Bagi Kaea Ghera, Kavin memiliki gangguan Narsistic, dimana seseorang terlalu memuja dirinya sendiri. Kenapa? Sebab setiap kali mereka berada di puncak pertengkaran Kavin selalu saja mengatakan bahwa Kaea menyukainya, bahwa Kaea cemburu akan kedekatannya dengan Janaka, bahwa Kaea ini dan itu. Membuat semua tingkah menjengkelkannya pada Kavin di dsari oleh perasaan lain selain permusuhan.
Pria itu seolah hidup dalam ilusinya sendiri dan Kaea terlalu malas untuk mendebatnya sehingga pergi begitu saja dari Kantin. Kejadian ini tidak sekali dua kali, sudah sering terjadi hingga orang-orang mulai meyakini kebodohan Kavin. Meskipun begitu masih banyak yang percaya bahwa permusuhan di antara mereka terlalu nyata untuk di jadikan sekedar modal dusta.
"Dia itu gila, ya?! Dia pikir dirinya siapa sampai kamu suka sama dia. Kamu juga, Kae. Kenapa diam aja setiap di ngomong begitu?!" Clarinda berteriak kesal setelah keluar dari UKS untuk mengantarkan adek kelas mereka.
"Orang kayak dia makin di debat makin nggak tahu malu –"
"Tapi, dia udah keterlaluan, Kae. Kamu jangan mau diam aja,"
Tiba-tiba saja Kaea berbalik dan menatap Clarinda dengan tajam. "Aku udah berusaha melakukan yang terbaik selama menjadi ketua Gading. Sekarang itu pulihan sekolah ingin mempertahankan orang seperti Kavin atau tidak.
Clarinda seketika terdiam. Kaea tidak perduli akan hal itu dan berlalu menuju rumah keduanya di sekolah ini selain di asrama. Ruang Bimbingan Konseling yang juga merangkap menjadi 'markas' dari anggota Gading selama bertugas.
Di bagian ujung kanan terdapat loker khusus untuk anggota Gading yang ingin menyimpan dokumen penting organisasi. Kaea membuka lokernya kemudian mengambil tumpukan kertas lalu menghempaskannya di atas meja rapat membuat Clarinda menjengit.
"Itu bukti kalau aku nggak diam aja, Clarinda saat dia macam-macam sama aku. Bukan urusan aku lagi kalau guru-guru masih mempertahankan dia karena kepercayaan mereka pada Janaka," ia berujar cepat dan meletakkan kembali tumpukan kertas itu ke dalam lokernya. Kaea berusaha menenangkan dirinya sendiri dengan menghirup nafas dalam lalu menghembuskannya dengan perlahan.
Clarinda terdiam di tempatnya. Bahkan Kaea saja tidak bisa menyingkirkan Kavin dari sekolah ini setelah berhasil mengirim surat skors kepada lebih dari tiga murid karena sikap buruk mereka. Sedangkan untuk Kavin, jangankan surat skors berurusan dengannya saja mungkin sekolah sudah malas. Apa yang dilihat Janaka dari pria tidak tahu sopan santun itu? Masih banyak murid tampan dan setidaknya lebih beretika untuk dipacari.
***
Matahari mulai mersembunyi di balik pepohonan, menimbulkan cahaya keorenan yang indah di sekitarnya. Kehangatannya bercampur dengan sisi lain dari langit yang terlihat menjadi biru gelap yang terkesan dingin.
Asrama putri satu SMA Gadjah Mada terletak tepat sebelum hutan bebas di bagian belakang sekolah. Di berikan nama Diana agar menjadi 'putri-putri' paling istimewa dan bisa dicintai oleh semua orang. Berisi seluruh murid perempuan paling berbakat di Gadjah Mada, tahun ini asrama satu ini hanya diisi oleh 10 orang dari setiap angkatannya. Di kepalai oleh siapa lagi selain seseorang yang dianggap paling superior dalam hal kepemimpinan di sekolah ini, Kaea Ghera Cakradara.
Istirahat adalah bagian terpenting dalam menjaga stamina dan suara seorang penyanyi. Yolanda adalah salah satunya, menjadi bagian dari paduan suara SMA Gadjah Mada membuatnya harus menjaga pita suara. Beberapa saat yang lalu baru saja ia mengambil seliter air hangat dari dapur untuk di ia simpan di kamar, sampai langkahnya berhenti ketika mendengar sebuah teriakan yang tidak biasa dari salah satu kamar asrama lantai tiga.
"Pa! Papa nggak bisa gitu! Aku nggak mau dan nggak akan pernah mau! AKU BISA BAYAR SEMUANYA!!!! TUNGGU SAMPAI AKU MENANG LAGI!!!"
"..."
"Pokoknya aku udah bilang, jangan harap Papa bisa ngubah keputusanku,"
Tepat setelah suara teriakan itu berhenti suara dentuman dan benda pecah pun terdengar. Si pemilik kamar membuka pintunya dengan terburu-buru dan pergi begitu saja tanpa menyadari ada Yolanda yang masih terkejud di belakang pintu yang terbuka.
