Sebaik-baiknya seorang wanita adalah yang mampu menjaga auratnya dari lelaki yang bukan mahramnya.
// About Readiness //
Saat bel pulang sekolah berbunyi, Ayra buru-buru memasukkan semua alat tulisnya ke dalam tas, bahkan salah satu pulpennya jatuh ke lantai akibat terlalu tergesa-gesa. Bintang yang memang duduk tepat di samping Ayra hanya bisa menggeleng pelan melihat tingkah sahabatnya itu.
"Santai aja, sih, Ra. Lo nggak akan ketinggalan buat nonton Kak Akhtar latihan futsal," tegur Bintang seraya ikut memasukkan buku juga pulpennya ke dalam tas.
"Aku tahu, tapi sebelum ke lapangan nanti, kita harus ke kantin dulu beliin minum buat Kak Akhtar," ujar Ayra sembari memasang ranselnya setelah semua alat tulisnya masuk ke dalam tas.
Bintang ikut berdiri saat Ayra juga berdiri. "Buat Kak Akhtar doang? Kak Al lo nggak beliin?" tanya Bintang seraya memakai ranselnya juga, tetapi hanya satu yang ia sampirkan di bahunya, ciri khas seorang Bintang.
"Kak Al, kan bisa beli sendiri," jawab Ayra acuh.
Bintang memutar bola matanya malas. "Lo pikir Kak Akhtar nggak bisa beli minum sendiri juga?"
"Ya udah, sih, Bi. Udah ah, ayo! Nggak usah banyak ngomong." Ayra segera meraih tangan Bintang dan menariknya untuk keluar kelas menuju kantin.
Setelah membeli satu air minum botolan di kantin, Ayra dan Bintang segera menuju lapangan futsal. Saat tiba di sana bertepatan juga dengan itu semua pemain futsal sudah mulai latihan. Karena memang minggu depan ada sparing antara SMA Nusa Bangsa dengan SMA Garuda.
"Ayo buruan, Bi kita ke depan. Entar keburu banyak orang!" seru Ayra begitu bersemangat, lalu kembali menarik tangan Bintang untuk berlari kecil menuju salah satu tempat yang memang selalu mereka tempati untuk menonton kakak kelasnya itu latihan futsal.
Walau hanya latihan, tetapi lapangan futsal cukup ramai, bahkan kebanyakan penontonnya lebih dominan kaum hawa. Tentu saja ada banyak siswi yang menyempatkan diri untuk menonton, karena bisa dibilang hampir semua pemain futsal memiliki ketampanan di atas standar.
Di saat Ayra sibuk bersorak meneriaki nama Akhtar seperti beberapa siswi lainnya, maka lain halnya dengan Bintang yang justru duduk santai sembari memainkan ponselnya. Sekalipun atensi wanita bermata sipit itu tidak teralihkan dari ponselnya. Karena memang Bintang tidak terlalu tertarik menonton, dia hanya sekadar menemani Ayra untuk menonton.
Ayra segera mengambil air mineral yang tadi dibelinya setelah melihat para pemain futsal melipir ke pinggir lapangan. Dengan semangat Ayra pergi begitu saja meninggalkan Bintang yang masih fokus dengan ponselnya. Gadis bermata bulat itu bahkan berlari kecil melewati lapangan agar cepat tiba di sana.
"Kak Akhtar!" serunya dengan senyum yang merekah sempurna di bibir kecilnya.
Akhtar menoleh. "Kenapa, Ay?"
Senyum yang tadinya merekah di bibir Ayra, seketika tergantikan dengan senyum yang sengaja dia tahan lantaran mendengar Akhtar menyebut namanya dengan kata 'Ay'. Lalu, detik berikutnya tanpa dia sadari pipinya mulai bersemu.
"Ini air minum buat Kak Akhtar," ujar Ayra dengan pipi yang masih terlihat bersemu, seraya menyodorkan air mineral itu.
Akhtar menatap air mineral yang Ayra sodorkan. "Terima kasih. Padahal kamu nggak perlu repot-repot, Ay," ujar Akhtar, lalu menyambut air mineral yang Ayra sodorkan.

KAMU SEDANG MEMBACA
About Readiness
SpiritualSpiritual-fiksiremaja "Maaf, aku nggak bisa kayak Sayidah Fatimah yang bisa tahan dengan cinta diam-diamnya kepada Ali bin Abi Thalib. Aku juga tidak seberani Bunda Khadijah yang melamar Rasulullah lebih dulu ... yang kubisa hanya menjadi seperti Zu...