1

9 0 0
                                    

Cahaya keemasan menyelinap diantara sela-sela tirai besar nan megah, memberi sedikit penerangan didalam ruangan tersebut. Samar-samar, aroma menyegarkan dari lilin terapi tersebar keseluruh ruangan, membuat seorang wanita muda terbangun ditengah perasaan aneh seperti telah tertidur untuk waktu yang lama.

Wanita itu tertegun, sambil mengusap mata ia mengamati sekitarnya. Tidak ada penerangan di ruangan ini selain beberapa lilin, tetapi dia bisa memastikan bahwa ruangan ini sangat luas dan penuh dengan perabotan mewah yang terkesan klasik. Ada banyak vas bunga berukirkan emas, serta lukisan-lukisan kuno bergaya abstrak, bahkan selimut yang membuatnya merasa hangat itupun terbuat dari bulu-bulu mahal vikuna.

Bagaimana bisa ia terbangun di ruangan yang samasekali asing dan mewah ini?

Di detik selanjutnya, wanita itu menyadari satu hal, bahwa ia tidak memiliki ingatan tentang siapa dirinya maupun dimana kini ia berada. Kengerian yang nyata tiba-tiba saja hinggap ke tengkuk leher, membuat udara terasa berat dan keringat dingin menetes di dahinya. Ia memejamkan mata sambil berusaha menenangkan diri, ia harus mengingat sesuatu.

kemudian sekilas ingatan samar terlintas dikepalanya, saat dirinya memakai pakaian rapi dan memasuki benda bernama kereta. Ada banyak orang berlalu-lalang disekitarnya, juga bangunan yang menjulang tinggi. Dia bisa menggambarkan tempat itu, namun sekeras apapun wanita itu mencari, ia tidak bisa menemukan ingatan mengenai identitas dirinya seolah potongan itu menghilang begitu saja tanpa jejak.

Kepalanya tertunduk lemas, membuat helaian rambut berwarna pirang kecoklatan menutupi pandangannya. Ia menyentuh helaian rambut itu dan terkejut ketika menyadari bahwa rambut itu terlihat sangat asing, sama halnya dengan tangan berjari panjang dan pucat itu.

Ia menyibak selimut dan segera berlari dari tempat tidur untuk mencari cermin di ruangan tersebut.

Wanita itu mendapati cermin berbingkai perak di pojok ruangan, cermin itu memantulkan wajah yang tidak dikenalnya. Meskipun ia tidak ingat bentuk wajahnya dulu, ia yakin ketika menatap wajah didepannya yang memancarkan kecantikan sayu: wajah sepucat batu giok putih, netra ungu menghipnotis, lalu rambut sewarna almond yang menutupi pinggang itu, bukanlah miliknya.

Ia merasa tertekan sekaligus terpana ketika melihat wajah asing dihadapannya itu, apa yang sebenarnya terjadi?

Selama memikirkan banyak hal, tiba-tiba saja ia dikejutkan oleh suara langkah kaki diikuti dengan ketukan pintu.

Ketika pintu berdaun dua itu dibuka tampak seorang gadis berpakaian pelayan datang dengan nampan ditangannya. "Selamat pagi Nona, hari ini tuan Duke sudah kembali ke kediaman, jadi beliau menyuruh Nona untuk ikut makan malam. Sebaiknya anda segera memakan sarapan anda." Gadis itu tersenyum, bola matanya yang berwarna kecoklatan memberi kesan ramah.

Tunggu, makan malam apa? Tidakkah gadis muda ini menyadari bahwa ia adalah orang yang berbeda?

Wanita itu terdiam dengan wajah tegang, membuat gadis berpakaian pelayan itu khawatir. "Nona, apakah anda baik-baik saja?"

"Aku baik-baik saja.."

"Kalau begitu saya akan menaruh sarapan Anda." Ucap gadis itu lalu menaruh nampan berisi makanan di meja, namun gerakannya terhenti dan pekikan tertahan keluar dari mulutnya "Ya ampun Nona! Kenapa pisau makan ini ada dilantai? Apakah anda terluka?"

Wanita itu menengok ke sisi ranjang, memang benar ada sebuah pisau kecil yang dikhususkan untuk memotong daging tergeletak disana. Ia tidak menyadari keberadaan pisau itu sedari tadi.

"Sepertinya saya menjatuhkannya saat mengantarkan makan malam kemarin. Maafkan kelalaian saya Nona." Gadis itu tertunduk lesu.

Wanita itu tidak tahu-menahu dan tidak peduli dengan keberadaan pisau itu, hal yang lebih penting baginya ialah menemukan identitas tubuh ini dan mengungkap apa yang sedang terjadi pada dirinya. Ia dilanda ketakutan yang lebih besar jika seumur hidup dia harus terjebak dalam situasi membingungkan ini.

The Downhearted LadyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang