chapter 2

362 48 9
                                    

Wangsa tuh sosok yang tampan jika dipandang, namun begitu tegas dan juga bermata elang. Sebab itu orang-orang enggan mendekatinya, hanya membicarakan ketampanannya saja. Begitu takut jika mereka berbicara, maka tidak segan-segan umpatan keluar dari mulutnya. Ia tidak suka menjadi perbincangan banyak orang apalagi tentang kesayangan nya. Maka habis lah mereka dengan dirinya.

Hujan mengguyur kota malang di sore hari. Mungkin saja hujannya akan begitu lama, sebab begitu mendung dan juga awan yang begitu gelap. Beruntung keduanya berada di dalam mobil. Si kecil sebenarnya sudah merengek ingin sekali menaiki si Malika, honda beat punya Wangsa. Namun, Wangsa hanya berkata 'kamu tau hujan?' Hanya beberapa kalimat sudah membuat Gevan bungkam dan menuruti yang lebih tua.

"Mau makan dimana sayang?"

"Gevan ndak tau akak. Akak maunya mam apa?", tanya balik yang lebih kecil.

Jujur saja Wangsa juga bingung ingin makan apa, sebab dirinya hanya mengikuti keinginan yang lebih kecil. Jika Gevan makan, maka Wangsa akan ikut makan yang Gevan suka. Namun jika Gevan tidak menyukainya, jangan harap Wangsa akan memakannya.

"Kok balik nanya? Kakak bingung kalau Gevan saja juga bingung."

"Hm, Gevan mau beli mie sih. Boleh tidak?"

Tatapan tajam diberikan yang lebih tua.

"Mie lagi, mie teros. Lama-lama ususmu jadi lengket. Mau?"

"Tidak."

"Ya sudah yang lain saja ya?"

Gevan menunduk untuk menyembunyikan ketakutannya. Jujur saja dominan Wangsa selalu keluar jika dirinya sedang tidak suka jika itu menyangkut kesehatan Gevan.

"Akak, Gevan mau sempol, sama tahu bulat boleh?"

"Makan dulu sayang, baru boleh jajan. Makan nasi goreng saja ya?"

"No no akak, Gevan mau lalapan saja."

"Baiklah."

Setelahnya Wangsa menjalankan mobilnya menuju tempat yang tidak begitu ramai dan juga terdapat parkiran. Ia tidak ingin jika si kecilnya kehujanan atau bahkan mengeluh capek karena mencari lalapan yang jaraknya jauh dari tempat parkir. Wangsa akan berinsiatif sendiri untuk menjaga kesayangannya agar tetap nyaman dan juga aman.

Tidak jauh dari sudut kota, sebab lalapan berada di bawah tenda. Banyak sekali lalapan yang dijual di kota ini mulai dari ayam, bebek, burung dara, lele, kepiting, bahkan lobster.

Wangsa tidak perlu menanyakan apa kesukaan si kecil. Sebab dirinya tau jika si kecil akan memesan bebek goreng. Gevan memang tidak terlalu suka ayam, karena ia lebih suka tulangnya. Aneh bukan? Karena ia memang tidak suka ayam yang begitu kering jika digoreng maka isinya akan terlihat lebih keras.

"Tunggu disini dan cuci tangan setelah kakak kembali, mengerti."

Si kecil selalu menurut dan mengangguk jika diperintahkan yang lebih tua. Mangkannya kenapa Wangsa begitu menyayanginya. Selain gemas, Gevan sosok orang yang perhatian, peka, lembut, dan berjiwa sosial. Banyak hal yang belum ditunjukkan author tentang sosok Gevan. Pelan-pelan kalian bakal mengerti sosok keduanya.







Sudah jam 9 lewat, keduanya sampai di perkarangan rumah Gevan. Wangsa akan turun dan mengantar di kecilnya selamat hingga di depan rumah. Orang tua Gevan memang sudah tau dan merestui hubungan keduanya. Wangsa sosok bertanggung jawab dan orang tua Gevan percaya akan hal itu.

Tok tok

Ketukan dua kali, sosok wanita paruh baya yang masih sangat cantik dan terlihat muda membuka pintunya. Tersenyum kala melihat Wangsa yang tengah tersenyum serta anaknya dengan raut wajah kantuknya.

Angel's WangsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang