The Baby Was Sulking

693 77 13
                                    

Bingung.

Perilaku laki-laki didepannya yang tampak menghindarinya itu membuat Zavian mengeluarkan desahan frustasi.

Sudah cukup lama ia diabaikan Ansell—lelaki manis yang tengah memunggunginya—semenjak dirinya terlibat dalam acara organisasi sialan itu.

Zavian tahu betul dimana letak masalah yang membuat pacarnya itu merajuk. Apa lagi kalau bukan pembatalan sepihak piknik yang ia janjikan karena tiba-tiba ditarik Jiwa, si ketua organisasi. Rapat dadakan, katanya.

Kalau ditanya,

“Kenapa ga coba minta maaf ke Ansell?”

Jawabannya sudah.

Entah berapa banyak dan seberapa panjang gelembung percakapan yang Zavian kirim, tidak juga Ansell balas. Dibaca pun tidak.

Pintu apartemen yang berkali-kali ia ketuk juga tak terbuka. Ansell marah besar rupanya.

Sudah lelah, Zavian akhirnya memutuskan untuk masuk ke apartemen Ansell dengan kunci cadangan dan memintanya penjelasan.

Beruntung, Ansell ia dapati tengah tertidur pulas di kamarnya. Perlahan ia dekati dan memberikannya pelukan dari belakang.

“Kak, udahan yuk marahannya. Aku kangen,”
“Aku kaya orang linglung ngga ada kamu. Kangen bawelnya kamu, kangen gemesnya kamu, kangen senyumnya kamu,”

Hening.

Tak ada satupun kata yang terdengar dari si lawan bicara. Setelah menghembuskan nafas panjang, Zavian mulai melanjutkan perkataannya.

“Kak tau ngga, ketemu kamu itu salah satu hal yang indah buat aku. waktu kamu kasih senyum buat aku, waktu kamu buatin aku makanan kesukaanku, waktu kamu cerita banyaaak banget ke aku,”

“Walaupun orang bilang bukan hal besar, keberadaan kamu aja udah buat aku ngerasa kalo, ternyata hidup seindah itu, ya?”

“Kadang aku takut, takut kalo ini cuma mimpi trus aku jadi kehilangan kamu. Kada—”

Panik Zavian rasa, kala mendengar suara isakan kecil dari lelaki di depannya. Perlahan ia hadapkan wajah manis Ansell hingga berada tepat di depan matanya.

“Eh, kenapa? kok nangis? aduh, aku salah lagi ya..”

Gelengan Ansell beri ketika ia mendengar rentetan kata dari Zavian.

“Maaf, sikap aku kekanak-kanakan, ya? Masalah kecil gini aja aku ngambek...”

Usapan lembut Zavian beri pada air mata yang membasahi pipi gembul milik pacarnya itu.

“Engga kok. Kakak kan makhluk yang punya hati, jadi lumrah aja kalo kamu sakit hati waktu aku batalin piknik kit—”

“Salah.. Aku ngga marah kok kalo masalah itu. Aku ngehindarin kamu selama ini juga bukan karena itu..”
I'm sulking just because you forgot to give me choco milk and kiss my cheek...”

Mendengar kekehan Zavian, Ansell reflek menyembunyikan wajahnya di dada bidang sang pacar dan memeluk tubuhnya erat.

“Kak coba lihat ke aku dulu,”

Perlahan Ansell dongakkan wajahnya hingga menghadap wajah tegas milik Zavian.











Cup.

Dengan tiba-tiba, Zavian daratkan kecupannya ke dahi Ansell.

“Ini maaf karena aku ngga beliin kamu susu coklat,”

Cup Cup.

Setelahnya, kedua kelopak mata Ansell ia kecup bergantian.

“Ini maaf karena aku udah bikin kamu nangis,”

Cup Cup.

Sekarang kedua belah pipi gembul milik Ansell yang Zavian kecup.

“Ini maaf karena bikin kamu sendirian gara gara aku sibuk organisasi,”

Cup.

Astaga. Ansell reflek membulatkan bola matanya ketika kecupan terakhir Zavian layangkan ke belah bibirnya.

“Dan ini, maaf karena aku lupa sama rutinitas aku,”

Selang beberapa detik terdiam, Zavian pun mengeluarkan kalimat permintaan maafnya.

“Dimaafin ngga akunya?”

Ansell terdiam sebentar. Pura-pura berpikir, mencari jawaban atas pertanyaan Zavian.

“Engga mau,”
“Kamu kurang banyak cium nya!”

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 18, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

strike a pose, peace ✌🏻Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang