***
Hujan gerimis tampak mengiringi pemakaman yang telah usai sekitar 30 menit yang lalu, seakan ikut merasakan duka atas kepergian salah satu anggota keluarga Raymond.
Tania Raymond namanya. Istri dari pebisnis sukses dibidang otomotif bernama Jeffry Raymond. Meninggal diusianya yang ke tiga puluh empat tahun dikarenakan serangan jantung akibat penyakit komplikasi yang telah lama dideritanya. Meninggalkan suami dan satu-satunya putra kesayangannya, yaitu Jevano Raymond.
Jevano masih sesegukan menghadap makam sang ibu tercinta. Belum bisa merelakan kepergian figur yang telah merawatnya sedari ia dilahirkan ke dunia. Terlihat jelas bahwa Jevano adalah orang yang paling terpukul atas kepergian Tania. Tentu saja, diusia yang masih tujuh tahun ia harus kehilangan sosok orang yang paling mencintai dan berjasa dalam hidupnya.
Dibanding dengan ayahnya, Jevano lebih dekat dengan Tania karena sang ayah merupakan pebisnis yang sangat sibuk walaupun sesekali menyempatkan waktu luang untuk keluarga. Tetap sang ibulah yang 24/7 ada disisi Jevano.
Masih memeluk nisan ibunya, Jevano yang kerap kali dipanggil Jeno merengek meminta ibunya untuk kembali walaupun itu merupakan hal yang mustahil. Jevano marah kepada Tuhan karena mengambil ibunya terlalu cepat.
Para pelayat sudah meninggalkan area pemakaman sekitar 30 menit yang lalu. Semua anggota keluarga yang mencoba menenangkan Jevano diusir oleh anak itu. Tak ada yang bisa menangani Jevano yang mengamuk kehilangan ibunya, sekalipun sang ayah tak mampu menenangkan putra semata wayangnya yang masih diselimuti rasa duka.
Jeffry melihat anaknya seperti itu membuat air mata yang telah ia tahan selama proses pemakan akhirnya lolos juga walaupun disamarkan oleh air hujan. Ia menunduk, kenapa ini harus terjadi pada keluarganya, kendati ia tau bahwa kematian bisa datang kapan saja.
Seorang gadis cantik berusia sama dengan putranya menarik ujung kemeja hitam yang dikenakan oleh Jeffry. Mengisyaratkan bahwa ia ingin berbicara dengannya.
"Papi, papi pulang aja dulu, Nana yang akan bujuk Jeno sampai dia mau pulang. Kasian papi kelihatan capek banget." Ucap gadis itu dengan suara agak serak dan mata merah kentara juga ikut menangisi kepergian istrinya.
Gadis kecil itu beranama Nadira Anandara, anak tetangga sebelah sekaligus anak dari sahabat Tania. Mereka sudah menganggap anak satu sama lain sebagai anak sendiri. Oleh sebab itulah Nadira memanggil Tania serta Jeffry dengan sebutan mami-papi persis seperti Jevano memanggil kedua orang tuanya. Begitupun sebaliknya Jevano yang memanggil orang tua Nadira dengan sebutan bunda dan ayah.
"Seharusnya papi yang bilang gitu, Nana, Dek Ji sama bunda dan papa pulang ya, biar papi yang jaga Jeno. Kasian juga Dek Ji ikut nunggu dari tadi udah menggigil."
Jidan atau sering dipanggil Dek Ji merupakan adik laki-laki Nadira yang berumur 10 tahun, terlihat kedinginan sambil memeluk ayahnya. Jeffry merasa tidak enak membiarkan keluarga sahabat istrinya ikut menunggunya membujuk Jevano agar mau pulang.
Jeffry mengusap pucak kepala gadis yang begitu perhatian kepada ia dan putranya. Namun Nadira menggeleng tak menyetujui perkataan papinya.
"Kalau Jeno lagi sedih, Jeno gamau ketemu atau diganggu sama orang lain pi, tapi Jeno masih mau ketemu Nana. Nana akan bujuk Jeno sampai mau pulang sama Nana pi, jadi papi jangan khawatir ya. Dulu mami juga kadang minta tolong Nana kalau Jeno lagi ngambek trus gamau makan. Mungkin kali ini Jeno juga mau dengerin Nana. Papi sama keluarga yang lain pulang dulu ya. Nana, bunda sama ayah sama Dek Ji juga yang nanti anterin Jeno pulang."
Jeffry nampak memikirkan ucapan Nadira yang begitu meyakinkan. Ya, memang kedekatan Nadira dan putranya sudah layaknya seperti saudara. Sedari bayi selalu bermain bersama tak heran jika Jevano lebih dekat dengan Nadira ketimbang Jeffry sendiri selaku ayah Jevano.
Tak dipungkiri bahwa Jeffry cukup lelah, bahkan belum tidur setelah dokter menyatakan kematian sang istri. Lalu mengurus pemakaman serta luka dihatinya, belum siap kehilangan istri tercintanya, walaupun ia tau bahwa dengan penyakit yang diderita sang istri dapat merenggut nyawanya kapanpun.
Sepasang tangan mungil melingkari pinggang Jeffry menyadarkannya dari lamunan singkat. Jeffry membalas pelukan gadis cantik nan perhatian ini yang telah ia anggap sebagai putri sendiri.
"Kalo gitu papi pulang dulu ya nak, papi percayakan Jeno sama Nana. Terimakasih banyak anak cantiknya papi"
Jeffry mengelus puncak kepala Nadira kemudian mencium pipi gembilnya lantas berpamitan. Tak lupa berpamitan kepada keluarga Anandara untuk menitipkan anaknya dengan rasa bersalah dan terimakasih. Keluarga Anandara sendiri tak masalah karena mereka mengerti kondisi keluarga Raymond yang sedang tidak baik-baik saja apalagi Jevano yang sudah mereka anggap putra sendiri.
Nadira kemudian bersimpuh di sebelah Jevano yang masih menangis sesenggukan. Dengan tangan kecilnya Nadira mengusap lembut punggung Jevano, menyalurkan rasa simpati dan kasih sayangnya pada Jevano.
"Jeno pulang yuk, mami pasti marah kalau liat Jeno hujan-hujanan gini, nanti Jeno sakit" Nadira mencoba membujuk Jevano tapi Jevano masih tidak bergeming, tidak menghiraukan perkataan Nadira.
"Jeno, mami sekarang udah ga sakit lagi, mami udah bahagia di samping Tuhan oleh karena itu Jeno ga boleh terlalu sedih nanti mami juga ikutan sedih di atas sana" Nadira masih terus berusaha membujuk Jevano.
"Jeno boleh nangis tapi jangan lama-lama ya Nana ga bisa liat Jeno sedih kayak gini, Na-nana.. jadi ikutan sedih hikss.." Nana tak bisa membendung air matanya lagi dan ikut terisak bersama Jevano.
"Give me a hug"
Dengan suara parau Nadira meminta pelukan pada Jevano. Biasanya ini dilakukan ketika mereka merasa sedih atau sehabis bertengkar. Ini juga yang biasa Nadira lakukan ketika Jevano ngambek padanya dan itu selalu berhasil untuk membujuk Jevano. Tapi kali ini Jevano hanya diam, mengabaikan permintaan Nadira yang biasanya tidak pernah bisa ia tolak.
"Jeno please.. give me a hug"
Nadira dengan nada seperti putus asanya kembali meminta pelukan pada Jevano. Seketika juga dengan cepat Jevano membawa Nadira ke dalam pelukannya dengan erat dan kembali menangis bersama. Sudah dikatakan bahwa Jevano tidak bisa menolak permintaan Nadira.
Nadira membalas pelukan Jevano tak kalah eratnya. Membisikkan ketelinga Jevano bahwa ia akan selalu ada untuk Jevano.
"Nana, janji ya selalu temenin Jeno jangan tinggalin Jeno kayak mami" Dengan suara paraunya Jevano meminta Nadira agar berjanji padanya untuk selalu menemani Jevano. Cukup mami kesayangannya yang meninggalkannya, jangan sampai sahabat tercintanya juga ikut meninggalkannya.
"Iya, Nana janji selalu temenin Jeno sampai kapanpun, begitupun sebaliknya Jeno harus janji jangan pernah tinggalin Nana" Nadira semakin mengeratkan pelukannya pada Jevano seperti takut kehilangan.
"Pasti, Jeno pasti selalu ada untuk Nana" tanpa dimintapun Jevano pasti akan selalu ada dan menjaga Nadira. Karena itu sudah menjadi kewajibannya bukan, melindungi gadis cantik yang berada di dekapannya.
..
.
TBC
Thank you buat yang udah mau baca ceritaku, semoga terhibur ya kalian..
Kalo boleh bisa bantu vote dan komen ya thank you 💚💚💚
Sebenarnya Ini draft lama baru ku up 😔Ari W.
07/04/2022
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Sorry, I Love You - Nomin GS
Romance"Nana, janji ya selalu temenin Jeno" -Jevano Raymond "Iya, Nana janji selalu temenin Jeno sampai kapanpun." -Nadira Anandara "Pasti, Jeno pasti selalu ada dan jagain Nana" Disclaimer: • 100% Fiksi • Nomin GS (Gender Switch) • Tak ada kaitan dengan k...