Part 3

1 0 0
                                    

Abel melangkah memasuki kamarnya. Ia menduduki tubuhnya diatas kasur sempitnya. Matanya menatap kearah nakas yang terletak disamping kasurnya. Disana, ada bingkai foto keluarganya. Papa, Mama, Bang Dafa, dan Abel yang tengah tersenyum seraya memegang sebuah balon berwarna merah.

"Abel diam dulu Nak, kasihan Kakak fotografernya nungguin kamu diam daritadi."

Abel yang waktu itu berumur 6 tahun tidak mendengar perkataan Mamanya. Ela mendengus kesal, lantas sedetik kemudian suara tangis khas bocah memenuhi seisi studio foto. Ela mencubit Abel dipantat gadis kecil itu.

"Huaaaaaaaa! Sakit Papa!"

Lantas Brian segera menggendong putri sematawayangnya. Ia mengelus-ngelus rambut anaknya dengan sayang. "Maafin Mama ya. Makanya Abel kalau Mama bilang tuh dengerin."

Tak lama datang Dafa dengan sebuah balon merah ditangan anak laki-laki itu. "Dek! Kakak punya balon!"

Abel segera berbalik, matanya berbinar menatap benda bulat ditangan Abangnya. "Balon!!!" serunya bahagia. Tangisnya berhenti, digantikan dengan perasaan bahagia saat melihat balon merah ditangan Dafa.

"Sini Papa lap-in dulu air matanya. Kita mau foto lho, Abel mau nanti difoto jelek hmm?"

"Enggak mau Pa!"

Abel menghela nafasnya. Ia membaringkan tubuhnya diatas kasur yang empuk. Kelopak matanya perlahan-lahan tertutup. Abel tertidur, setidaknya, saat tertidur, ia bisa melupakan segala yang terjadi. Walaupun saat esok ia kembali membuka matanya, ia tetap berhadapan dengan kenyataan.

Ceklek. Pintu kamarnya terbuka. Dafa masuk, lalu duduk ditepi kasur milik Abel. Tangannya terulur untuk menarik selimut hingga tubuh Abel tertutup sebagiannya. Dengan sayang, Dafa mengelus dahi Abel yang mengerut, hingga kerutan itu hilang dari dahi adiknya. Lalu ia menunduk untuk mengecup dahi Abel.

"Abang janji bakalan selalu jaga kamu dek," gumam Dafa sebelum mematikan lampu kamar dan melangkah keluar dari sana meninggalkan Abel yang kini diam-diam kembali menangis.

***

Abel berjalan dikoridor sekolahnya. Tak seperti biasanya, saat disapa ia akan tersenyum lebar dan membalas, namun kini ia hanya membalas sapaan murid-murid yang berpapasan dengannya dengan seutas senyum tipis.

"Abel!"

Abel berhenti melangkah, didepannya berdiri dua orang yang tidak ingin ia temui hari ini. Namun sialnya, sepertinya Tuhan tidak mengijinkan dirinya untuk tidak bertemu dengan Inda dan Dion. Kini mereka berhadapan.

Sepupu ularnya dan mantan berengseknya.

Inda memasang wajah prihatinnya. "Abel...sorry ya gue gak datang waktu pemakaman Paman. Gue turut berduka cita ya, lo yang kuat ya!"

Cih. Abel yakin ucapan itu tidak tulus diucapkan oleh Inda.

"Gue gak butuh dikasihani sama lo Inda."

Abel menatap Inda dengan tatapan datarnya. "Oh ya, selamat ya lo udah jadian sama mantan gue. Gimana rasanya jadian sama bekas gue?"

Terlihat wajah yang tadinya penuh keprihatinan, kini berubah menjadi penuh kekesalan. Inda tersenyum mengejek, berusaha menetralkan kekesalannya. "Rasanya tuh puas banget! Sekarang gue tanya balik ke lo, sepupu. Gimana rasanya ditinggal Ayah sekaligus ditinggal pacar?"

Inda tersenyum sinis. Dion disampingnya hanya bisa menatap kearah Abel dengan tatapan yan sulit untuk bisa dijelaskan.

"Ditinggal Papa emang sakit. Tapi kalau lo nanya gimana rasanya ditinggal pacar...Gue rasa biasa saja. Gue malah merasa beban gue berkurang setelah putus sama Dion. Gue gak perlu lagi pura-pura gak tahu apa yang kalian perbuat dibelakang gue."

Abel maju selangkah, lalu menepuk bahu Inda dengan pelan. "Oh ya, jangan lupa lo juga urusin Papa lo yang sakit itu. Lo gak mau kan nasib lo sama kayak gue? Jadi anak yatim?"

"SIALAN LO ABEL!!!" teriak Inda murka.

"Yon, urusin deh pacar lo itu, udah mulai kumat kayaknya," ucap Abel pada Dion.

Setelah itu Abel berlalu dari sana, meninggalkan Inda yang murka dan Dion yang berusaha menenangkan pacarnya.

"Lepasin aku! Perempuan sialan itu harus aku kasih pelajaran!"

"Inda stop! Jangan malu-maluin deh kamu!" bentak Dion.

Inda menatap Dion dengan tatapan tak percaya. "Kamu bentak aku Yon? Gara-gara cewek sialan itu?!"

"Abel itu sepupu kamu Nda!"

"Dia mantan kamu! Kamu pasti masih sayang cewek itu kan?! Ngaku kamu Yon!!"

Dion mendengus kasar. Tanpa kata laki-laki itu beranjak meninggalkan Inda.

Ya, gue masih sayang Abel. Gak ada satupun perasaan gue yang berubah untuk dia.

***

😭😭😭

😭Sedih tidak ada yang vote dan komen😭

😭😭😭

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 02, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Put Your Head On My ShoulderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang