Hari ini akhir pekan dan Yerim berencana untuk tinggal di dalam kamar setidaknya sampai lewat pukul sebelas siang. Namun kenyataannya adalah sekarang masih pukul delapan pagi dan ia sudah berdiri di depan gerbang kediaman tetangga baru keluarganya seraya menenteng kantong plastik berisi tiga macam lauk dan olahan sayur buatan sang Mama yang tertata rapi di dalam kotak makan berwarna biru cerah.
Terhitung sudah hampir lima menit sebelum akhirnya Yerim memutuskan untuk menekan bel di samping kanan gerbang. Satu kali. Dua kali. Terdengar suara alas kaki bergesekan dengan pijakan yang kasar. Sepuluh detik kemudian Yerim dapat melihat sosok wanita bersurai hitam legam sebahu yang tampak seumuran Mamanya.
"Pagi, tante," sapa Yerim seraya tersenyum manis meski dalam hati sedikit gelisah; takut respon tetangga barunya tak sesuai ekspektasi; takut dicap sok akrab; dan lebih takut kalau-kalau visual dan harta kekayaan tetangga barunya melebihi keluarganya. Tapi syukurlah si tante yang membukakan gerbang tak lebih cantik dari Mamanya.
"Pagi." Balasan dengan nada ramah disertai senyuman manis dari si tante membuat Yerim sedikit lega. "Kami tetangga sebelah, ya?" Ia melanjutkan, masih dengan senyuman manis.
"Iya, aku anaknya Pak Suho sama Bu Irene," sambung Yerim, "ini ada gulai sapi, udang asam manis, ayam kecap, sama sayur asem. Kata Mama makan dulu baru lanjut ngurusin pindahannya."
"Aduh, jadi ngerepotin. Bilang Mama Papamu makasih, ya, pasti dimakan kok."
Yerim tersenyum tipis saat makanan yang tadi ditentengnya kini berpindah tangan. Melihat orang lain tersenyum saat menerima pemberian kita ternyata cukup membahagiakan. Gak jadi nyesel udah bangun awal, pikirnya.
"Aku pamit dulu, tante. Nanti sore aku balik lagi buat ambil kotak makannya, ya," lanjutnya, "aku Yerim, tante namanya siapa?"
"Panggil aja tante Chorong." Chorong menjawab kemudian tertawa kecil. "Sekali lagi terima kasih, ya, Yerim."
꒷꒦︶︶꒷ ₊˚꒦︶︶꒷꒦︶︶ ₊˚︶꒷꒦
"Gimana? Tetangga barunya ada gak?" Baru saja menginjakkan kaki di ruang tamu Yerim sudah disambut celotehan Irene yang tampak sangat penasaran dengan tetangga baru di seberang rumah mereka itu.
"Ada," jawab Yerim seadanya. Ia mendaratkan bokong di sofa ruang tamu diikuti sang Mama. "Aku ketemu satu orang doang sih. Mungkin nyonya rumah soalnya dari tampang gak ada unsur-unsur asisten rumah tangganya."
"Cantik kah? Lebih cantik dari Mama?" Irene berbisik dengan mata memicing. "Pokoknya di komplek ini gak boleh ada yang lebih cantik dari nyonya Irene, titik." Ia melanjutkan tanpa mendengar jawaban Yerim terlebih dahulu.
"Cantik kok, senyumnya manis terus ramah ju—"
"Siapa?" Suara pria tiba-tiba terdengar, memutus kalimat Yerim begitu saja. Siapa lagi kalau bukan sang kepala keluarga? Panggil saja Suho.
"Dih, siapa nih dateng-dateng kepo? Kamu tuh gak diajak!" Irene berujar dengan raut sinis serta tatapan mengejek yang mengarah pada sang suami. Bercanda, tentu saja. "Kalo dikasih tahu nanti pak tua ini genit, iya 'kan, Yer?" Ia melanjutkan seraya menyenggol lengan Yerim.
Si gadis kesayangan hanya mengangkat bahu, sibuk melahap keripik singkong balado. "Ada tetangga baru," celetuknya.
"Kok Papa gak tau? Siapa tuh? Janda bukan?" Sahutan Suho sontak membuat Irene ingin ngomong kasar. Dari jaman SMA suaminya ini memang genit banget, duh.
"Lo gak usah genit, cok! Ganteng lo, hah?" Betul, 'kan, jadi emosi beneran si Mama. Salah siapa coba?
"Idih, kalo cemburu tuh bilang, Ma, gak usah sok galak gitu padahal hati mungilnya tercubit," kata Yerim, mulai ikut-ikutan menggoda Irene. Suho lantas tertawa keras kemudian tos dengan putri kesayangannya itu.
"Oh, gitu? Pada godain gue? Awas aja, besok sampe lusa gue gak masak!" Nyonya besar mulai mengeluarkan ultimatum yang biasanya selalu berhasil membuat Suho dan Yerim bertekuk lutut. Namun sebaliknya, kali ini keduanya malah makin menjadi.
"Oke deh, nanti kita minta dimasakin tante cantik alias si tetangga baru, iya gak, Pa?"
"Yoi!"
꒷꒦︶︶꒷ ₊˚꒦︶︶꒷꒦︶︶ ₊˚︶꒷꒦
𝘀𝗲𝗻𝗲𝗻𝗴-𝘀𝗲𝗻𝗲𝗻𝗴 𝗮𝗷𝗮 𝗱𝘂𝗹𝘂 𝘀𝗲𝗯𝗲𝗹𝘂𝗺 𝗯𝗮𝗱𝗮𝗶 𝗺𝗲𝗻𝗲𝗿𝗷𝗮𝗻𝗴🤪
KAMU SEDANG MEMBACA
La Famille
FanfictionSetidaknya, Yerim tahu keluarganya pernah bahagia. 𝘁𝗵𝗮𝗻𝗸𝘀 𝘁𝗼 @𝗮𝗲𝗻𝘆𝘀𝘃𝗶𝗲 𝗳𝗼𝗿 𝘁𝗵𝗲 𝗯𝗼𝗼𝗸 𝗰𝗼𝘃𝗲𝗿