"Ayo kemari, aku membuatkan sup labu kuning untukmu, makanlah selagi hangat."
Yagra membalik badan untuk melihat anak itu, senyumnya semakin jelas saja terlihat di hari yang cerah ini. Pakaian yang dikenakannya juga... terlampau sederhana. Yagra kembali memikirkan kehidupannya selama ini. Walau dia tidak pernah benar-benar mendapat kasih sayang dari kedua orang tuanya, dia masih diberikan kehidupan yang layak. Pakaian, makanan, dan sekolah. Tidak ada satupun yang perlu dicemaskannya. Tapi lihatlah anak ini, di tengah-tengah kekurangan itu, dia masih selalu menampilkan senyum cerahnya. Seolah tak ada sedikit pun beban yang menyulitkannya.
Yagra berdiri dengan kaki telanjangnya, berjalan ke tempat Yizhen menyajikan makanan. Dia melihat ke sekeliling lalu bertanya, "Di mana kakekmu?"
Mereka berdua duduk bersila saling berhadapan. Yizhen pun mendekatkan mangkuk sup ke arah Yagra. "Dia pergi mencari Zuya yang menghilang sejak kemarin malam."
"Zuya?" Yagra bertanya heran.
"Kucingku," jawab Yizhen. "Kalau malam kakek tidak bisa melihat dengan jelas, makanya aku yang mencari tapi justru menemukanmu. Sekarang kakek yang mencarinya."
"Oh...." Yagra mulai menyuapkan sup itu ke mulutnya.
Lidahnya yang sudah terbiasa dengan makanan dan jajanan mewah selama ini seketika agak terkejut. Dilihat dari luar, tampilannya begitu sederhana tapi begitu kuah bening itu terasa begitu lembut kala menyentuh lidahnya. Labu kuningnya juga tampak sangat segar seolah baru di petik langsung. Makanan ini sebenarnya biasa saja, tapi entah kenapa dia merasa sangat menikmatinya.
Melihatnya terdiam setelah mencicipi sesendok, Yizhen bertanya takut-takut, "Apa rasanya tidak enak?"
Yagra menggeleng. "Tidak-tidak, aku hanya bertanya-tanya, labu ini sangat segar, apa ini baru dipetik?"
"Benar, aku memetiknya tadi subuh. Kakek dan aku punya kebun tidak jauh dari sini, apa kau ingin melihat?" Tiba-tiba Yizhen teringat, "Oh aku lupa, kau pasti ingin segera kembali ke rumahmu, kan? Cepatlah habiskan makananmu, aku akan mengantarmu sampai ke perbatasan kota."
Yagra langsung meletakkan sendoknya lagi, seolah kehilangan nafsu makan ketika mendengar kata 'rumah'.
Dia berkata lirih, "Sebenarnya aku ... tidak ingin pulang."
Yizhen menelan dengan paksa makanan di tenggorokannya, bertanya heran, "Kenapa?"
"Aku benci rumahku." Dia menatap Yizhen dengan memelas. "Maukah kau menampungku beberapa hari lagi? Aku... aku janji akan membantu mengerjakan pekerjaan rumah, aku janji tidak akan merepotkan! Makanku juga tidak banyak, jangan khawatir."
Yizhen balas menatapnya sendu. "Aku tidak tahu apa masalahmu di rumah, dan aku tidak akan ikut campur. Tapi .... " Dia tiba-tiba tersenyum cerah. "Tentu saja aku akan sangat senang. Kau boleh tinggal selama apapun kau mau, Yagra."
Mata Yagra sangat berbinar mendengarnya. "Terima kasih, Yizhen."
Yizhen sangat bahagia, matanya sampai menyipit berbentuk bulan sabit. Belum pernah seumur hidupnya dia akan menyangka mendapatkan teman sebaya yang menjadi teman bermainnya di kedalaman hutan yang sunyi ini.
Tiba-tiba seekor kucing putih melompat masuk dari pintu luar, naik ke atas pangkuan Yizhen dan menggosokkan bulunya yang lembut ke perut Yizhen.
"Ini Zuya?" tanya Yagra menatap kucing cantik itu takjub.
"Iya, cantik, kan? Zuya lihat, aku punya teman baru, dia adalah Yagra."
Kucing putih itu menggeliat-geliat di pangkuan Yizhen sebelum akhirnya menatap Yagra. Dia pun turun, lalu berjalan ke arah anak itu. Melakukan hal yang sama dengan yang dilakukannya pada Yizhen tadi.
"Hahaha, dia menyukaimu, Yagra. Eh, di mana kakek, Zuya?"
Zuya mengeong sekali. Seketika suara pria tua menyahut setelah itu, "Kakek datang!"
Yizhen membalik badannya. Melihat kakeknya yang datang dengan satu tandan pisang yang setengahnya sudah menguning. Dia pun bersorak, "Wah, Kakek mengambilnya dari kebun?"
"Iya. Ini, makanlah." Kakek itu pun meletakkan ke tengah-tengah dua anak laki-laki itu satu sisir pisang yang seluruhnya sudah matang.
Sambil mengunyah pisang di mulutnya, Yizhen bertanya, "Di mana kau temukan Zuya, Kek?
Kakek itu juga ikut duduk bersama mereka berdua, dia menjawab, "Kakek melihatnya di sungai, seperti biasa bermain dengan ikan." Tangannya seketika terulur ke kepala Yizhen, mengelus rambutnya. "Kenapa Yizhen tampak bahagia sekali? Ada apa?"
Yizhen pun menceritakan tentang Yagra yang ingin tinggal bersama mereka. Ketika bercerita, wajahnya terus memerah saking bahagianya. Kakeknya bahkan sampai terheran-heran melihat anak yang biasanya pendiam itu begitu berbeda kali ini.
Setelah bercerita, Yagra tiba-tiba menyela. "Tapi, ada satu hal yang kucemaskan."
"Apa itu, Nak?" tanya si kakek. Dia sama bahagianya dengan Yizhen saat tahu bahwa mereka akhirnya mempunyai anggota keluarga baru.
Yagra menatap kedua orang itu bergantian. "Aku takut, ayah dan orang suruhannya pasti akan segera menemukanku di tempat ini. Aku juga takut ... akan melibatkan kalian nantinya. Ayahku adalah orang yang sangat kejam, dia tidak punya hati."
Yizhen sempat menahan napas saat menunggu penuturan Yagra barusan. Berpikir itu adalah suatu hal yang membuatnya batal untuk tetap tinggal. Namun akhirnya dia hanya menghela napas, berkata dengan riang, "Oh, tidak usah cemas! Kau tahu? Sini-sini, aku akan memberitahumu sebuah rahasia." Yizhen duduk mendekatinya dan berlagak seperti membisikkan sesuatu ke telinga Yagra. "Kakek kita ini punya kekuatan sihir. Dia bisa membuat tabir cahaya supaya tak ada seorang pun yang berniat jahat bisa masuk ke hutan ini. Dia sudah memasangnya di seluruh sudut hutan ini selama ini. Aku yakin dia juga pasti bisa membuat tabir yang akan menghalangi orang rumahmu untuk datang kemari."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lentera Bersinar di Malam Hari
FantasyYagra hanyalah anak yang dilahirkan sebagai penyambung hidup kakaknya, dia hanyalah tumbal untuk mendapatkan kesembuhan anak kesayangan orangtuanya itu! Jika saja dia diberi kesempatan untuk memilih, dia tak akan pernah sudi untuk dilahirkan ke duni...