Sebuah suara meriah terdengar sampai kedalam sudut kegelapan terpencil, tempat seorang wanita tua tengah duduk termenung. Ia seolah olah tengah menunggu sesuatu, seseorang... atau ajal? Entahlah.
Disaat semua orang berbahagia dengan perayaan itu, wanita ini justru dipenuhi hampa dan kesedihan. Suara perayaan meriah ini justru menarik memori masa lalunya yang sudah lama terkubur.
Sosok yang terbayang dalam deretan gambar memori yang terputar dalam kepalanya ialah sosok yang menariknya ke dalam neraka itu, Theodore.
Andai saja, lelaki itu tak meninggalkannya dan pergi ke Medan perang. Andai lelaki itu mengizinkannya ikut atau menolak untuk pergi. Andai lelaki itu bukanlah seorang panglima kerajaan. Andai lelaki itu bukanlah seorang Granduke. Tapi tetap saja wanita tua itu hanya mencintai Theodore yang merupakan Granduke, yang merupakan panglima, yang merupakan kesatria terkuat, yang selalu membawa kabar kemanangan dari medan perang manapun.
Tapi andai saja bahwa ia tidak mencintainya.
Gadis itu memejamkan matanya sambil menitikkan air matanya. Rambut emasnya kian memutih, kulit indahnya yang sudah mengeriput, namun bukan berarti kecantikkannya memudar. Ia sangat indah hingga akhir nafasnya.
Tepat setelah air mata itu menetes ajal mendatanginya tanpa rasa sakit, ia sudah cukup menderita dengan kesepian dan cinta.
Sementara itu disaat yang sama, dalam pesta meriah ulang tahun raja. Para putri putrinya terpajang menjadi hiasan. Alasannya juga untuk mendapat mahar dari lamaran pangeran atau bangsawan lain.
Semua putri yang terjejer disana amat indah nan rupawan seperti ciri khas Caliadne yang memancarkan keindahan disetiap sudut kerajaannya. Namun diantara semua putri itu, ada seorang yang sangat memikat hati para bangsawan dan raja kerajaan lain. Elisabeth, putri bungsu kerajaan ini. Umurnya masih 7 tahun namun ia sangat rupawan.
Namun, raja tak menyukai putri Elisabeth dan tak tau apa alasannya. Karena itu, pangeran dan putri lain yang menyimpan iri hati padanya tak segan menindasnya.
"Salam kepada yang mulia raja, semoga Dewi Athelia menyertai anda." Ujar lelaki yang terlihat berpengaruh itu sambil menunduk hormat kepada sang raja.
"Tentu Athelia selalu menyertainya, kerajaan bahkan putri maupun pangeran selalu indah tanpa cela. Terlebih yang mulia putri ketujuh." Raja yang awalnya tersenyum mendengar pujian dari wanita yang merupakan istri pria itu pun terdiam seolah tak suka dengan kalimat akhirnya.
"Yang mulia putri ketujuh memang amat rupawan." sahut bangsawan yang lain.
Beberapa hari sejak perayaan berakhir, gadis itu untuk pertama kalinya dipanggil oleh raja Caliadne. Ia berpikir ia mendapat kasih raja, namun salah.
"Putri ketujuh memasuki ruangan"
Elizabeth masuk, begitu anggun dan indah namun keindahannya tak dilirik oleh raja yang digadang gadang amat mencintai keindahan.
"Mulai besok kau tidak tinggal disini, kau akan pindah ke rumah baru."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Hiraeth
Historical FictionElizabeth yang disebut sebut sebagai mawar milik Caliadne pada saat usianya yang masih menginjak 3 tahun ternyata dikucilkan dalam istana. Ditindas parah terlebih oleh pangeran ketiga Louis. Namun, tiba tiba atau memang takdir. Grand Duke Theodore d...