4.

11 1 0
                                    

       Sesampainya di kantor Tyo, Sasi segera membereskan bungkus-bungkus buah yang telah disiapkan olehnya dari toko. Agak gengsi sebenarnya, karena ini pengalaman pertama Sasi mengirim buah pesanan ke kantor yang bisa dibilang cukup besar ini. Namun di sepanjang perjalanan menuju pintu masuk, Sasi baru teringat bahwa kantor ini merupakan tempat dimana Deon bernaung juga. Sasi mendadak jadi segan, dan dia pun terus berdoa di dalam hatinya agar tidak bertemu dengan manusia kasar itu.

Sasi berhenti tepat di depan meja resepsionis, dan langsung bertanya, "Maaf, kak. Mau tanya, kalo mau kasih pesenan buah itu bisa ke mbaknya kan ya?"

Sang resepsionis tersenyum dengan ramah. "Memangnya pesanan itu atas nama siapa, bu?"

"Bapak Tyo Adhitama, mbak. Kalo gak salah dia artist manager gitu di sini."

"Oh, iya. Benar. Tadi pak Tyo juga sudah titip pesan ke saya. Kalau begitu, ibu bisa langsung naik saja ke lantai 32, ke ruangannya pak Tyo untuk antar buahnya. Nanti ibu bisa minta bantuan security untuk naik lift, dan juga informasi terkait letak ruangannya pak Tyo."

Sasi mengernyitkan alisnya, bingung. "Loh, saya harus naik juga?"

Kembali tersenyum, sang resepsionis pun mengiyakan. Tak lupa, dia juga membantu Sasi untuk memanggil security agar segera mengarahkan Sasi bisa sampai dengan benar ke ruangan Tyo yang letaknya di lantai 32.

       Sasi tersenyum canggung, dan mengucapkan terimakasih kepada security yang sudah berhasil mengantarkannya ke depan pintu ruangan Tyo. Jantung Sasi berdentum sangat keras, padahal Sasi datang ke sini hanya untuk mengantarkan buah pesanan. Bukan untuk interview. Dengan sedikit ragu, Sasi mencoba mengetuk pintu ruangan Tyo. Jika sesuai dengan informasi, seharusnya Tyo ada di ruangannya tersebut. Sasi berharap Tyo tidak berlama-lama membuka pintunya, karena buah-buah yang sejak tadi dia bawa mulai terasa sangat berat, bahkan Sasi yakin telapak tangannya juga sudah memerah semua. Dan tidak lama lagi akan terasa kebas.

Pintu ruangan Tyo pun terbuka di ketukan yang ketiga, dan langsung memperlihatkan sosok Tyo yang sedang tersenyum. Yang menurut Sasi terlihat agak aneh.

"Silahkan masuk." Tyo mempersilahkan Sasi untuk masuk ke ruangannya, dia juga mengambil alih buah-buah yang sejak tadi Sasi bawa. Dengan kikuk, Sasi pun masuk ke ruangan Tyo, sesuai dengan arahannya. Tak lama kemudian Sasi membuka suara. Dia tidak ingin berlama-lama di ruangan Tyo.

"Pak Tyo, mohon langsung dicek buah-buahnya. Sudah sesuai atau belum, ya? Itu totalnya sembilan ratus empat puluh enam ribu rupiah. Isinya 10Kg alpukat biasa, 10Kg jeruk medan manis, 3 sisir pisang ambon, 7Kg semangka manis tanpa biji, 10Kg lemon lokal, dan 5Kg salak condet, pak.", dengan sungkan Sasi menatap Tyo, dan melanjutkan ucapannya. "Kalo udah sesuai semua, ini masih ada sisa kembali lima puluh empat ribu rupiah."

Sasi mengeluarkan uang kembalian dari sling bag kecil, yang sudah dengan setia tersangkut di pundaknya. Tyo berdehem sebentar.

"Gak perlu---" sebelum ucapannya selesai, suara teriakan, dan benturan tubuh seseorang memotong semuanya.

Tyo, dan Sasi pun sontak terkejut. Terlebih lagi Sasi yang langsung merasakan kaki, dan tangannya bergetar. Dia takut hal-hal buruk terjadi di depan matanya. Tyo bergegas berlari ke arah ruangan kecil, yang dari awal Sasi masuk tidak menyadari keberadaan ruangan tersebut. Samar-samar Sasi mendengar suara Tyo memanggil nama Deon. Karena penasaran, dengan sisa keberaniannya Sasi pun perlahan menghampiri ruangan itu. Sasi ingin tahu sebenarnya apa yang sedang terjadi di sini.

Dan, betapa terkejutnya Sasi karena melihat disana ada Deon yang sedang meraung-raung, sambil menggerakan tubuhnya tak menentu di atas lantai. Terlihat juga Tyo yang sedang berusaha menenangkan Deon. Sasi sama sekali tidak menyangka harus menyaksikan hal ini. Sasi jadi bingung harus bagaimana. Lalu tiba-tiba Sasi teringat, kalau Deon suka dengan buah salak. Sasi secara acak berpikir, siapa tau dengan menunjukan buah salak bisa sedikit membantu agar Deon merasa tenang. Dengan terburu-buru, Sasi membongkar bungkusan buah salak yang tadi dia bawa, mengambil sebisanya, lalu kembali ke ruangan kecil dimana Tyo, dan Deon berada.

"Deon, ada salak. Ini aku bawa salak!" teriak Sasi, berusaha mengalihkan perhatian Deon. Tanpa disangka, raungan Deon berhenti. Begitu pula dengan gerakan tubuhnya yang sebelumnya meronta-ronta saat tangannya ditahan oleh Tyo. Dengan raut yang tiba-tiba berubah ceria, Deon berlari menghampiri Sasi, dan lantas merebut semua buah salak yang sedang Sasi genggam.

       Walaupun usahanya berhasil, tapi itu tidak megurangi rasa bingung Sasi. Dia butuh penjelasan, apa yang sebenarnya terjadi dengan Deon. Kenapa bisa seperti ini? Sasi menatap mata Tyo menuntut penjelasan dari laki-laki itu. Seakan mengerti, Tyo menghela napas pasrah. Lalu dengan matanya, dia meminta Sasi untuk mengikutinya, lalu mereka duduk bersebrangan di meja kerja Tyo, Sasi menunggu dengan tidak sabar. Sementara itu, Deon sedang fokus membuka, dan memakan buah salak yang tadi Sasi berikan kepadanya.

"Dissociative Identity Disorder, gangguan identitas disosiatif. Atau yang selama ini dikenal dengan kepribadian ganda." Tyo memulai penjelasannya.

"Maksudnya?"

"Deon salah satu penderitanya." Sasi bagaikan disambar petir di siang bolong setelah mendengar pernyataan Tyo itu. Sasi sangat sulit untuk mempercayai salah satu fakta mengenai Deon, yang keluar langsung dari orang kepercayaan Deon ini. Walaupun Sasi sudah menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri bagaimana kacaunya seorang Deon tadi.

"Bagaimana bisa?" tanya Sasi tanpa sadar, lalu dia pun mengusap wajahnya frustrasi. Melihat itu, Tyo kembali melanjutkan penjelasannya. Memberi informasi yang selama ini dia tahu.

"Deon mengalami hal traumatis waktu dia kecil. Untuk lebih jelasnya, aku juga gak tau hal apa itu. Tapi yang pasti, karena kejadian itu lah memicu Deon untuk memiliki sifat, atau sikap yang gak stabil." Sasi mendengarkan satu-persatu perkataan Tyo dengan seksama.

"Selama ini Deon selalu memperlihatkan kepribadian yang bertolak belakang dari biasanya. Deon juga sudah mengikuti serangkaian pemeriksaan untuk mendiagnosis penyakit mentalnya itu." Tyo menghela napasnya sebentar, sebelum melanjutkan penjelasannya kembali.

"Dari pemeriksaan fisik, dan kejiwaan. Pemeriksaan berdasarkan kriteria The Diagnostic and Statistical Manual Of Mental Disorders, 5th Edition. Tes darah, dan bahkan pemindaian dengan rontgen CT scan, atau MRI juga udah dia ikutin semuanya. Dan, sifat, atau sikapnya yang gak stabil itu emang bukan karena ada penyebab dari penyakit yang lain, tapi emang karena murni dia punya kepribadian yang ganda.", tanpa babibu lagi semua rasa benci Sasi kepada Deon sebelumnya langsung runtuh seketika.

Bukan Cinta Salah Tag di LovestagramTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang