002:: "Pengakuan Arsen & Alena"

113 26 0
                                    


Arsen mengikuti mobil Alena dari belakang lalu beberapa menit kemudian sampai di kediaman gadis itu. Mobil mereka masuk ke halaman yang memang luas lalu turun dari kendaraan tersebut.

Alena masih diam. Sepertinya gadis itu sangat takut terhadap apa yang akan terjadi atau lebih tepatnya, apa yang akan orang tuanya lakukan.

Arsen melepas kacamata hitam-nya. "Len?" Tegurnya yang membuat Alena sedikit berjengit kaget lalu mengangguk dan mengajaknya masuk ke dalam rumah.

Sebenarnya Arsen juga ikut merasakan apa yang dirasakan gadis yang tengah menuntun jalannya itu. Ketakutan. Tapi mau bagaimanapun ia tak boleh mengelak dan harus menerima semua konsekuensi yang akan diterima oleh sang keluarga. Ia akan berusaha menjelaskan nanti.

Nafas Alena tercekat saat melihat keluarganya tengah berkumpul di ruang tengah, juga ada Evan-Calon kakak ipar yang sepertinya tengah membahas rencana pernikahannya dengan Cindy sang kakak sulung. Arsen juga sedikit kaget, namun ia sembunyikan dan menghembuskan nafas pelan.

"Eh, udah pulang? Sini-sini." Titah Silvi saat melihat kedatangan anaknya.

Alena menelan saliva-nya sulit. "M-mah, Alen mau ngomong sesuatu."

"Loh, Arsen? Kamu ngapain kesini?"

Sang empu nama menoleh. Tunggu, Pak Gibran dosennya? Jangan bilang bahwa pria itu adalah ayahnya Alena. Gadis itu juga nampak terkejut.

Arsen mencium punggung tangan Gibran sopan lalu pria itu duduk disamping sang istri.

Alena melirik Arsen dan mengangguk kecil. Mereka berdua mendekat dan bertekuk lutut didepan orangtua sang gadis.

"M-mah, yah... Alen minta maaf sama mamah dan ayah. A-alen h-hamil." Alena semakin menunduk dan mulai menitihkan air mata tak sanggup.

Dan ya, tidak bisa dipungkiri ekspresi semua orang yang ada diruangan itu sangatlah terkejut mendengar penuturan sang putri bungsu barusan. Silvi sampai menutup mulutnya dengan tangan dengan mata berkaca-kaca. Gibran melirik Arsen yang juga menunduk disamping Alena.

"Kamu pelakunya, Arseno?" Tanya Gibran datar.

Arsen tak berani mengangkat kepala dan mengangguk kecil sebagai jawaban. Edwin bersiap untuk memukul lelaki itu namun ditahan oleh Gibran dan mengisyaratkannya untuk duduk kembali. Evan mengelus punggung Cindy yang juga ingin menangis.

"Bangun, duduk di sofa. Jelaskan baik-baik." Titah Gibran yang membuat keduanya agak terkejut namun langsung mengindahkan perintah sang ayah barusan.

"Kejadiannya dua minggu yang lalu. Saya pergi ke pesta teman di hotel Jacques."

Flashback on

Seseorang menyodorkannya gelas yang diyakini berisi wine. Arsen yang awalnya sedang fokus pada ponsel langsung mendongak dan menggeleng. "Gua gak minum."

Temannya itu bersikukuh. "Sekali-kali coba dong!" Namun Arsen tetap menggeleng keras dan pergi dari sana. Ia ingin ke toilet namun langkahnya terhenti saat melihat seorang gadis yang diseret paksa oleh seorang laki-laki berpakaian serba hitam.

Awalnya ia cuek saja namun mendengar gadis itu meneriakkan kata "tolong" yang sepertinya langsung dibekap kembali, dengan segera Arsen mengejar mereka berdua yang telah dibawa naik oleh lift. Mereka berhenti dilantai lima, lantas Arsen mencari lift yang lain dan melihat sebuah kamar di paling ujung yang pintunya baru saja tertutup keras.

Arsen berlari secepat mungkin dan mendobrak pintu kamar tersebut. Persetan ia kenal atau tidak dengan gadis itu. Menolong orang tidak perlu syarat harus saling kenal bukan?

The BadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang