Di sebuah taman di Rumah sakit Harapan Bunda, dua anak lelaki seumuran berusia sepuluh tahun sedang bermain bersama.
"Yiboku lihatlah! Ada semanggi berkelopak empat, ini sangat langka bisa mengabulkan permintaan," kata sean bersemangat memperlihatkan semanggi yang dia temukan.
"Itu hanya tahayul, mana bisa rumput mengabulkan permintaan," Yibo sama sekali tidak percaya.
"Katakan saja permintaanmu, tidak ada salahnya mencobanya khan?" Sean memaksa "Baiklah, kalau kamu memaksa, permintaanku adalah semoga kita bisa bersama selamanya," kata Yibo
"Bersama selamanya?" Sean mengulangi perkataan Yibo."Iya, seperti sekarang kita akan selalu bersama selamanya," Yibo mengulanginya lagi.
Wang Yibo adalah pasien penyakit jantung di Rumah sakit Harapan Bunda, sedangkan Sean adalah anak dari seorang pasien yang juga memiliki penyakit jantung.
Setiap hari si kecil Sean akan kerumah sakit untuk menjenguk sang bunda lalu Sean akan pergi ke bangsal milik Yibo untuk bermain dengannya.
Yibo tidak dapat bermain dengan bebas seperti anak lain seumurannya, Yibo tidak boleh berlari tidak boleh menari tidak boleh melakukan aktivitas fisik apapun.
Sebaliknya Sean adalah anak yang aktif suka menari, suka berlarian kesana kemari, tapi mereka tetap menjadi sahabat walaupun dengan begitu banyak perbedaan.
"Yiboku lihatlah," Sean membawa kepik di dalam genggamannya untuk diperlihatkan kepada Yibo.
"Apa itu?" Yibo penasaran dan ingin melihat isi genggaman tangan Sean.
Ketika membuka tangannya di depan mukanya Yibo, tiba tiba saja Kepik itu terbang ke hidung Yibo membuatnya kaget bukan kepalang, "Aaaaa."
Yibo langsung pingsan seketika itu Sean menjadi panik, "Yibo! Kau tak apa apa?"Maksud hati ingin menyenangkan sahabatnya tapi kenyataannya malah penyakit jantung Yibo kumat dan harus dibawa ke ruangan Instalasi gawat darurat.
Para perawat kini tengah sibuk memasangkan alat penunjang kehidupan ke tubuh kecil Yibo yang terkulai lemah, Sean jadi merasa bersalah karena tindakannya berakibat fatal bagi Yibo sahabatnya.
***
Sudah dua hari sahabatnya belum keluar dari IGD, Sean menjadi cemas.
Setiap hari dia
berdiri di depan ruangan yang tidak boleh dimasuki kecuali dokter dan perawat itu."Sean sedang apa kamu disitu?" nenek Sean datang menjemputnya.
"Sean ayo kita ke tempat ibumu," nenek Sean mengajak ke ruang perawatan ibunya.
Di ruangan ibunya ternyata sudah berkumpul sanak saudaranya, mereka menatap Sean dengan sedih.
"Ada apa? Kenapa ramai sekali disini?" Sean masih tidak mengerti apa yang terjadi.
Nenek Sean membawanya untuk mendekat ke ranjang ibunya.
"Bicaralah dengan ibumu sayang."
Sang ibu sudah sangat lemah, napasnya sudah tersengal sengal, Sean merasa takut tapi dia berusaha untuk bicara dengan ibunya, "Ibu ini Sean, apa ibu mencariku?"Ibunya menoleh ke arah Sean anaknya dan berkata, "Maaf, selama ini ibu tidak bisa merawatmu dengan baik."
Ibunya menangis lalu berkata,"Kamu harus mandiri mulai dari sekarang, tidak boleh terlalu banyak bermain, bersikap patuhlah kepada nenekmu."
"Baik ibu, Sean akan patuh, tapi ibu jangan tinggalkan Sean, ibu harus sembuh," Sean masih terlalu lugu untuk menerima kenyataan.
"Maafkan ibu nak, akh ... akh ... akh ... .," Nafas sang ibu semakin pendek, nenek langsung mengajak Sean keluar ruangan.