Jaemin. Laki-laki yang kini berjongkok di samping sebuah pusara yang masih basah. Memperhatikan bunga-bunga yang terlihat masih segar di depan nisannya.
"Kenapa lo tega sama Heeseung?"
Ingin rasanya dia marah, ingin rasanya dia memaki-maki Jay, jika saja dia bangun dari tidur panjangnya dan kembali diantara mereka. Menatap pusara itu dengan rasa kecewa yang teramat besar, dia benar-benar tak mengira semua ini akan terjadi begitu saja.
"Gue pikir kalian bisa ganti posisi kita. Gue pikir kalian bisa ngasih dia kebahagiaan yang semestinya dia dapet dari semesta, tapi ternyata kalian ngga jauh beda, sama-sama bawa luka." Ucapnya.
Dia tak tau harus menyalahkan siapa disini. Dia dan teman-temannya? Jay dan yang lainnya? Atau bahkan semesta yang telah membuat semua rencana.
"Gue kasian liat Heeseung. Kenapa takdir hidupnya berat banget? Jujur aja Jay, kalo gue di posisi dia mungkin gue udah bunuh diri dari dulu." Ternyata manusia sebaik Heeseung itu masih ada, contohnya Heeseung sendiri.
Dia sanggup menjalani semuanya, berbekal kata sabar, sabar, dan sabar. Selalu percaya bahwa luka itu akan segera berlalu. Memang lukanya perlahan-lahan berlalu, tapi berlalunya luka itu akan digantikan dengan luka yang baru.
Ibarat matahari yang kehilangan langit tempatnya untuk selalu terbit. Heeseung seperti kehilangan arah, dia bingung harus memulai dari mana lagi, dia tak tau tempat untuknya memulai, karena dia takut menghadapi akhir yang akan dia temui nanti.
Karena setiap luka semesta yang dia temui itu pasti muncul di akhir cerita.
"Gue yakin, sekarang lo pada lagi dicaci maki sama Jeno diatas sana." Jaemin terkekeh, lebih tepatnya tawa jahat. Bahkan dia sudah tau Jeno pasti akan merasa kecewa.
"Kalian dengan mudah masuk ke kehidupan Heeseung, terus kalian pergi gitu aja. Udah ceritanya penuh luka malah berakhir duka lagi."
Ingin rasanya Jaemin berteriak, memaki-maki Jay dan yang lainnya, jika saja Jay ada didepannya sekarang, mungkin wajah berahang tegas itu sudah menjadi sasaran empuk nya.
"Awalnya gue pikir gue yang paling jahat sama Heeseung, tapi setidaknya gue ngasih luka yang bisa gue sembuhin. Gue minta maaf sama dia, terus berhubungan baik lagi sama dia. Lah kalian?"
"Luka kehilangan yang kalian kasih? Siapa yang bahkan nyembuhin? Kalian itu sama aja kek Jeno tau ngga? Asal lo tau, gue sampek sekarang masih marah sama tu anak."
Jika saja ada orang yang melintas disana dan melihat Jaemin yang berjongkok sembari mengobrol dengan gundukan tanah. Terlihat aneh tapi jujur ini membuatnya tenang.
Jaemin lebih senang berbicara seperti ini. Dia tak suka curhat kepada orang lain, bahkan seseorang yang sudah dia percayai sekalipun. Semua ocehanya akan berakhir didepan tembok atau makam Jeno. Tapi sekarang tempatnya untuk mengoceh bertambah, di makam Jay.
"Udah lah, gue cabut. Tapi kalo dipikir-pikir gue ngomong kek sama orang biasa, ya? Ngga ada sopan-sopannya. Tapi gue ngga peduli, orang Jay yang gue kenal masih Jay yang sama. Cuma udah beda alam aja."
Jaemin benar-benar tak mengerti perasaan orang-orang yang sedang menangisi kepergian Jay sekarang. Dan dengan mudah dia bilang 'cuma udah beda alam aja.' jangan gitu atuh, nanti kalo Jay ngambek kamunya dijemput, mau?
"Ih! Amit-amit, gue belum nikah! Jangan jadi mayat dulu." Dia memohon untuk apa yang di tulis tak terjadi kepadanya.
Perlahan-lahan, langkah itu benar-benar berjalan menjauh dari pemakaman. Meninggalkan orang-orang yang pernah ada disampingnya. Termasuk sahabat terbaiknya, Jeno.
Lo pada tau ngga? Ini tuh masa depan yang sesungguhnya. Mau setinggi apapun kasta atau jabatan lo di masa depan. Jangan pernah lupa kalo lo bakalan berakhir ditanah juga.
*****
"Seung, ayo makan dulu."
Heeseung masih duduk termenung di depan televisi yang menyala. Berkali-kali Haechan menyodorkan sesendok makanan kepadanya, namun lelaki itu bahkan tak berkutik sekalipun.
"Seung, makan dong. Nanti kalo lo ngga makan, gue yang habisin!"
"Enak aja lo!" Haechan memelototi Chenle yang baru saja berucap. Dia tau benar bahwa Chenle hanya berusaha mencairkan suasana, namun Heeseung masih termenung. Tak berkutik sedikitpun.
"Heeseung," sepertinya ini menang harus diselesaikan dengan perasaan. Heeseung masih terpukul atas kepergian teman-temannya.
Siapa juga yang tak merasa sedih jika ditinggal 6 temannya sekaligus?
"Asal lo tau, lo boleh sedih sekarang. Lo boleh nangis sebanyak yang lo mau. Tapi jangan lupa ada hidup yang lo harus jalani."
Ungkapan itu mengalihkan atensi Heeseung. Netra sayu itu menatap Haechan, kantung mata yang mulai menghitam, bahkan bibir yang memucat.
"Mau lo termenung gini, menangis keras, apapun yang bakalan lo lakuin. Semesta itu bakalan selalu berjalan, tak perduli bagaimanapun keadaan lo."
"Semesta itu kejam, Hyung. Heeseung ngga tau kesalahan apa yang Heeseung perbuat di kehidupan sebelumnya, sampai-sampai Heeseung dihukum kek gini." Bahkan untuk mengucap sepenggal kalimat itu rasanya sulit sekali, terasa begitu berat.
"Semesta ngga salah, Seung. Bahkan sebelum lo lahir, pena miliknya sudah menentukan takdir."
Heeseung sadar. Yang dia lalui sekarang hanya sebatas garis bernama takdir. Dia menyadari bahwa semua yang terjadi di hidupnya sudah ditulis sempurna oleh semesta. "Terus sekarang aku harus gimana?"
Haechan tersenyum. Kemudian menyodorkan sesendok makan itu ke depan wajahnya.
"Makan ini, dan jalani kembali hidup lo sebagaimana mestinya."
"Tanpa mereka?" Haechan tau, anak ini benar-benar belum melupakan sahabat-sahabatnya. Dia masih tau luka yang belum benar-benar sembuh di hati kecilnya. Dan sekarang adalah gilirannya untuk mengajak Heeseung mencari bahagianya.
"Tanpa mereka. Gue ngga suruh lo ngelupain mereka. Cukup sisakan tempat untuk mereka di hati lo. Dan buat kenangan-kenangan kalian jadi abadi."
"Seung, percaya sama gue. Perlahan-lahan yang hilang akan tergantikan. Percayalah, semesta akan menggantikannya dengan yang jauh lebih baik dari yang lo kira."
Akhirnya senyum Heeseung terbit setelah sekian lamanya. Dia membuka mulutnya dan menerima sesuap nasi yang sudah tak ia terima sejak dua hari terakhir.
Tanpa mereka sadari, seseorang yang kini sedang berpura-pura sibuk memainkan handphonenya menarik seulas senyum. Dia harap ini menjadi awal yang baru untuk mereka.
Semoga lo bahagia terus, Seung. Gue bakalan selalu ada di sisi lo.
*****
Hai? Saatnya hitung mundur. Karena dua chapter lagi kalian bakalan ketemu epilog^^
![](https://img.wattpad.com/cover/295766086-288-k427806.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay Alone
Roman pour Adolescents"Aku yang salah. Kalian sebenarnya hanya singgah, tapi tanpa sadar aku menjadikan kalian rumah." Hidup dibayangi kenangan masalalu membuat Lee Heeseung menjadi putus asa. Ada rasa bersalah yang benar-benar melekat di hatinya, membuatnya semakin depr...