- 24 -

69 21 3
                                    

Yoobin sampai pukul sepuluh pagi, disebuah kafe yang sudah ia dan Kim Myungjun sepakati. Sidang pertamanya mulai pukul sebelas nanti, jadi tepat sebelum bekerja dan karenanya urusannya harus segera diselesaikan.

Begitulah yang Yoobin harapkan, tapi ia sendiri juga belum bisa melihat jelas bagaimana akhirnya; ia masih ingin bersama Myungjun, namun ada satu bagian lain dari hatinya yang entah mengapa juga tak ingin melepas Winwin.

Kekasih Yoobin itu tak bersuara, hanya mengangkat tangan sebagai tanda bahwa ia sudah ada di sana; di sebuah meja yang dikhususkan bagi pelanggan yang ingin melihat orang berlalu-lalang disekitar cafe, menghadap langsung pada jalanan, hanya sebuah kaca transparan tempat tersebutlah yang jadi pembatas mereka dengan dunia luar.

Tentu saja, situasinya sudah jadi sangat kacau begini; mana mau Myungjun duduk berhadapan dan melihat wajahnya di sepanjang percakapan nanti.

"Ada yang ingin kau pesan?"

Lelaki itu bertanya segera setelah Yoobin duduk, dari dekat wajah tanpa ekspresinya terlihat seribu kali lipat lebih menyeramkan. Apalagi nada bicara yang masih sama sejak pertemuan mereka tadi pagi; benar-benar membuat bulu halusnya meremang sampai hanya gelengan yang jadi respon.

Alis Myungjun naik, ia tak bertanya lebih lanjut tentang keinginan Yoobin. Justru mengangkat gelasnya, americano hangat itu diseruput.

"Baiklah, kalau begitu langsung saja..." suara benturan gelas dan tatakannya beradu dengan kalimat Myungjun. Memunggungi Yoobin sejenak, ia kemudian 'kembali' sambil menyerahkan sebuah amplop berwarna marun pada Yoobin, yang langsung gadis itu ambil tanpa bertanya; tapi rasa penasarannya terlihat dari kening yang berkerut. "Itu undangan pernikahanku."

Tangan yang bersiap membuka 'benda cantik' itu tertahan, mata yang semula berfokus pada benda di tangannya beralih pada Myungjun. Menatap lelaki itu dalam beku, sekali lagi hanya kilat mata bingungnya yang seolah memberitahu lawan bicara jika gadis ini memerlukan pengulangan.

Kim Myungjun mengangguk. "Kau tak salah dengar. Itu undangan pernikahanku."

Yoobin ingat ia selalu mengatai pemeran drama kesukaan si paman yang menjatuhkan apapun ditangan saat mendengar berita mengejutkan, dengan bilang jika itu hal yang berlebihan dan akan konyol jika terjadi di dunia nyata, tapi nyatanya; itu yang dialaminya sekarang.

Amplop yang dipegangnya jatuh ke lantai tanpa sempat dibuka. Jantungnya berdebar sangat cepat sampai dadanya panas dan ia jadi mual. Telinga tiba-tiba jadi tuli, bahkan kalimat kedua Myungjun bisa ia pahami dengan membaca gerak mulut, bukan mendengar suaranya; Bae Yoobin benar-benar sangat terkejut, tak pernah terpikirkan sedikitpun olehnya akan mendengar hal semacam ini dari kekasih yang begitu dicintainya....

"Jujur saja Yoobin-ah, sekitar dua tahun belakangan ini aku sudah tak punya rasa padamu. Masih tetap denganmu karena memikirkan betapa lamanya waktu yang kita habiskan bersama..."

Memikirkan lelaki itu akan berselingkuh darinya saja tidak.

"Tapi melihat kau seperti itu, kupikir keputusanku untuk mengakhiri hubungan denganmu adalah tepat--"

"Sunbae..." suaranya tercekat, tangan yang tadi kaku ditempat itu turun ke samping tubuh dengan gemetar. "Kenapa tega melakukan ini padaku?" Yoobin bertanya.  "Aku sudah sangat percaya pada Sunbae sampai--"

"Lalu kau sendiri, kenapa tega melakukan hal yang serupa padaku? Tidur bersama pria lain seperti itu..." ia lalu mendengus geli. "Bahkan dengan terang-terangan memamerkannya di depanku dan ini, ini..." ia menunjuk lebam di pipi yang masih terlihat samar. "Lelaki sialan itu bahkan memukulku sampai berbekas begini, maksudku pernikahanku tinggal dua minggu lagi--"

Unknown MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang