16

1K 92 3
                                    

Sebuah kotak kecil berwarna merah ada di genggaman Jeongyeon. Tanpa harus membukanya, Nayeon tahu apa yang ada di dalam kotak itu.

Mendapati Nayeon yang hanya diam memandangi benda pemberiannya, Jeongyeon segera membuka kotak itu. Namun, wanita itu masih tidak memberikan reaksi apa pun, membuat perasaan Jeongyeon semakin tidak menentu. Keresahan dan rasa takut makin menjalar ke seluruh tubuhnya.

"Sayang, please bicara."

Nayeon menghela napas panjang.

"Jeong ak...,"

"Nay, aku mohon."

Bahasa tubuh yang Nayeon perlihatkan bukanlah bahasa tubuh yang sering digunakan seseorang untuk mengucapkan kabar bahagia. Wanita itu tidak berniat untuk menjawab 'iya'. Itulah yang dikatakan instingnya.

"Maaf, Jeongyeon. Aku belum bisa."

Jeongyeon memejamkan mata cukup lama setelah jawaban Nayeon sampai ditelinganya. Pendengarannya terasa bising, kepalanya terasa penuh, semuanya kacau. Bahkan, Jeongyeon bisa merasakan bagaimana paru-parunya sedikit mengalami kesulitan bekerja. Napasnya tiba-tiba terasa berat.

"Aku cinta sama kamu. Kamu tahu itu, kan?"

Setelah sekian lama bertarung dengan kecamuk dirinya sendiri, Jeongyeon kembali berbicara sembari mendongak kepada Nayeon. Posisinya masih berlutut tepat di hadapan wanita itu.

"Ya, aku tahu."

"Dan kamu bilang, kamu juga cinta sama aku, kan?"

Nayeon mengangguk. Melihat anggukan itu, Jeongyeon kembali diam cukup lama. Tatapan pria itu kosong menatap udara. Itu membuat Nayeon merasa resah.

"Jeongyeon, aku,"

"Aku menyedihkan, ya?"

Nayeon menatap Jeongyeon terkejut. Matanya bertemu dengan mata pria itu yang tengah menatapnya lurus. Sorot mata ini begitu asing bagi Nayeon. Sorot mata ini terlalu lemah. Nayeon tidak pernah melihatnya dari Jeongyeon.

"Maksud kamu apa? Jeongyeon...,"

"Jihyo benar, aku gak akan pernah bisa bahagia."

Lagi-lagi, ucapan Jeongyeon membuat Nayeon terkejut. Kenapa tiba-tiba membahas Jihyo? Apa maksudnya berkata jika ia tidak akan pernah bisa bahagia hanya karena Jihyo yang berkata seperti itu?

"Siapa juga yang mau hidup dengan orang seperti aku? Benar, kan?"

Nayeon tersentak. Jadi, ini sosok Jeongyeon yang mengalami krisis kepercayaan diri? Sosok yang pernah dibahas mama Jeongyeon dulu. Jeongyeon yang merasa jika dirinya tidak pantas bahagia. Nayeon mengepalkan tangan menahan rasa marah melihat itu. Jihyo. Nama itu kembali memenuhi kepala Nayeon, sebenarnya apa yang wanita itu lakukan?

"Jeongyeon, kamu berhak bahagia. Jangan bilang begitu."

"Kamu aja yang cinta sama aku, gak bisa nerima aku."

"Jeongyeon, aku bilang belum bisa, bukannya gak bisa. Kamu jelas tahu, kan, sebabnya?"

Nayeon melihat Jeongyeon yang kini sudah mendudukkan diri di atas lantai. Pria itu menunduk cukup lama. Lagi, Jeongyeon bersikap aneh. Nayeon yakin pria itu mulai membentuk pikiran-pikiran negatif di kepalanya.

"Kamu pasti punya niat pergi kan sekarang?"

Nayeon menghela napas. Apa yang sebenarnya sedang berputar-putar di kepala Jeongyeon? Nayeon sampai bingung harus berkata apa lagi.

"Kamu diam, ternyata kamu memang mau pergi."

"Jeongyeon...,"

"Pergi aja, Nay. Paling kamu bakal liat aku mati."

ᴍʏ ʙᴏꜱ ɪɴ ᴍʏ ʙᴇᴅTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang