"Kamu Nyxe kebal terhadap senjata. Walaupun berkali- kali di tusuk pisau, mereka hanya luka sedikit saja. Cuma segores kecil,"
"Kecuali,"
"Kecuali apa?"
"Platina, berlian dan api, hanya ketiga benda itu yang bisa melukai mereka."
Lixia menatap pisau platina yang ada digenggamannya. Pantas saja si mata biru terluka karena panahnya memang berujung platina. Wyn sendiri yang memberikan stok anak panah Lixia setiap minggunya. Ternyata pilihan Wyn ada alasannya.
Tangan Lixia bergerak meletakkan pisau platina itu kebawah bantalnya. Lalu meletakkan kepala di atas bantal itu dan mulai memejamkan mata.
"Dia nggak akan datang kesini, kamu terlalu waspada, Lixia," gumamnya pada diri sendiri sebelum masuk ke alam mimpi.
Lixia membuka mata, dia berada di hamparan salju. Tapi anehnya tidak sedingin kemarin. Tempat ini gelap, namun seseorang di depan sana menarik perhatian Lixia. Sayap putih itu berpendar di antara kegelapan. Sayap yang indah. Tapi Lixia tidak pernah suka dengan pemilik sayap itu.
Lihatlah bagaimana mata biru yang juga indah itu menatapnya dengan tajam. Seperti belati yang bisa menusuk kapan saja. Lalu dia menyeringai membuat Lixia menutup mata kembali.
Ah, mimpi yang aneh.
Lixia kembali membuka matanya. Mata biru itu lagi. Tapi kali ini tepat di depan wajahnya. Dengan posisi Lixia yang rebahan di atas ranjangnya, dan wajah itu muncul tepat di atasnya. Hanya berjarak beberapa senti. Mata biru itu berpendar di antara temaramnya kamar Lixia.
Tunggu dulu, kamar Lixia?
Lixia mengernyit bingung. Bagaimana bisa mimpi senyata ini? Kamarnya, ranjangnya dan juga hembusan nafas laki- laki itu yang bisa Lixia rasakan menyentuh kulit wajahnya. Hembusan nafas yang hangat namun dingin disaat bersamaan. Anehnya, setiap kali hembusan nafas itu menyentuh kulit wajah Lixia, hatinya bedebar.
Seberapa kalipun Lixia berkedip dan berharap mimpi ini berakhir. Mata biru itu tetap berada di atas wajahnya. Sampai akhirnya....
"Aku bukan bagian mimpimu," ucap laki- laki itu dengan suara berat dan sedikit berbisik.
Lixia membelalak saat melihat seringaian gila itu. Detik berikutnya dia sadar. Ini nyata.
"Aaarggggghhhhhh......!!!" teriak Lixia dan mulutnya langsung di bekap.
"Cukup diam kalau mau semuanya baik- baik saja," bisik si laki- laki tepat di samping telinga Lixia.
Suaranya benar- benar membuat Lixia merinding.
Bukan Lixia namanya kalau menyerah secepat itu, dia menggigit tangan itu sampai si empunya tangan melepas detik itu juga.
"Apa ada orang di luar... tolong ak....."
Mata Lixia membulat sempurna dan mulutnya tertutup tak bergeming saat merasakan sesuatu yang lembut menyentuh bibirnya. Lembut dan hangat. Lixia bisa melihat bagaimana mata biru perlahan menutup. Hembusan nafas yang menderu dari si laki- laki semakin terasa di wajah Lixia. Bibir itu, bibir mereka bersatu. Membuat Lixia benar- benar diam.
Bodohnya Lixia ikut menutup matanya saat merasakan lumatan lembut di bibirnya. Lumatan kecil lembut dan penuh hati- hati yang menuntun Lixia menjadi candu. Lixia bisa merasakan bagaimana dadanya berdebar dan nafasnya mulai tidak beraturan. Tapi sentuhan lembut itu membuatnya sedikit tenang. Bodoh.....
Dan pergumulan itu berakhir saat si laki- laki menarik wajahnya dan duduk dengan santai di depan Lixia.
Lixia refleks duduk dan tangannya seramah itu malam ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Infinity Darkness
FantasíaCahaya dan kegelapan.... Pada hakikatnya memiliki tempat masing- masing. Karena apabila dipaksa bersatu, salah satunya harus hilang..... ***** Aku Cahaya, dan kamu Kegelapan, bertemu dengan cara yang tidak kita inginkan. ...