Perlahan pintu itu tertutup membuat Yolanda dapat melihat siapa orang itu, si pemilik rambut panjang yang tidak mungkin tidak di kenalinya.
***
Madam Hanna mulai memainkan pianonya Clarinda yang berada di ujung ruangan memulai tariannya. Sebuah loncatan indah memulai rasa sakit yang terpancar dari gerakan tubuh dan pandangannya yang berkaca-kaca. Banyak yang berpendapat dari pada menjadi seorang ballerina perempuan berwajah mediteran itu lebih cocok untuk menjadi seorang artis tetater atau film layar lebar.
Seluruh anggota tubuhnya bergerak dengan sangat lincah dan tepat sesuai dengan ketukan. Semakin musik menuju akhir penampilannya semakin menggila, mulai mengelilingi ruang latihan dengan berputar cepat serta tagannya yang terus bergerak hingga akhirnya ia jatuh tersungkur. Mengakhiri penampilan luar biasanya.
Suara teput tangan memenuhi studio tari. Madam Hanna berdiri lalu memeluk Clarinda seolah ia adalah anaknya sendiri. "Luar biasa, Clarinda," puji Madam Hanna.
Sebelum kembali ke tempatnya Clarinda pun memberikan penghormatan terakhirnya.
Waktu berlalu dengan cepat dan kini Clarinda tengah mengambili barang-barang dari loker studionya. Seseorang datang dari belakang dan duduk di kursi yang berada tepat di belakang Clarinda.
"Penampilan lo tadi bagus. Aku yakin pementasan bulan depan akan lebih jauh dari kata sukses,"
Clarinda berbalik dengan semangat, menatap ke arah Kaea. "Kamu yakin?!"
"Setelah menang America Grand Prix kamu masih ragu?" balas Kaea membuat Clarinda tersenyum merona. Clarinda kembali mengingat saat tahun lalu dimana ia memenangkan kejuaraan itu, membuatnya dikenal sebagai seorang ballerina muda yang sangat berprestasi.
Begitu selesai berberes mereka pun memutuskan untuk kembali ke asrama. Karena sudah malam, lorong-lorong menjadi sangat sepi. Alasan Kaea berada di sekolah selain menunggu Clarinda adalah karena ia harus mengawasi kepanitian acara pementasan tahunan, ini adalah balasan karena ia yang menolak menjadi ketua panitia tahun ini.
Dari ujung lantai satu tempat ruang kepala sekolah berada sayup-sayup mereka mendengar suara koper yang di gerek oleh seseorang. Tidak lama setelahnya kepala sekolah mereka, Mr. Anthony Gregory muncul bersama dengan seorang perempuan asing mengikutinya dari belakang.
"Kaea Ghera!"
"Yes, sir. Is there any problem with the event preparation?"
*Ya, Pak. Apakah ada masalah dengar persiapan acarannya?
Mr. Anthony menggeleng, "Tidak, kamu melakukannya dengan baik meski saya masih sedikit kecewa karena kamu tidak ingin menjadi ketuanya tahun ini. Kamu yakin tidak akan merubah keputusan?"
Kaea berusaha untuk tersenyum tulus, "Sir, anda tahu saya. Saya tidak pernah melakukan hal yang plin-plan," balasnya dengan nada ramah namun terkesan tajam.
"Ah, baiklah kalau begitu. Kaea, sebagai ketua Asrama Diana sekaligus murid paling berpengaruh di sekolah ini,"
Murid paling berpengaruh, kenapa bukan ketua OSIS saja kalau begitu? Tentu saja Kaea bisa menjadi ketua OSIS, kalau saja ia tidak menolak tawaran itu mentah-mentah.
Mr. Anthony pun melanjutkan, "Saya ingin mempercayakan kamu untuk membimbing murid baru yang saya yakini akan menjadi kebanggaan di SMA kita. Silahkan perkenal dirimu Moza,"
Perempuan berambut coklat terang yang sedari tadi bersembunyi di balik Mr. Anthony akhrinya menampakkan dirinya. Ia tersenyum sangat ramah hingga Clarinda yang biasanya sangat jutek dengan orang baru ikut membalas senyumannya tapi, tidak dengan Kaea Ghera. Ia tetap memasang wajah datarnya, bagi Kaea senyuman yang setulus itu tidak akan pernah ada. Ada yang aneh dengan murid satu ini.
"Hai, perkenalkan, namaku Moza Wirdatya,"

KAMU SEDANG MEMBACA
EGLANTINE
Mystery / ThrillerKaea, Janaka, dan Kavin Ada lingkaran terkutuk yang membuat mereka terus saja terlibat satu sama lain. Kaea yang ingin menyeret Kavin keluar dari sekolah tercintanya, Kavin yang tidak pernah berhenti membuat masalah, dan Janaka yang akan selalu ada...