Matahari terik benar-benar menyakitiku siang ini. Aku terpaksa harus keluar kelas untuk menghindari Geng Member Bully yang disingkat GEMBUL. Mereka biasanya membuat rusuh kelas saat guru belum datang dan selalu mem-bully orang-orang yang ada di dalam kelas. Lebih baik aku ke perpustakaan, mungkin aku bisa bertemu dengan Tono di sana. Aku mungkin tidak akan makan siang lagi hari ini, aku lebih suka membaca buku di perpustakaan.
Sesampainya aku di depan perpustakaan, aku melihat Tono sedang membaca novel. Dia tampak asyik membaca dan duduk di sana. Kakiku pun sudah tidak sabar untuk berjalan masuk ke dalam perpustakaan. Perpustakaan sekolah memang tempat yang paling nyaman untuk menghabiskan waktu istirahat. Hal yang membuatku suka dengan tempat ini adalah rak-rak besar yang berisi ribuan buku dan novel. Mungkin itu salah satu alasan mengapa perpustakaan sekolahku adalah salah satu perpustakaan sekolah terbesar di dunia.
Sebenarnya ada banyak mitos tentang tempat ini, mitos itu juga berhubungan dengan legenda terbentuknya Kota Aksarakarta. Kota tua yang memiliki aura magis di dalamnya, apa mungkin itu berhubungan dengan nama kota ini sendiri? Pertanyaan itu pun masih sering aku cari jawabannya di buku-buku perpustakaan. Namun, hasilnya benar-benar nihil. Aku tidak menemukan satu pun kata atau kalimat yang berhubungan dengan sejarah kota ini.
"Levin." Suara Tono membuyarkanku dari lamunan.
"Iya," ucapku sambil berjalan ke arah Tono. Aku hampir lupa jika aku akan bertemu dengan Tono.
"Kau sedang banyak pikiran ya?" tanya Tono.
"Ada sesuatu yang benar-benar mengganggu pikiranku hari ini." Aku pun duduk di kursi.
"Apa itu?"
"Sejarah kota ini."
"Aku benar-benar tidak tahu tentang hal itu, tapi ada orang yang pernah mengatakan ada dunia yang tersembunyi di kota ini."
"Dunia tersembunyi?" Rasa penasaranku pun bangkit mendengar kata-kata itu.
"Iya." Tono mengangguk.
"Apa ada hal selain itu yang kau tahu?"
"Tidak ada." Tono menggeleng dan beranjak dari tempat duduknya. Dia mengambil sebuah buku di rak buku itu. Lalu, aku beranjak dari tempat dudukku dan berjalan ke rak buku. Aku harap ada sebuah buku yang akan membantuku untuk melupakan dunia sejenak. Tenggelam di dalam fiksi memang menyenangkan. Namun, aku ingin mengubah cara pandangku pada kenyataan yang tidak ramah ini.
Ketika aku berjalan menuju salah satu rak buku di dekat jendela, ada suara dua orang yang sedang membahas sesuatu. Ternyata Della dan Rara, aku pun mencoba mendengarkan sambil melihat-lihat buku.
"Dell, aku punya rencana buat nulis buku," ucap Rara. Suaranya yang manis itu sangat khas di telingaku sehingga aku dapat tahu jika itu adalah suaranya.
"Mau nulis buku apa?" tanya Della.
"Ya, novel mungkin," ucap Rara, jawabannya seperti menandakan seolah menulis buku itu mudah.
"Oh, kamu mungkin perlu belajar nulis sesuai ejaan yang benar."
"Oke, entar aku belajar dulu sebelum nulis." Suara kursi yang bergeser seolah memberitahuku bahwa mereka beranjak dari kursinya.
"Iya deh. Yuk balik ke kelas."
Setelah mereka keluar dari perpustakaan, kata-kata Rara itu seperti menumbuhkan hal baru di dalam kepalaku. Mungkin, aku harus mencoba menulis. Imajinasi yang terkurung dalam kepalaku sepertinya cukup untuk dituangkan menjadi ribuan kata. Mencoba berimajinasi ke dunia yang aku buat sendiri. Namun, aku sedikit ragu dengan hal ini. Aku tidak terlalu paham dengan ejaan atau apa pun itu. Mungkin, aku harus membicarakan hal ini kepada Tono. Aku pun tidak jadi mengambil buku di rak itu. Lalu, aku berjalan kembali ke arah Tono.
"Ton, aku berencana untuk membuat novel. Gimana menurutmu?" tanyaku sambil duduk di kursi itu. Sepertinya aku memasang muka yang sangat meyakinkan, Tono tampak terkejut mendengar hal itu.
"Nulis novel ya." Tangan Tono menyentuh dagu, dia tampak sedang berpikir sejenak.
"Entahlah, tapi menurutku itu ide yang bagus. Tidak ada salahnya kau mencoba hal itu." Tono melanjutkan kata-katanya.
"Tuh kan," ujarku dengan nada yang tampak penuh percaya diri.
"Tapi, kau mau buat genre apa?" Pertanyaan itu membuatku berpikir sejenak.
"Mungkin genre roman," jawabku. Entah mengapa aku menjawab genre itu.
"Sip, semangat."
Sepulang sekolah, aku masih memikirkan hal itu. Genre cerita yang aku pilih sepertinya rumit. Sebenarnya aku juga tidak mempunyai pengalaman tentang cinta untuk dijadikan sebuah cerita. Dari informasi yang aku dapat, aku harus melakukan riset atau mencari informasi seputar genre atau tema yang aku pilih. Mungkin, aku harus mencoba untuk menonton film roman sebagai riset.
Lalu, aku pun tidak langsung pulang ke rumah. Tetapi, aku pergi ke tempat yang menyediakan wifi gratis di sana. Sebuah toko bangunan yang dimiliki oleh Pak Agus, dia bukan keluargaku. Namun, pertemuan saat hujan lebat itu membuatku bertemu Pak Agus. Dia memberiku teh panas ketika aku berteduh di depan tokonya. Kuota internetku tidak cukup untuk mengunduh film roman itu sehingga aku menggunakan wifi di toko ini. Pak Agus juga telah memberi izin untuk menggunakannya.
Setelah film itu terunduh, aku pun kembali ke rumahku yang sepi. Lalu, aku langsung masuk ke kamarku dan melihatnya di laptopku. Mungkin, ini film roman pertama yang aku lihat karena sebelumnya aku memang belum pernah menonton film seperti itu. Aku lebih suka melihat genre film fantasi karena terlihat seperti dunia yang menyenangkan. Rasa ragu untuk menulis cerita roman itu terkadang merasuk dalam hati. Aku tahu jika ini adalah sesuatu yang baru untuk aku, tetapi aku pikir tidak salah untuk mencoba hal baru. Setidaknya aku memiliki pengetahuan tentang cinta dari film karena aku jomlo.
Ketika aku menonton film itu, aku memegang buku tulis untuk mencatat hal-hal yang bisa dijadikan riset untuk menulis novel. Mulai dari adegan pertemuan pertama sampai dengan hal-hal sederhana yang romantis, aku menulis semuanya di dalam buku catatanku. Mungkin, ini sesuatu yang jarang sekali dilakukan oleh penulis lain. Namun, aku menjadi percaya diri untuk menulis novel ini.
Setelah selesai menontondan mencatat hal-hal penting, aku pun mulai mencoba untuk membuat premis. Akuberimajinasi menjadi seseorang yang memiliki kemampuan dan tidak payah sepertidi dunia nyata. Aku ingin menulis cerita cinta dengan seorang perempuan yangaku impikan. Seseorang yang sikapnya mungkin tidak ada di dunia ini. Sejenak,aku menghela napas ketika memikirkan itu semua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aksara
Teen FictionMenceritakan sebuah petualangan dari fantasi seorang penulis.