BAGIAN : 9

3.7K 52 0
                                    

Tarub tenda yg dihias daun kelapa muda atau Janus sudah dipasang memayungi halaman serta jalan di depan rumah pak Bayan. Panggung yg dibuat dari tatanan kayu palet diletakkan diatas drum dan batang pohon pisang  dikerumuni penonton karena masih sore. Gamelan sudah mengumandang hingga batas desa dengan lembah Menoreh mengundang para musafir atau tetangga desa untuk menonton acara mantu menanggap tayuban " Sri Rejeki " yg tersohor itu.

      Penari baru sudah mulai naik panggung, terutama anak2 sekolah SMP yg masuk sanggar Joko Gedek. Tapi penonton kurang semangat kalau belum keluar bintang panggung nya yaitu Sri Rejeki dan Kiki. Kiki yg anak baru gede itu namanya mulai dikenal di luar kota karena goyang pinggulnya memang sangat hot. Pak Camat yg datang ke acara itu hanya ingin menonton seperti apa tarian tayub Sri Rejeki yg kondang itu. Anak2 yg baru masuk itu tentu hanya untuk intermezo mengisi waktu saat bintang utama sedang bersiap di dalam kamar.

      Mbah Sonto yg sudah mengusap beberapa penari baru seperti Kiki, Raisa, Yuyun dan Midah dengan kembang kantil yg dicelup ke dalam minyak serimpi mulai membacakan mantra. Midah anak baru masuk yg sudah diruwat kemaren tampak tegar ketika Mbah Sonto mengusap dadanya hingga miliknya yg masih gundul itu tujuh kali. Begitu juga tubuh Raisa dan Yuyun yg semula gemetar dan kram di panggung karena belum mendapat ruwatan Mbah Sonto.  Begitu mendapat ruwatan Mbah Sonto kedua gadis itu bisa menari dengan bagus dan memukau hingga banyak penonton yg ikut joget untuk bisa nyawer .

     " Duuuhh keriii Mbah" teriak Midah tiba2 ketika miliknya dipijit2 jari Mbah Sonto yg sudah kemasukan perewangan.

     " Ssssst isoh meneng ora ?" kata Sri yg mengawasi peruwatan. Karena kalau ritual itu diganggu orang jegegesan bisa batal. Midah bukan teriak tapi menjerit geli nikmat karena ia sudah melihat siapa yg menggerayangi tubuhnya. Seorang pemuda tampan seperti dalam mimpi saja Midah merasakannya.  Akhirnya Midah hanya mendesah perlahan sambil tertawa cekikikan karena rasa nikmat birahi yg menjalar ke dalam aliran darahnya. Mbah Sonto yg sudah berubah ujud sebagai seorang pemuda tampan dimata para penari yg diruwat usai mengusap dada mulus hingga paha putih gadis itu dengan minyak serimpi dan lantunan tembang kidung terhindar dari petaka dan diberi kekuatan oleh penguasa alam dan dewa kecantikan, mencuci tangannya dan melap dengan kain mori putih

      " Sudah sana kamu pakai bajumu" kata Mbah Sonto yg mengakhiri ruwatan kepada para penari sebelum naik panggung beratraksi.

      Dari dalam ruang rias terdengar suara sorak para penonton yg ikut berjoget dengan Yuyun maupun Kiki sambil menyawet uang.

      " Cihuuuu...Uhuuuyy.."

       " Gile tuh bokong gak ada tulangnya kali." teriak pengunjung  Tepok tangan yg gemuruh terdengar dari dalam membuat Joko Gedek tersenyum karena tanggapan bisa diperpanjang sampai besok malam.

       Mbah Sonto mendekati Sri Rejeki yg sedang memoles pipi dan lehernya yg jenjang di depan cermin.

      " Ayumen nduk." kata Mbah Sonto yg berdiri di belakang bintang panggung itu.

      " Ayu noh duwite akeh kok" jawab Sri Rejeki sambil tangannya menikung ke belakang menangkap burung di dalam sarung Mbah Sonto.

      " Wuih..tanganmu gesit banget sih."

       " Ntar ya Mbah kalau usai pertunjukan, kita main sampai puas"

       " Kowe kangen Yoo ?"

       " Iyoo..kangen nyekeli jagomu" kata Sri Rejeki sambil cekikikan menarik burung onta Mbah Sonto.

       ***

      Joko Gedek tak sekondang Sri Rejeki memang, tapi sekali tarik ia dapat puluhan juta. Joko Gedek tentu membayar para nayoga/ pemusik dan penari inti dan bagian setting dekor. walau tidak besar. Para penari yg tidak dapat saweran mah ngenes kalau tidak Nyambi kerja lain. Makanya penari2 yg masih muda masih sekolah diterima karena hanya dibayar 20.ribu semalam. Sedang yg senior 50 - 75.000. Untung dapet saweran dan dibooking kalau ada yg tergila- gila seperti Sri Rejeki bisa dapet saweran 500 ribu - 1 juta sekali manggung. Kalau ada yg Gandrung sampai ngajak ke hotel tarifnya bisa jutaan.

       Sebenarnya pekerja seni itu tidak semata- mata memburu materi seperti author dan artis film. Dari awal bekerja hanya mencari kepuasan batin bisa menjalani pekerjaan seni dengan baik. Tapi jika beruntung atau punya milik, ia bisa kondang dan menerima penghargaan dari pecinta seni itu sendiri.

      Joko Gedek kalau tidak punya jiwa seni tentu tidak suka ikut melek semalaman cuma dapet uang gak seberapa dari tanggapan yg tidak setiap Minggu dapet. Mbah Sonto dan para sesepuh itu sangat berperan dan dibayar hanya 50.000 sekali tanggapan. kalau tiap hari sih lumayan. Tapi tanggaan kan paling kalau ada orang hajatan dan punya acara pemilu. Sri Rejeki mungkin bisa mendapatkan rejeki lebih besar daripada para pekerja seni pemusik dalam konser. Tapi ia selalu dermawan kepada Mbah Sonto yg selalu memberi kekuatan dan percaya diri kepada para pelaku seni.

       " Piye kae..kok penarine gak bisa joget..." teriak salah seorang pengunjung yg melihat Yuyun kram hingga tak bisa menggerakkan kakinya

       Mbah Sonto yg walau hanya berdiri di pojok panggung punya tanggung jawab mengawasi jalannya pertunjukan kalau ada insiden seperti itu. Dia langsung melompat naik ke panggung membopong gadis remaja itu ke pinggir dan memijit urat leher bagian belakang serta membacakan mantra  serta menyemburkan air putih ke wajah gadis itu.

     " Fuiiihhh!!"

      Ternyata ada gangguan makhluk halus yg menempel ke tubuh Yuyun saat menginjak papan bagian pojok panggung yg tadi tidak dipasang rajah. Akhirnya Yuyun bisa kembali bergabung menari dengan energik.

      Pak Lurah sekarang malah menempel ke bokong gadis itu setelah tampil kembali ke panggung.  Para penari itu juga mendapat saweran surat, duit diikat karet dilempar.

    Pertunjukan yg sampai tengah malam itu cukup menguras tenaga dan persiapan magis sehingga tak jarang ada kejadian yg menegangkan.
     Joko Gedek tetap berperan sebagai produser yg baik hati mau memelihara para pelaku seni itu hingga mengorbitkan seniman yg handal. Begitu hebatnya para seniman dibalik layar seperti penerbit buku, produser film, serta promotor musik yg telah memelihara kehidupan para seniman.

***

      Tuty yg cantiknya melebihi Sri Rejeki bahkan umurnya baru 30 tidak setenar bintang panggung, didatangi Mbah Sonto di warung angkringan yg dikelolanya.

      " Warungmu gede juga Tut." kata Mbah Sonto sambil ngopi.

      " Lumayan juga Mbah buat nyambung hidup." kata Tuty

      " Lha bojomu kemana ?"

      " Udah cerai Mbah. Katanya nggak suka punya istri jadi ledek. " jawab Tuty. Mbah  Sonto mengangguk sambil udud. Ledek itu selalu dikaitkan dengan konotasi negatif nyambi nglonte. Ya memang para artis dulu itu kalau nggak nyambi ngompreng ya tidak makan.

       " Namanya juga seniman. Bekerja untuk menciptakan keindahan dan membuat orang lain senang. Itu sudah kepuasan kita. Kalau milik, ia bisa dikontrak perusahaan besar seperti main film atau rekaman." kata Mbah Sonto.

      " Kalau Mbah Sonto kan dirumah bisa buka praktek dokter tradisional "

      " Ah Kowe malah ngecee."

Memang dirumah Mbah Sonto juga berprofesi jadi dukun kondang yg selalu didatangi orang pasar minra pelarisan. Uang yg diterima lebih rutin atau ajek.

      " Yowes..aku ngopi, mangan tahu bacem, gorengan telu, Piro."

      " Emang ada order to Mbah."

      " Bendino Ono wong njuk tulung"

       " Tuh benar kan "

        " Piro Kabeh."

        " Udah nggak usah bayar cuma dikit gitu." kata Tuty sambil mengangkat ketel air panas membuatkan wedang jahe kepada Mbah Sonto.

       " Kui nggo sopo ?"

       " Buat jenengan. Orasah mulih, ngancani aku turu." kata Tuty. Mbah Sonto tersenyum sambil mencium pipi Tuty.

    ***

MISTERI TAYUBTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang