"Buset srepet pet pet pet pet pet."
"Lihatin apaan sih lo Bel?"
"Noh. Pojokan!"
"Buset srepet pet pet pet pet pet."
Diva melongo, matanya hampir melompat keluar melihat kebucinan sepasang pasangan yang kini bercanda gurau dipojokan kantin.
Suap-suapan.
Ayang-ayangan.
Jadi iri.
"PERHATIAN-PERHATIAN! BAGI PASANGAN YANG LAGI ROMANTIS-ROMANTISAN DIPOJOKAN HARAP HATI-HATI. KARENA BIASANYA DIPOJOKAN BANYAK ORANG KETIGANYA!" teriak Diva yang suaranya memang diciptakan seperti toa.
"IRI LO JOMBLO KARATAN!"
"Anjrit. Sombong amat si Meylin. Gue sumpahin putus, nangis!"
Diva beralih menatap Abel yang kini tenang dan damai menyantap baksonya. "Bel, kapan kita punya ayang?"
"Nanti. Tunggu ayam jantan bisa bertelor," jawab Abel enteng.
"Keburu kiamat Bel!"
Drtttt.
Ponsel milik Abel bergetar. Cewek itu segera mengambil ponsel yang ia taruh diatas meja, sebelum Diva kepo siapa yang chat dirinya siang-siang bolong begini.
"Siapa?"
Tuh kan! Emang penyakit kepo si Diva udah stadiun akhir.
"Biasa. Si ayang," jawab Abel tersenyum sombong.
"Gayanya! Palingan operator nagih utang pulsa!" kata Diva berdecih.
"Dih, itu mah elo!"
Senyum Abel yang tadinya merekah, runtuh seketika. Dadanya seperti ditusuk-tusuk oleh ribuan pisau tak kasat mata. Matanya berair, bibirnya bergetar. "Gak mungkin."
"Bel, lo kenapa?!" tanya Diva panik saat melihat gelagat sahabatnya. "Arabella!"
Sedangkan yang dipanggil diam seribu bahasa. Matanya hanya terpaku pada pesan yang Rinda-Mamanya- kirim beberapa menit yang lalu.
Mama : Sayang, Papa udah jalan.
Tentu saja Abel tahu apa arti kata 'jalan' dalam isi pesan Mamanya. Ia tersenyum getir. Papanya...Laki-laki terhebatnya...Cinta pertamanya.
"Hei, Bel. Are you okey?" Kini suara milik Meylin terdengar.
"Udah lihat dia lagi nangis, malah nanya are you okey-are you okey! To the point Lin!"
"Sttttt! Diam deh lo toa masjid!"
"Papa gue meninggal."
Kini, baik Meylin maupun Diva sama-sama terdiam. Perlahan, Meylin dan Diva maju untuk merengkuh tubuh Abel yang bergetar hebat.
Diva menggigit bibir bawahnya. "Nangis aja Bel. Nangis aja, jangan ditahan, nanti sesek."
Diva tahu bagaimana rasanya kehilangan seorang yang disayang. Dia sangat tahu. Dia pernah kehilangan orang yang ia sayang. Ayah dan Ibunya, meninggalkan dirinya karena karena sebuah kecelakaan beruntun.
"Lo harus kuat Bel! Gue sama Diva bakalan temenin lo!"
"Papa..." tangis Abel pecah. Seisi kantin pun menatap penuh minat kearah meja yang diduduki oleh Abel.
***
Bukan ini yang Abel mau.
Cewek itu menangis memeluk jasad Papanya yang terbujur kaku diatas brankar rumah sakit.
"Papa. Papa..."
Disampingnya ada Rinda yang mengelus pundak putrinya. Wanita itu menatap wajah pucat suaminya dengan air mata dipelupuk mata.
"Ikhlasin Papa yah. Papa udah gak sakit lagi," bisik Rinda dengan suara bergetar.
Abel memeluk Mamanya dengan erat. "Papa Ma. Kenapa secepat ini Papa pergi ninggalin kita? Papa gak sayang kita!"
Air mata Rinda mengalir, ia merengkuh tubuh putrinya tak kalah erat. "Papa sayang kita, tapi Tuhan lebih sayang Papa."
Pintu ruangan inap terbuka. Seorang cowok dengan kemeja yang berantakan masuk. Matanya mengarah pada tubuh yang tertutup oleh kain putih. Ia mendongak, menahan gejolak yang menggebu-gebu didada.
Cowok itu melangkah menuju Rinda dan Abel. "Maaf, Dafa terlambat."
"Abang," cicit Abel lalu berganti memeluk tubuh jangkung itu dengan erat. Isakannya kembali terdengar.
Tak bisa ditahan lagi. Dafa kini menangis, kini pilu memenuhi ruangan seperempat ini.
"Bang, kita gak punya Papa lagi, Papa pergi Bang," ucap Abel ditengah-tengah tangisnya.
Dafa mengecup puncak kepala Abel. "Papa sayang kita, Papa sayang kita."
Kehilangan seseoran memang bukanlah hal yang mudah diterima begitu saja oleh siapapun. Kehadiran orang-orang yang sangat kita cintai dalam hidup tentu sangat berarti. Saat ia pergi dan tidak bisa kembali lagi, tentunya ada lubang yang menganga dalam hati.
Pa, maafin Abel yang terlambat bahagiain Papa.
Dan hari ini, adalah hari pertama seorang Abel merasakan patah hati terhebatnya.
Ditinggalkan Ayah, adalah patah hati terhebat seorang anak perempuan.
***Vote + komen = 🥰🥰🥰🥰🥰