Seorang peria dan wanita sedang debat hebat di ruang tamu. Perdebatan keduanya membuat dua anak perempuan di pojok pintu menangis tidak karuan mendengarnya.
"Sudah! Kita cukup sampai disini saja. Untuk lahiran anak itu aku akan transfer ke rekening kamu" Final sang suami yang bernama Alvandro Adelar Gio. Kepada sang istri sedang hamil tua.
"Kamu gila ya Mas. Kamu berani meninggalkan aku dan tiga anakmu hanya demi seorang wanita kaya raya itu. Kenapa mas? Hiksss kenapa?" Ucap Shireen, menangis tidak tahan menahan sesak dadanya yang begitu sakit.
"Kamu tanya kenapa Shireen? Kehidupan ku denganmu sudah tidak bisa apa-apa lagi. Lihatlah sekarang kita bangkrut dan kau malah hamil tua seperti ini. Cukup sampai sini penderitaan hidupku" ucapnya kejam membuat anak yang paling besar yang sedari tadi menguping keluar dari kamar dan berjalan menghampiri kedua orang tuanya.
"Pah, bukan ini jalanya. Jika papah ingin kembali seperti dulu kita semua harus berusaha. Kita keluarga pah, seharusnya papah sebagai suami dan ayah lebih bertanggung jawab disini" tegur Tasya, pada sang ayah.
"Alah, kamu anak kecil tau apa tentang keluarga. Yang kamu tau hanya uangkan? Sudahlah cukup sebaiknya aku pergi" bentak Alvandro.
Shireen, menahan tangan sang suami agar tidak pergi namu tangannya kembali di kebas oleh sang suami dan kemudian tubuhnya di dorong secara kuat membuat Shireen, terjatuh di lantai.
"MAMAH" teriak Tasya dan Safira, langsung keluar dari kamar.
"Perut mamah sakit. AKHHHHH SAKITTT HIKSSS AKHHH" rintih Shireen, kesakitan.
"Kak, mamah mau melahirkan kak, kita harus membawanya ke rumah sakit hiksss" ucap Safira, khawatir dan panik.
"Kita akan membawa mamah ke rumah sakit" Tasya.
***
.Rumah Sakit.Setelah berjam-jam akhirnya Tasya dan Safira, mendengar suara tangis bayi menandakan jika sang ibu sudah lahiran. Keduanya langsung masuk kedalam dengan tangisan dan kebahagiaan.
Namun setelah suster membersihkan bayi tersebut Shireen, sangat lemas pernapasannya pun sungguh sangat tidak teratur, darahnya terus saja keluar hingga dokter tidak tau harus berapa infusan lagi yang harus di pasang.
"Dok mamah saya bagaimana?" Tanya Tasya, anak pertama dari Shireen.
Dokter bingung harus menjawab apa, melihat kondisi Shireen, yang saat ini tidak memungkinkan sehat kembali, bahkan keadaannya pun hampir sekarat.
"Tasya, kemari sayang" panggil Shireen, pada Tasya.
"Mah, hiksss mamah, akan baik-baik saja kan? Hiksss" tangis Safira, yang tau jika sang ibu tidak mungkin selamat.
"Hey. Tasya, Safira, kalian anak-anak mamah, yang paling kuat, dan sabar. Jika mamah, tidak ada jaga adik kalian baik-baik ya" ucap Shireen, dengan nafas tersengal-sengal.
"Mamah, jangan ngomong kaya gitu mah, hiksss Safira, sama kakak masih butuh mamah, di sini hiksss" ucap Safira, putri kedua Shireen.
"Iya mah. Mamah, harus sehat lagi, kan anak ketiga mamah, masih benar-benar butuh mamah" ucap Tasya, sembari memeluk tubuh sang ibu.
"Tidak nak. Mamah, sudah tidak kuat lagi! Jaga adik kalian, beri dia nama yang bagus...." Ucap Shireen, sedetik kemudian menghembuskan nafas terakhirnya.
"MAMAH.... HIKSSS bangun mah," tangis Safira, pecah kedua tangannya mengguncang kan tubuh sang ibu.
"Dok, mamah saya baik-baik saja kan? Dok, mamah kita tidak meninggalkan? DOK JAWAB..." teriak Tasya, kesal karena dokter tidak menjawab pertanyaannya.
"Maaf, ibu kalian sudah menaruhkan nyawanya demi anaknya lahir dengan sehat. Karena benturan tubuh beliau begitu hebat ke lantai, jadi beliau harus memilih mana yang harus di selamatkan adik kalian, atau mamah kalian? Dan ternyata beliau memilih melahirkan adik kalian dan mengakhiri hidupnya" jelas salah satu suster.
Dan suster lainnya memberikan bayi yang baru lahir itu kepada Tasya, dengan warna kulit yang masih merah, matanya sangat jernih, bibirnya fink, dengan jenis kelamin perempuan.
Tasya, dan Safira, memandangi adik mereka dengan intens, dan penuh luka, adik yang selama 9bln ini mereka nanti ternyata harus secepatnya berpisah dengan sang ibu dan ayah yang entah di mana sekarang.
Kedua gadis itu menangis tidak tahan dengan keadaan sekarang, hingga air mata kedua gadis itu jatuh mengenai wajah sang adik yang berada di gendongan Tasya.
***
Setelah melamun cukup lama, karena perdebatan suami istri didepan Tasya, gadis itu kembali menggelengkan kepalanya karena seseorang menepuk pundaknya."Tasya Alvandro Dwi," sentak Rian, dari belakang.
"Iya Tuan," kaget Tasya, langsung membalikkan tubuhnya menghadap lelaki yang lebih tinggi dari nya, dengan kepala menunduk takut.
"Apa yang kamu pikirkan?" Tanya Rian, kedua tangannya masuk kedalam saku celananya, pandangan seakan kesal kepada Tasya.
"Tidak Tuan" jawab Tasya, masih menundukkan kepalanya.
"Lalu kenapa dari tadi aku panggil kamu tidak menjawab? Bahkan bi Surti saja sudah mencoba memanggil kamu. Tapi kamu tetap saja bengong atau melamun aku tidak tau?" Cerocos Rian, anak dari majikan Tasya.
"Maaf, Tuan. Sekarang saya sudah di sini, apa yang harus saya lakukan?" Ucap Tasya, hati-hati kepada orang yang menurut Tasya, itu sangat menyebalkan.
"Ambilkan air minum, dan bawa ke kamarku. Dan jangan lupa cemilan juga" perintah Rian, sambil berlalu naik keatas masuk kedalam kamarnya.
"Nk, dari tadi bibi panggil kenapa nk diam saja? Jadi kena omel kan sama Tuan Rian" tanya bi Surti, setelah Tasya, kedapur.
"Gak papa Bi, tadi aku melamun jadinya gak pokus. Lagian di omelin sama tuan yang menyebalkan sudah biasakan. Jadi santai saja" jawab Tasya, simpel sambil membawa nampan yang berisi air putih dan beberapa cemilan untuk tuannya.
.
.
.
Bersambung.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Greatest Helper
FantasíaSeorang gadis bernama Tasya, yang memiliki kehidupan pahit setelah sang ibu meninggal, mempunyai dua adik perempuan yang masih sekolah. segala kebutuhan dua adiknya Tasya, yang menanggung karena dia berpikir dialah kakak yang paling besar. Sampai di...