Semuanya sudah takdir, tidak bisa dirubah.
Pagi itu remaja berusia 17 tahun berjalan di lorong sekolah yang masih sepi. Raffa Egraditya remaja cantik lugu yang ingin merasakan ketenangan dunianya. Ia duduk dibangku belajarnya dan menundukan kepala, ia menahan tangis, ia teringat peristiwa yang terjadi di rumahnya.
Flashback on*
"Raffa!! apa yang kamu bela dari mama mu ini?!. Dia penyakitan! tinggalkan saja dia dan kamu ikut papa!. Manusia ini hanya bisa membuatmu menderita terbebani raffa!" ucap papa raffa.
Raffa pun terdiam, hatinya sakit. Bagaimana bisa seorang ayah tega mengatakan hal seperti itu. Air mata raffa perlahan menetes, ia melihat ke arah mama nya yang terbaring lemas menahan tangis.
"Papa ga seharusnya bilang seperti itu." jawab raffa dengan suaranya yang bergetar.
"Mama butuh kita pa, mama pasti bisa sembuh" lanjut raffa dengan menatap mata papa nya dalam. Papa raffa hanya terdiam. Ia mengacak rambut botaknya dengan emosional.
"Gabisa raffa. Kamu harus ikut papa, papa ga nerima kata penolakan dari mulut kamu raffa. Siap kan barang barang kamu, kita ke Singapore besok." ucap papa raffa dengan meninggalkan raffa yang menangis mematung didepan kamar ibunya.
Flashback off*
Tidak terasa raffa menangis dengan memegang dadanya. Isakan tangis raffa sangat jelas menandakan jika ia sangat sangat hancur.
"Kapan aku bisa lepas dari keadaan seperti ini"
"Kenapa harus aku yatuhan, kenapa harus" keluh raffa dengan nada kecilnya."Aku harus apa, aku harus apa" tanya raffa kepada dirinya sendiri. Ia menggelengkan kepalanya sebagai isyarat sudah tidak mampu lagi bertahan dengan keadaan seperti ini. Raffa menangis sejadi jadi nya. Ia tak peduli jika ada siswa lain yang melihatnya menangis.
"Aku hanya ingin kedamaian keluarga, bisakah kalian akur? atau mungkin tidak akan pernah?"
Siapapun tolong tenangkan raffa. Remaja itu menyembunyikan wajahnya diantara tangan dengan meja nya. Ia sangat terpuruk dengan masalah keluarga nya.
Sudah lumayan lama raffa menangis, kini bel sekolah pun berbunyi dan memulai kegiatan pembelajaran.
Jam pelajaran pun dimulai, ada guru yang menerangkan dan ada murid yang tidak mendengarkan. Raffa hanya terdiam dan melamun, sampai lamunan nya bubar karena teriakan gurunya yang sangat nyaring.
"Kalian kalau saya terangkan itu yang fokus! mata tertuju kedepan! jangan asik ngobrol!. Terutama laki lakinya!" "Itu ngapain ngumpul ngumpul dipojokan?!"
Pasalnya segerombol lelaki dikelas raffa itu sedang asyik bermain game dan tidak mendengarkan tugas yang dijelaskan oleh gurunya.
"Ya nge rank lah bu dikira ngapain" Jawab salah satu murid itu dengan fokus ke game di ponsel nya.
"Woi itu turtle turtle! yahh goblok lu gabisa ambil turtle"
"Buff gua diambil anying"
"Bantu gua sini gua dikroyok diatas aelah!"
"Aldous datang untuk membantu"Mereka pun semakin gaduh dengan game itu. Mreka sesekali mengumpat.
Double kill
Triple kill
Maniac
Savage"WHOOAAAA" "Easy dek!!" mereka berteriak dengan sombongnya dan tidak mendengarkan ucapan guru.
BRAKKKK
Guru tersebut menggebrak papan tulis sampai jebol, dan kembali memarahi gerombolan anak laki laki tersebut. Bagaimana tidak emosi jika siswa nya kurang anar sperti itu.
Raffa kalut dengan pikiran nya sendiri, ia tidak mempedulikan keributan apa yang ada disekitarnya. Ia hanya ingin cepat pulang dan kembali dikamar nya yang nyaman.
"Kalian ikut ibu ke ruang BK sekarang!" Ucap Ibu guru matematika itu kepada siswanya. Tiada hari tanpa masuk ke ruang BK. Mreka mendecih kesal.
"Baperan amat si ni guru set dah kek gapernah muda aje" ucap salah satu siswa itu dengan menatap gurunya sinis. "Udahsi ngikut bae, kek gapernah masuk BK aje lo" jawab teman nya yang tidak beda jauh sifatnya.
>>>
Bell pulang pun berbunyi, raffa membereskan buku peralatan tulis dan bergegas pulang.
sesampainya dirumah, ia kembali teringat dengan kejadian tadi pagi, ia berjalan menuju kamarnya. Alangkah terkagetkan nya raffa melihat ibunya-
KAMU SEDANG MEMBACA
Hancur
Teen Fiction"Aku gakuat pa! kalau papa terus terusan begini mending papa bunuh raffa pa!!!" ucap raffa dengan segukan tangisnya yang tak mereda dan semakin menjadi. "Kamu sudah gila raffa! papa gahabis fikir sama kamu!" "Papa yang udah gila! papa ngebuang mama...