Sesak. Dadanya terasa sesak tatkala kedua netranya menaruh atensi terhadap jajaran buku tebal yang mengisi penuh lemari besar di kamarnya. Merupakan kumpulan buku fiksi yang sangat dicintainya, yang dirawatnya hingga debu pun enggan bersemayam di sana. Entah sejak kapan ketika melihat sesuatu yang menjadi ketertarikannya, gadis dengan rambut panjang itu justru dilanda kesedihan, sesak, dan penuh penyesalan.
Dirinya membayangkan betapa asiknya menikmati karya sastra yang ditulis dengan frasa indah, membaca berbagai jenis kalimat kemudian memahami maksud sang penulis, menemukan berbagai kata baru yang memiliki kesamaan makna dengan kata lainnya, hingga mengeluarkan ide-ide yang terjebak di otaknya melalui tulisan. Ia tak kuasa menahan debaran jantung yang bergerak lebih cepat tanpa diminta hanya karena membayangkan sesuatu yang tidak akan pernah dilakukannya lagi sebagai mahasiswa Fakultas Hukum semester 5. Hal itulah yang menjadi masalahnya. Atha―nama gadis itu―tidak mengambil jurusan sastra, menjadikan keinginannya terkubur bersamaan dengan rencana kehidupannya.
Lagipula, sang ayah sudah menentukan ke arah mana Atha harus berjalan sehingga ia tidak perlu repot untuk merencanakan masa depan. Semua sudah dipilih beliau secara sepihak tanpa mempertimbangan suara sang anak. Ayahnya seorang pengacara terkenal yang sering memegang kasus perdata para publik figur. Kehidupannya terlampau sukses, harta kekayaan yang lebih dari cukup, memiliki istri yang penyayang, anak semata wayang dengan kecendikiaan, dan juga koneksi yang baik dengan banyak orang termasuk orang-orang berpengaruh. Semua sempurna, hingga beliau ingin kelak keturunannya nanti juga ikut merasakan kesuksesan tersebut melalui jalur yang sama dengan kepala keluarga. Bukanlah hal yang mudah untuk mencapai posisi saat ini dengan status sebagai mahasiswa universitas nomor 1 di negaranya. Atha harus mengikuti segala bimbingan belajar, nilainya harus jauh di atas rata-rata yang jika tidak, maka ia akan mendapatkan serangan verbal yang mempengaruhi mentalnya.
Atha sudah sampai sejauh ini, hanya perlu menyelesaikan 3 semester lagi dan ia akan memulai kehidupan baru di dunia kerja. Namun, tidak ada rasa bangga yang menyelimuti dirinya. Justru yang dirasakan adalah ketakutan, membayangkan apa yang terjadi kepada dirinya dalam beberapa tahun ke depan. Walau masih belum terlihat jelas, ada satu hal yang dapat Atha pastikan: dirinya merasa kosong. Segala yang menjadi pusat ketertarikannya telah direnggut sejak dulu, menjadikannya tampak seperti cangkang kosong. Tidak ada minat dan tujuan.
Andai, kala itu Atha berani bersuara menentang perintah sang ayah, akankah semuanya akan berbeda? Andai Atha memperjuangkan keinginannya, apakah saat ini ia sudah mengkaji karya sastra alih-alih menyelesaikan kasus posisi pidana? Kalimat penuh pengandaian terus memenuhi otaknya hingga tak sadar cairan bening mulai memenuhi sepasang netra miliknya. Seakan menyampaikan kesedihan yang dirasakan ketika melepas salam perpisahan pada pusat ketertarikannya.
Semua sudah terlambat, tidak ada yang bisa dirubah.
"Ah anjing. Tha, tolongin mainin bentar dong, gue kebelet pipis." umpatan dilanjut dengan permintaan terdengar memenuhi kamar sang gadis. Berasal dari seorang pemuda yang membelakangi Atha, fokus bermain game komputer lengkap dengan headphone di kepalanya. Pemuda bernama Sanjaya yang kerap dipanggil San itu kini bergerak gelisah karena tidak tahan dengan panggilan alam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Password:1117 ; choi san
FanficShe was tired. Then she gave the password to her best friend.