Dua Puluh Tujuh - Kusut Mesut

170 38 69
                                    

Dua Puluh Tujuh - Kusut Mesut





Kehangatan keluarga yang hilang dapat Pasha rasakan kembali ketika berada di rumah Kejora. Keramahan Abah dan Ambu mengingatkannya pada kenangan masa kecil yang perlahan memudar akibat kelakuan papanya. Sudah lama ia tidak merasakan duduk bersama, menikmati masakan Mama, lalu bercengkerama hingga lupa waktu.

Tongkol balado, tempe goreng, serta buah jeruk tertata rapi di meja makan. Pasha sudah berulang kali mengatakan akan pulang setelah numpang salat, tetapi Abah tak bisa dibantah. Lelaki itu menyeret Pasha ke ruang makan.

"Dulu Neng merengek mau jadi artis gara-gara sering liat kamu di TV. Abah larang dia. Kuliah belum beres, kok, mau bertingkah."

"Abaaah." Suara Kejora terdengar manja. Pasha jadi menyukai bagaimana interaksi Kejora dengan ayahnya.

"Berarti kalau Kejora udah lulus boleh jadi artis?" Pasha melayangkan pertanyaan yang sama saat live pada minggu lalu.

"Kalo Neng mau, Abah, sih, boleh-boleh aja. Asal Neng suka, ada bakat di sana, dan udah tahu risikonya."

"Kejora bisa ikut kelas akting. Terus ambil job yang ringan-ringan dulu. Kalau boleh saran, jangan ambil sinetron." Saat mengatakan itu, mata Pasha tak lepas dari wajah bulat gadis itu.

"Emang kenapa kalo ambil sinetron?" tanya Ambu.

Pandangan Pasha beralih ke Ambu. "Waktunya panjang, Tante. Satu judul bisa sampai ribuan episode kalau ratingnya bagus. Belum lagi harus kejar tayang setiap hari. Kasian Kejora stuck di satu judul aja. Kalau ambil film atau series yang episodenya sedikit, Kejora jadi punya pengalaman banyak. Skill-nya bertambah."

Kejora meletakkan sendok di piring kosong. "Jadi, itu alasan Aa' nggak pernah main sinetron?"

"Salah satunya iya. Alasan lain, aku nggak suka kalo ceritanya jadi ke mana-mana cuma demi rating."

"Padahal Ambu, teh, suka nonton sinetron," kata Ambu.

"TV jaman sekarang isinya iklan semua, Ambu," sahut Abah. "Neng ikut saran dia aja."

"Jadi Neng boleh jadi artis, nih?" Kejora mengerlingkan mata di depan Abah.

"Asal Neng dapet IPK 3,5, ya."

Mendengar itu, Kejora berseru heboh. Seakan lupa jika masih ada Pasha di sampingnya. "Bener, lho, Abah. Neng catet, nih!"

Pasha sempat terkejut melihat reaksi gadis itu. Namun, perlahan senyumnya terbit. "Di Jakarta nanti, Kejora bisa tinggal di paviliun samping rumah saya."

Abah mengangkat tangannya. "Jangan. Biarkan Neng usaha sendiri. Kalau dapet fasilitas dengan mudah, nanti dia keenakan."

"Ambu setuju. Ini bukan mau nolak bantuan, ya, tapi biar Neng mandiri," timpal Ambu.

"Lagian Neng belum tentu bisa dapet IPK segitu," seloroh Abah. Kejora mengerucutkan bibirnya.

Ketika makanannya sudah habis, Pasha langsung pamit pulang. Ia takut ada orang lain yang mengetahui keberadaannya. Pun ia merasa badannya butuh kasur.

"Tentang di tebing tadi kamu jangan bilang sama siapa-siapa dulu, ya. Aku nggak mau kamu tiba-tiba didatangi sama wartawan," kata Pasha sebelum menyalakan mesin motornya.

"Baru ingat sekarang punya pacar artis."

Pasha terkekeh. "Nanti aku yang buka biar netizen nggak jodoh-jodohin aku sama Rosa lagi."

"Padahal Rosa cantik, lho."

"Masih cantikan kamu."

Laki-laki itu menaiki motor, lalu melaju perlahan meninggalkan Kejora yang masih terpaku setelah mendengar pujiannya.

Sky Full of Stars - [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang