01

117 7 4
                                    

Suara kertas saling bertumpuk terdengar, tidak ada yang berbicara diruang osis karena tidak ada yang ingin dibicarakan. Rapat osis selesai 10 menit lalu, kini diruang osis itu hanya ada 3 orang. Satu laki-laki dan dua perempuan. Mereka sama-sama kelas 2 SMK.

Pintu terbuka dikala ada seseorang yang ingin keluar dari ruangan dingin itu. Dan hanya tersisa dua perempuan disana.

Seseorang-- laki-laki yang keluar tadi berjalan dilorong yang sepi dengan langkah sedang. Ia berjalan santai dengan hati yang cukup baik.

Sampai akhirnya ada suara decitan bangku disalah satu kelas. Laki-laki itu atau ketua osis yang bernama Zendra Daus Artha, kini melangkahkan kakinya berjalan menuju suara itu, ingin melihat apakah ada orang yang masih ada disekolah pada jam enam sore.

Zendra sudah didepan pintu, bola matanya menatap punggung seorang laki-laki yang mungkin tingginya sekitar 172 centimeter.
Rambut nya yang tebal dengan warna hitam pekat, membuat Zendra berfikir kalau surai itu akan menjadi candu jika di elus.

"Hei," panggil Zendra dan laki-laki itu menoleh. Zendra mengerutkan dahi nya halus sembari berbatin.

'bukannya tuh bocah yang suka bareng sama berandalan sekolah ya?'

Laki-laki itu menghampiri Zendra usai memakai tas merah miliknya.

"Iyah?"

Zendra mengembalikan kerutannya menjadi lurus seperti biasa, dia berdehem pelan.

"Kenapa belum pulang?" Tanya Zendra seraya menoleh kelas, mengecek apakah masih ada orang didalamnya karena ia mau mengunci pintu kelas.

"Ini mau pulang" balas laki-laki itu. Zendra mengangguk, lalu mengambil kunci disaku celananya.

"Nama lo, Rana Saputra, kan?"

Lelaki itu mengangguk saat namanya dipakai dari beberapa kalimat itu. Zendra diam berbicara sebentar untuk fokus mengunci pintu kelas lalu ia kembali memasukkan kunci itu pada saku celana nya.

"Sebenernya gue mau nanya sesuatu, tapi karena udah malem ya gak jadi. Takut ganggu waktu lo." Kata Zendra santai.

Rana menerjap sebelum tersenyum kecil, "gimana mampir ke rumah aku? Kamu bisa nanya disana. Itu kalau pun tidak keberatan."

Zendra terlihat berfikir sebentar sampai akhirnya mengangguk setuju.

乁( •_• )ㄏ

Kedua laki-laki itu sudah sampai dirumah Rana.  Zendra menatap sekeliling rumah Rana yang terlihat sedikit rapuh namun masih cocok untuk ditinggali.

"Silahkan diminum nak, maaf hanya ini yang bisa kami suguhkan." Ucap seorang perempuan paruh baya.

Zendra tersenyum tipis, "tidak apa. Saya hanya ingin menanyai sesuatu pada Rana saja." Zendra kini mulai memakai bahasa formalnya.

Perempuan paruh baya itu membalas dengan senyuman lalu berdiri lagi, "saya ambilkan kue kering dulu."

Ketua osis itu mengangguk. Sang paruh baya tadi pergi ke dapur. Zendra kini menatap Rana yang sedang bermain mobil-mobilan dan juga pesawat mainan.

Pipi Zendra ada satu keringat sebesar biji jagung. Ia menggaruk pelipisnya pelan.

"Rana," panggilnya dan Rana segera berjalan kearah Zendra dengan menggunakan lutut sampai kakinya itu.

Rana duduk didepan Zendra, ia menggambil satu gelas berisi susu coklat itu lalu meminumnya.

Perempuan paruh baya; sang ibu Rana, yang melihat kelakuan anaknya pun menegurnya.

My Childlike BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang