari pulang...marilah pulang...marilah pulang...bersama-sama."

Salah satu tanganku melempar-lempar kunci mobil ke udara.

"Pak mau pulang?" tanya Bella sambil melihat kearahku.

"Ya iya dong. Ngapain juga saya lama-lama di sini ngabisin waktu sama kalian? Sepet tau nggak mataku lihat kalian dari pagi sampai malem."

Bella tertawa pelan, sedangkan Ikki juga ikut tertawa.

"Kalau nggak ada kita tu nggak ramai pak," oceh Ikki, "nggak asik."

Aku berdecak.

"Kerja sana kerja, biar cepet pulang," kataku sebelum benar-benar keluar dari tempat itu.

Aku masih mendengar seruan dari mereka yang aku tinggal duluan. Sebetulnya aku bukan atasan yang baik. Beberapa kali aku merepotkan mereka dan bertingkah laku seenaknya. Seperti saat ini, aku pulang lebih dulu. Atasan macam apa aku ini?!

Kakiku membawaku ke tempat parkir yang ada di belakang gedung utama. Tapi sesampainya di sana langkahku membeku. Jantungku ikut berpacu lebih cepat.

Akhirnya aku hanya bisa menghela nafas sebelum melanjutkan langkah kakiku.

"Kenapa kamu di sini?" tanyaku saat langkah kakiku membawaku mendekatinya, "bukankah sudah aku bilang kalau aku tidak bisa keluar denganmu?!"

Fendi terlihat menatapku. Dia membuang putung rokoknya ke bawah lalu menginjaknya.

"Aku di sini karena aku tidak mau mendengar penolakanmu," sahut Fendi.

Aku hanya terdiam saat mendengar kata-katanya. Sejak dulu orang ini sangat keras kepala. Aku kira sifatnya akan berubah, tapi nyatanya tidak berubah sama sekali.

"Mana kunci mobilmu?! Biar aku yang menyetir," tangan Fendi terulur ke arahku.

"Lupakan," sahutku, "aku nggak bisa keluar denganmu. Aku capek dan butuh istirahat. Pergilah ke hotel atau ke bandara naik taxi."

Tanganku menekan tombol di kunci mobilku. Ada suara khas terdengar. Tapi saat aku mau membuka pintunya, tangan Fendi lebih dulu menggapainya. Tanpa seizinku dia masuk dan duduk di belakang kemudi.

"Apa?!" seruku.

Aku yang kaget hanya bisa mematung.

"Ayo masuk. Biar aku yang menyetir," kata Fendi yang membuatku menghela nafas.

Akhirnya aku masuk dan duduk di sampingnya. Mataku melirik ke arahnya saat dia mulai menyalakan mesin mobilku. Mobilku pun akhirnya melaju dengan perlahan meninggalkan area kantor.

Matahari sudah tidak menampakkan dirinya saat kami menyapu jalan raya. Lampu-lampu di sisi kanan kiri jalan sudah menyala untuk membantu penerangan jalan. Jalanan bisa di katakan lumayan ramai. Ini jam pulang kantor. Di depan sana pasti macet. Aku selalu kesal kalau terjebak macet yang panjang.

Di dalam mobil, kami hanya terdiam. Tidak ada yang mengeluarkan sepatah katapun. Sesekali aku mencuri pandang ke Fendi. Beberapa kali juga aku harus menghala nafas yang terasa berat. Sulit sekali untuk bersikap tenang saat ini.

Aku kembali melirik ke Fendi. Bahasa tubuhnya masih sama saat menyetir. Jari telunjuknya masih suka mengetuk-ngetuk kemudi padahal tidak ada musik yang terdengar.

!!!

Aku langsung mengalihkan pandanganku ke luar jendela saat tatapan mata kami bertemu. Rasanya malu saat ketahuan aku sedang mencuri pandang ke arahnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 07, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Abu - AbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang