•••
Tahun 1943..
Tangan kedua insan itu saling menggenggam. Keringat dingin bercampur ketakutan mengiringi langkah cepat mereka.
Nafas Sena tak beraturan. Sayatan yang menganga lebar di lengannya seolah tak berarti apa-apa. Pakaian yang dikenakannya sudah campur aduk antara asamnya keringat dan amisnya darah.
Pakaiannya compang-camping dengan beberapa sobekan yang sudah tak terkira. Ia mati rasa seolah rasa sakit yang mendera tak lagi nyata.
"Lasya, apakah kamu masih kuat berlari lagi bersamaku?" Pria itu memberhentikan langkah. Ia menatap wajah kekasihnya yang tampak pucat ketakutan.
"Sena, penjajah itu jahat! Sakit, Sen. Saya tidak kuat berjalan lagi." Gadis bernama Lasya itu mengeluh amat kesakitan.
Lasya bahkan hampir terjatuh jika Sena tak buru-buru menopangnya.
Hampir seluruh bagian badan Lasya membiru. Beberapa corak luka dan tanah juga ikut menghiasi paras cantiknya. Luka-luka yang belum mengering itu sebagai saksi nyata betapa kejamnya masa penjajahan.
"Saya akan menggendongmu, La. Kita harus menyelamatkan diri kita bersama-sama. Saya sangat mencintaimu!"
Bibir Lasya bergetar. Gadis itu susah payah melengkungkan senyum termanisnya.
"Sen, jika kita tidak berjodoh di kehidupan ini, semoga di kehidupan selanjutnya kita dapat bersama ya."
Sena menggeleng, "Kamu jangan melantur, La. Kita sebentar lagi merdeka. Kita pasti dapat selalu bersama-sama."
"Tuhan itu baik, Sen. Jika kisah kita belum usai, semoga masih ada waktu untuk kita menyelesaikan."
Sena menangkupkan tangannya di kedua pipi Lasya. Tatapannya terlihat sangat tulus dan mendalam, "La, percayalah.. Saya akan terus mencintaimu bahkan hingga dimensi manapun."
Duar!!!!
Tanpa sempat disadari oleh Lasya maupun Sena, bom meledak begitu dahsyat. Baik Sena maupun Lasya terlempar jauh ke arah bebatuan. Tangan mereka masih saling mengerat.
Mengerikan, suasana yang amat sangat mengerikan. Darah mengalir dimana-mana. Kubangan darah yang terus mengalir dari raga keduanya. Mimpi buruk yang terlalu tergambar nyata.
Debu-debu beterbangan. Fasilitas-fasilitas umum yang ada di sekitar mereka hancur lebur tak diberi sisa. Ruang-ruang dihancurkan oleh bom yang meledak sangat dahsyat.
Lasya mengerang sejenak. Bak ditimpa seribu duri, badannya seolah tak mampu lagi untuk bergerak. Wajahnya tergenang oleh darah yang terus menetes dari dahinya.
"S-Se--na.." Lasya berucap terbata menahan sakit yang teramat sangat.
Pandangannya memburam, gelap, hingga semuanya lenyap dengan wajah Sena yang akan terus terukir di ingatan Lasya.
•••
KAMU SEDANG MEMBACA
Sangkala
FantasiMengerikan! Satu kata yang mungkin tak cukup untuk menjelaskan atas apa yang terjadi di tahun 1993. Suasana kelam seperti mimpi buruk bagi semua manusia. Penembakan, pembantaian, penyiksaan, hingga pemerkosaan mungkin sudah menjadi ironi di masa pen...