Leonard menghempaskan tubuhnya di atas kursi kebesarannya, ia meletakkan ponsel mahalnya di atas meja kerjanya sendiri.
Leonard memijat batang hidungnya yang lagi-lagi terasa nyeri. Sudah mulai bosan dan jengkel dengan permintaan Isabella yang itu melulu mendinginkannya menikah. Ia lelah mendengar rengekan dari sang mommy-nya—bagaimanapun hatinya sudah terpatri kepada gadis lima tahun yang lalu itu, sudah terjerat sangat dalam kepada gadis yang belum di ketahui identitasnya itu. Tapi sudah berani menarik Leonard terlalu jauh dari yang semestinya.
"Sir," Carlos yang ada di luar mengetuk pintu terlebih dahulu.
"Masuk." jawab Leonard dari dalam
Lalu muncullah Carlos, seraya membungkukkan badannya dengan sopan. Guna menghormati Leonard selaku atasannya sendiri.
"Bagaimana. Apakah sudah ada informasi tentang gadis di bandara itu." Tanya Leonard tak sabaran.
"Maaf sir. Tapi Orang kami masih belum berhasil menemukan keberadaan gadis itu." ucap Carlos, menundukkan kepalanya takut. Atmosfer di ruangan ini terlalu mendominasi.
Bola mata Leonard menajam dengan sangat mematikan, tangannya mengepal dengan kuat—sampai buku-bukunya memutih, menandakan Leonard tengah amat marah kini.
Brak!
Mata tajamnya tak sedikitpun ia alihkan dari Carlos. "Tidak becus! Mencari satu informasi dari seorang gadis saja kau masih tak bisa. Lalu untuk apa kau datang kemari jika tidak ada hasil apapun, dasar bodoh." murka Leonard. Membuat Carlos mata kutu di tempatnya.
"Maaf, sir. Tapi mencari informasi gadis itu tanpa identitas yang jelas sangat menyulitkan orang kami." sanggah Carlos yang membuat senyum getir Leonard tercipta.
"Maka dari itu kalian cari sampai gadis itu memiliki identitas yang jelas. Untuk apa aku menggaji kalian mahal, jika mencari hal sekecil ini saja kalian kepayahan." sarkas Leonard.
"Tapi, sir—" Carlos langsung bungkam kala Leonard mengangkat tangannya, pertanda jika Leonard tak ingin mendengar alasan apapun lagi dari mulut Carlos.
"Aku tak ingin mendengar apapun alasan dari mulutmu, Carlos." gumamnya, lalu mendelik tajam ke arah Carlos. "Karena aku ingin hasil dari kerjamu, malam ini juga." ucap Leonard final.
Carlos mengangkat kepalanya, ingin menyela tapi ia tak punya kuasa. Dan akhirnya Carlos hanya mengangguk paham.
Leonard mengalihkan pandangan ke arah ponselnya, lalu mengambilnya dan bertanya kepada Carlos tanpa menatap kepadanya. "Apakah hari ini aku memiliki jadwal?"
Merasa ditanya, Carlos langsung melirik jam di pergelangan tangannya. Lalu menatap Leonard yang masih fokus ke layar ponsel. "Jam delapan nanti ada janji temu dengan instansi pemerintahan di hotel stay hotel Ramos."
Leonard menyatukan alisnya, lalu mengangguk. "Baiklah. Siapkan pakaian formal yang baik untukku."
"Baik, sir." patuh Carlos. "Jika tak ada yang anda butuhkan lagi, saya pamit undur diri, sir."
Leonard mengangguk, lalu Carlos pun berlalu meninggalkan ruangan.
••••
Waktu terus berjalan dan terus berdenting dengan semestinya, jarum jam sudah menunjukkan ke arah angka tujuh. Yang artinya sudah waktunya Leonard pergi menghadiri pertemuan itu di Stay hotel Ramos. Salah satu hotel yang menyediakan restoran terbesar di Amerika serikat.
Tok...tok...tok...
"Masuk." gumam Leonard dari dalam.
Dan muncullah Carlos, mengenakan baju formalnya untuk menemani atasannya di acara pertemuan penting ini.
"Sir, sudah waktunya pergi ke pertemuan."
"Hmm," gumam Leonard seraya langsung berdiri, membetulkan letak dasi dan jasnya yang sempat terlipat.
Leonard mendahului langkahnya, meninggalkan Carlos di belakang sana. Dan Carlos pun mengikuti dari belakang, sembari melirik jam di tangannya—memastikan jika tuannya tidak akan telat di pertemuan penting ini.
Sopir yang sudah menunggu di pelataran mansion Rayan pun menunduk hormat, Lalu membukakan kursi penumpang untuk mempersilakan Leonard masuk.
"Pertemuan di SHR." ucap Carlos memberi tahu sang sopir.(singkatan SHR adalah Stay Hotel Ramos)...😊
Sopir mengangguk paham. "Baik, sir." Lalu Carlos pun masuk ke dalam kursi penumpang di samping Leonard.
Dan mobil pun perlahan berjalan, meninggalkan pelataran mansion menuju tempat pertemuan.
Beberapa menit menempuh perjalanan. Akhirnya mobil mewah milik Leonard terparkir apik di sebuah restoran yang di janjikan tersebut. Carlos lebih dulu keluar untuk membukakan pintu untuk Leonard, dan Leonard pun keluar dengan aura dominannya. Tangannya bertengger sejenak untuk membenari tatanan dasinya, lalu ia melangkah lebih dulu di susul Carlos di belakangnya.
Leonard lebih dulu di sambut dengan senyuman ramah dari seorang pramusaji. "Selamat malam Mr. Rayan. Ruangan sudah di observasi dan tamu sudah menunggu di atas. Mari ikuti saya Mr."
Leonard mengangguk pelan, lalu mengikuti pelayan tersebut. Yang mengantarkannya di sebuah ruangan private dengan kelas VVIP.
"Maaf terlambat dan membuat menunggu Mr. William." ucap Leonard, seraya mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan.
"Tidak masalah Mr. Rayan." jawabnya dengan ramah.
Lalu Leonard menarik salah satu kursi di sana. Mendudukkan bokongnya dengan gerakan menawan.
"Apakah saya bisa lebih dulu memulainya Mr. Wiliam?" tanya Leonard, yang langsung di beri anggukan setuju dan mempersilakan. "Tentu Mr. Rayan. Silakan." jawabnya dengan senyuman ramah.
Pertemuan dengan instansi pemerintahan pun berjalan lancar dan semestinya. Kerjasama yang di ajukan Leonard untuk menyalurkan beberapa alat-alatnya pun di terima baik. Leonard meminta kerjasama dengan instansi pemerintahan hanya guna mempromosikankan produknya saja, alih-alih untuk langsung mengekspornya ke luar negeri. Dan pertemuan yang di akhiri makan malam pun selesai tanpa ada kendala sedikitpun.
"Saya merasa tersanjung Mr.— ketika Mr. William menyetujui pertemuan ini." ungkap Leonard dengan hati yang berbahagia.
"Oh tidak Mr. Rayan. Karena sejatinya saya yang tersanjung karena Mr. Rayan yang turun langsung atas kerjasama baik ini."
"Itu tidak masalah, Mr. Wiliam." balas Leonard dengan senyuman yang tidak ingin mengesankan kepada koleganya bahwa pertemuan amat sangat buruk.
Dan basa-basi yang berlangsung antara Leonard dan tuan Wiliam pun berakhir. Menyisakan Leonard sendiri dan Carlos.
"Aku ingin ke kamar sejenak."
"Baik, sir."
Dan Leonard pun beranjak, mengancing kemejanya yang sempat ia buka. Leonard melangkahkan kaki panjangnya menuju kamar mandi yang tidak jauh dari ruang private.
Leonard terus melangkahkan kakinya, menyipitkan matanya kala seorang wanita berjalan terburu-buru dengan menundukkan kepalanya. Sembari menjinjing dresnya yang sepertinya terkena tumpahan minum. Dan tepat sekali—saat wanita itu berjalan terburu-buru tanpa melihat keadaan sekitar. Kepala wanita itu tepat terbentur di dada bidang Leonard, membuat wanita itu meringis pelan dan mendongak dengan mata birunya yang terlihat sangat tak asing di ingatan Leonard.
"Aww—maafkan saya, sir." ucap Laura
Deg.
Jantung Leonard bagaikan berpacu layaknya kuda saat mendengar suara lembut itu.
_Suara itu_. Batin Leonard
...
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Dan Rahasia (On Going)
RomanceCinta pandangan pertama pada umumnya memang terdengar klise di pendengaran kaum muda jaman sekarang. Tapi tidak lain dengan seorang Leonard Lincoln Rayan, seorang pengusaha muda yang namanya sudah melegenda di daratan Asia-Eropa di bidang teknologi...