4. Tumbang.

5 4 4
                                    

"Kamu tau kan,abang itu lagi sibuk kerja"siang ini bang nehan menyetir mobilnya dengan kecepatan sedang,tadi setelah mendapat telpon dari senja,bang nehan izin dari kerjanya.

"Aku gak minta abang dateng"lirih kamala menatap keluar jendela mobil,sungguh badannya lemas.

"Jaga diri baik-baik jangan sampai sakit,biar gak ngerepotin"kamala menyungingkan senyum tipisnya,bukan kah tanpa sadar bang nehan menganggapnya beban?.

"Aku dari dulu memang sakit bang"

Kamala terdiam,sampai ia menyuruh bang nehan untuk menurunkannya dimakam bapak. Bekas air hujan kemarin masih menggenag didaerah pemakaman umum,sepatu putih kamala berubah warna menjadi coklat. Bang nehan memutuskan untuk menunggu dimobil,walau badannya masih lemas,tetapi kamala butuh bapak.

"Assalamualaikum,bapak"kamala duduk berjongkok disamping makam bapak,tangannya mengelus lembut nisan yang berisi nama bapak.

"Adek sakit pak,biasanya bapak yang ngurus,tetapi sekarang kamala sendiri"kamala bercerita sembari menghapus air matanya yang tiba-tiba turun.

"Kata abang kamala ngerepotin"

"Pak,bangun lagi pak,semangatin kamala lagi,hanya bapak yang dukung mimpi aku,mereka semua gak pernah setuju"

"Pak,alasan nulis aku itu bapak,tapi sekarang bapak udah gaada,apakah kamala harus berhenti seperti kata mereka?"

"Kamala bingung pak,kamala takut jika suatu saat nanti kamala pergi tetapi belum bisa banggain ibu,abang sama bapak"

"Kata mbak ajeng,kamala gak punya bakat nulis,katanya kalo gak berbakat jangan dipaksain"

Kamala menghapus air matanya,hari semakin terik,disamping makam bapak kamala menumpahkan air matanya. Kepalanya semakin nyut nyutan,tetapi setelah berpamitan dengan bapak,kamala bangkit menghapus air matanya lalu tersenyum kecil.

"Udah?"tanya bang nehan,kamala hanya mengangguk. Ponsel disaku baju kamala berbunyi tanpa ada pesan masuk,tetapi terlalu malas membukanya membuat kamala mengabaikannya.

"Gak dibales?"

"Nanti aja"

"Adek pengen apa?,nanti kita mampir dulu"ucap bang nehan menatap kamala.

"Kamala gak pengen apa apa,cuma mau pulang"jawab kamala,badannya terasa semakin memberat,bahkan untuk berjalan kemakam bapak tadi aja kamala sampai ngos-ngosan.

"Bang,apa salahnya sih jadi penulis?"tanya kamala memejamkan matanya.

"Kenapa semua kecuali bapak gak ada yang mendukung kamala jadi penulis"

"Kamala gak maksa buat jadi penulis kok,kamala hobi nulis kamala cuma menuangkan hasil haluan kamala menjadi sebuah cerita,siapa tau nanti ada penerbit yang minang"

"Tapi ucapan kalian membuat kamala kurang percaya diri buat lanjut nulis lagi,kalian seakan merendahkan mimpi kamala"

"Apa kamala harus jadi dokter kaya mbak ajeng?atau jadi guru kaya bapak?,biar mimpi kamala bisa dihargai?".

Bang nehan terdiam mendengarkan ucapan yang keluar dari mulut adeknya itu. Bukannya bang nehan tidak setuju,tetapi bang nehan gak mau jika orang diluar sana memandang remeh kamala karena cuma menjadi penulis sedangkan abang dan mbaknya,manajer keuangan disalah satu perusahaan ternama dan juga seorang dokter.

"Ibu juga,ibu gak pernah tanyain gimana sekolah kamala?,tetapi dia selalu tanya,gimana kuliahnya mbak ajeng?,ibu gak pernah nyiapin air hangat buat aku,tetapi ibu selalu nyiapin air hangat buat mbak ajeng,ibu gak pernah ngeringin rambut aku pake handuk tetapi ibu selalu ngeringin rambut mbak ajeng"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 03, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

61.RIANT (On going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang