(1)

815 115 11
                                    

mengambil keputusan tidaklah mudah bagi gadis yang berusia dua puluh tahun. Sejak meninggalnya kedua orangtua lalisa, gadis itu selalu saja mendapatkan tekanan didalam kehidupan barunya. Bagaimana tidak, dirinya di tarik maju untuk menjadi orangtua tunggal bagi adiknya yang baru saja berusia tujuh belas tahun. Bukannya lalisa tidak mau, hanya saja dirinya belum memiliki kesiapan.

Menatap sang adik yang tengah Membereskan barang-barangnya membuat hati lalisa sedikit tercubit, lalisa meyakinkan dirinya bahwa ia bisa merawat sebagai mana semestinya. Ia tidak ingin jisung adik satu-satunya kesusahan dalam hidup ini, biarpun tanpa kedua orangtua mereka.

Gadis itu memandang lamat, meneliti setiap pergerakan sang adik. Tungkai jenjang melangkah mendekati jisung yang tengah Menata buku-bukunya di atas meja. "kau lapar jisung?" suara pelan lalisa menghentikan pergerakan sang adik.

"aku tau kau tidak bisa memasak noona." tukas jisung yang masih membelakangi sang kakak.

"aku bisa membuat ramen untukmu." terlihat jelas jika jisung sedang menghela nafasnya, jisung sangat paham bagaimana kedua orangtuanya memanjakan sang kakak semasa hidupnya dulu. walaupun mereka bukan dari keluarga kaya, tapi setidaknya mereka keluarga yang berkecukupan. Sampai akhirnya semuanya menjadi hilang dalam waktu semalam.

"tunggulah di meja makan noona, aku akan memasak untukmu setelah Membereskan buku-buku ini." jisung masih engan untuk menatap sang kakak, kepindahannya kali ini membuat mereka perang dingin. Pasalnya jisung tidak ingin pindah dari rumah peninggalan kedua orangtuanya, tapi lalisa memaksa. karna dirinya tidak kuat untuk membayar angsuran setiap bulannya, ditambah dirinya belum memiliki pekerjaan sekarang.

"baiklah." lalisa melangkah keluar meninggalkan jisung yang tengah merapihkan kamarnya, lalisa cukup bersyukur karna kedua orangtuanya masih meninggalkan harta berharga ini. walaupun apartement ini tidak luas, setidaknya cukup hanya di tempati dirinya dan juga adiknya.

"eonni, apakah kau bisa membantuku?"

"......"

"sebenarnya_" lalisa menjeda kalimatnya, rasanya ia tak enak hati jika menyusahkan sahabatnya itu. "ah, tidak jadi eonni."

"......."

Lalisa menghela nafasnya jengah saat mendengarkan ocehan dari sebrang sana. "a_aku, aku butuh pekerjaan apakah ada lowongan di perusahaan suamimu."

"....."

"apapun itu, Setidaknya aku menghasilkan uang untuk kebutuhanku dan juga jisung."

"......"

"baiklah, aku akan datang besok. terimakasih." lalisa mematikan telponnya, mencari beberapa lowongan pekerjaan dari internet. Tapi Sayangnya, pekerjaan itu tidak masuk untuknya.

"aku akan berhenti sekolah dan mencari pekerjaan." suara itu tiba-tiba mengudara, membuat lalisa mengeleng kuat. dirinya tidak ingin jika adiknya putus sekolah, bagaimana masa depannya nanti.

"aku tidak setuju, kau tetap lanjut sekolah jisung."

"aku laki-laki, aku berhak mengambil keputusanku." serkah jisung, yang tengah mengambil bahan masakan didalam lemari pendingin.

"tapi aku tidak setuju." lalisa menutup laptopnya. "kau tetap melanjutkan pendidikmu, masalah kebutuhan aku yang akan menanggungnya."

"bahkan saat ini kau belum mendapatkan pekerjaan noona, tabung yang di tinggalkan ayah dan ibupun sudah menipis."

Lalisa terdiam sejenak, tubuhnya limbung dan terduduk kembali. "aku tidak setuju jika kau berhenti sekolah jisung, masalah itu aku bisa mengurusnya. Tugasmu belajar bukan bekerja." ucap lalisa lalu meninggalkan jisung yang tengah mematung menatap kepergian sang kakak.

MY LITTLE HAPPINESS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang