Pagi itu, Yusak sudah bangun lebih awal daripada biasanya. Dia tidak sabar ingin melihat pengumuman SPTN (Seleksi Perguruan Tinggi Negeri). Setelah lulus dari SMA, banyak teman seusianya pergi untuk memilih jalan mereka masing-masing. Sebagian dari antara mereka memilih untuk bekerja sedangkan sisanya memilih untuk kuliah. Cita-cita Yusak semasa dia masih kecil adalah menjadi seorang guru. Jadi, dia memilih untuk berkuliah di jurusan PG (Pendidikan Guru). Setidaknya dia telah memilih dua universitas yang memiliki jurusan PG, tetapi Yusak berharap nilainya cukup untuk memasukkannya ke universitas yang dekat dengan kotanya.
Kota Worogeni adalah tempat tinggal Yusak, tempat itu adalah salah satu tujuan para perantau di Nusantara. Meskipun kota yang sangat kecil di sebelah utara jawa, hal itu menjadi daya tarik tersendiri. Posisinya yang berada di bawah kaki Gunung Merabu menjadi lukisan alam bagi masyarakat sekitar. Sebuah kota modern di lembah yang sejuk dan segar udaranya. Ketika Yusak memilih universitas yang dia inginkan, dia memilih USA (Universitas Salatigan Ambarawa) dan UGK (Universitas Gunung Kidul). Yusak berharap dapat diterima di USA karena lokasinya yang dekat.
Setelah beberapa saat dia menatap layar, surel yang dia tunggu akhirnya muncul. Surel dari LPTN (Lembaga Perguruan Tinggi Nusantara) menyatakan bahwa dia diterima di USA. Akhirnya dia bisa tenang, mungkin besok dia harus menyiapkan barang-barangnya untuk ke Salatigan.
"Yusak, kamu keterima?" tanya ibu yang baru saja bangun dan masuk ke kamarnya.
"Iya, aku diterima di USA."
"Wah, lumayan deket kalau gitu. Ngomong-ngomong, kamu mungkin harus belajar bahasa Jawa."
"Lah, kenapa?" Yusak heran.
"Karena penggunaan bahasa Jawa lebih sering digunakan di sana, entar ibu ajari sedikit."
"Ya udah deh."
Yusak hanya belajar sedikit tentang bahasa Jawa, tetapi dia sudah dapat menggunakan beberapa kata yang sering digunakan dalam percakapan sehari-hari. Menurutnya, itu mungkin sudah cukup untuk sedikit bertahan hidup di lingkungan baru. Ketika Yusak sudah siap untuk pergi ke Salatigan, dia pun berpamitan dengan kedua orang tuanya dan juga adiknya yang masih SMP.
"Hati-hati di jalan. Ngomong-ngomong, jangan lupa ibadah," ujar ibunya.
"Sekali-kali coba ibadah di Gereja Kristen Jawa. Kamu nanti bisa sekalian belajar bahasa Jawa," tambah ayahnya.
"Gereja Kristen Jawa?"
"Iya, kamu nanti coba ke sana."
Setelah itu, Yusak berjalan menuju tempat orang biasanya menunggu bus. Mungkin ini pertama kalinya Yusak bepergian menggunakan bus. Beberapa menit setelah dia duduk dan menunggu, bus dengan tujuan ke Salatigan pun datang. Dia pun naik dan masuk ke dalam bus. Namun, tubuhnya mungkin belum terbiasa dengan udara di dalam bus sehingga Yusak merasakan mual dan ingin muntah. Yusak berusaha untuk tetap menjaga tubuhnya agar tidak merugikan orang lain. Dia pun berusaha mengatur napasnya sehingga dia tidak muntah, lalu mematikan pendingin yang berada di tempat dia duduk.
Setelah perjalanan selama empat jam itu, Yusak pun akhirnya sampai di Salatigan. Nuansa baru sangat terasa, udara segar yang berbeda dengan udara di Worogeni. Kemudian, dia langsung berjalan sambil membuka gawainya. Yusak mencari lokasi kampusnya, ternyata tidak terlalu jauh dari tempatnya berdiri sekarang. Ya, tidak terlalu jauh jika menggunakan sepeda motor. Setidaknya dia telah menemukan pangkalan ojek, Yusak pun berjalan mendekatinya.
"Pak, ojek," ujar Yusak.
"Meh nyangdi le?"
"Ke USA."
"Oh, kamu memangnya darimana?"
"Dari Worogeni."
"Worogeni? Jawa Utara ya?"
"Iya pak, ya udah sini tak antar," bapak ojek itu pun langsung menaiki sepeda motornya.
Mereka pun pergi menuju USA, jaraknya mungkin sekitar sepuluh kilometer dari tempat Yusak tadi. Setelah beberapa menit mengendarai motor, akhirnya mereka sampai di USA. Yusak takjub dengan suasana kampus yang hijau itu, mungkin karena lokasinya yang berada di bawah Gunung Tiga sehingga hutan-hutan di sekitar kampus itu dibiarkan tetap tumbuh.subur.
"Ini pak," kata Yusak setelah turun dari motor.
"Nggak usah, anggap aja hadiah pertama dari kota ini kepadamu," ujar bapak ojek sembari menyalakan mesin motornya lalu pergi meninggalkan Yusak sendiri.
Hm, ramah sekali, batin Yusak.
Setelah itu, Yusak berjalan untuk melihat-lihat kampusnya. Kampus itu tidak begitu besar, tetapi terlihat luas karena pepohonan di sekitarnya. Udara yang sejuk dan cahaya mentari yang menembus daun-daun menjadi suatu kenyamanan tersendiri bagi mata orang yang melihatnya. Ketika Yusak sudah merasa cukup puas melihat kampusnya, dia pun pergi untuk mencari tempat kos.
Jarak kampus dengan rumah-rumah yang membuka jasa sewa kamar kos sepertinya tidak terlalu jauh. Cukup dekat jika mau berjalan kaki. Setidaknya Yusak dapat memilih tempat atau kos yang paling dekat dengan kampus. Dia beruntung karena dia belum melihat mahasiswa baru seperti dirinya yang mencari kamar kos. Semoga itu bukan perasaan Yusak saja. Ketika Yusak mengetuk salah satu pintu rumah terdekat yang menawarkan kos, pintu itu langsung terbuka. Sosok wanita paruh baya muncul dari balik pintu. Wajahnya tidak terlalu garang seperti yang diceritakan orang tentang legenda ibu kos.
"Mau ngekos?" tanya ibu pemilik kos itu.
"Iya bu."
"Nih, masukin nama sama kontaknya ya. Pembayarannya satu tahun ya," ucap ibu kos sambil memberikan selembar kertas berisi daftar penghuni kos dan beberapa informasi. Namun, Yusak tidak melihat nama lain di daftar itu. Mungkin hanya dia saja yang baru mengisi kos ini.
"Iya bu," balas Yusak sambil menerima selembar kertas itu, lalu dia menuliskan namanya.
"Wah dari Worogeni ya?" kata ibu kos ketika melihat data yang ditulis oleh Yusak.
"Iya bu."
"Semoga nyaman ya di sini."
"Iya."
"Ya udah, langsung masuk aja. Bisa langsung lihat kamar." Ibu kos itu pun pergi keluar. Sepertinya ada sesuatu yang penting sehingga dia pergi meninggalkan kosnya.
Lalu Yusak masuk ke dalam. Ketika dia membuka kamar kosnya, dia disambut oleh ruangan yang bersih. Sebuah kamar kos yang mungkin bisa dikatakan lebih nyaman daripada kamarnya sendiri. Yusak berpikir jika itu adalah salah satu definisi dari home sweet home di dalam kos. Tas berat yang dibawanya pun dia letakkan di lantai. Tubuhnya tidak sabar ingin rebah di kasur yang empuk. Badan yang terasa pegal menjadi hilang ketika Yusak berbaring di kasur itu.
Saat tatapan mata Yusak memandang langit-langit kamar, dia teringat jika dia harus cepat mencari gereja sebelum hari minggu besok agar dia tidak terburu-buru atau terlambat. Jika berhubungan dengan kebaktian, Yusak tidak pernah ingin terlambat walau hanya satu detik setelah lonceng atau bel berbunyi. Dia tidak ingin mengecewakan Tuhan yang telah memberikan waktu satu hari untuk bersekutu dengan saudara seiman dan memuliakan nama-Nya. Yusak pun beranjak dari tempat tidurnya, lalu keluar dan mengunci pintu kamarnya sambil membawa gawainya.
Ketika keluar dari tempat kosnya, dia langsung membuka gawainya untuk mencari Gereja Kristen Jawa terdekat. Yusak menemukan satu GKJ yaitu GKJ Tigan, sebuah gereja yang letaknya tidak terlalu jauh. Mungkin sekitar dua kilometer dari tempatnya berdiri. Dia sekarang memikirkan bagaimana cara dia pergi ke sana. Ketika sedang berpikir, tiba-tiba ada angkot yang melintas di depan matanya. Yusak melihat ke arah bagian belakang angkot itu, angkot itu berjalan ke daerah Tigan, tempat GKJ Tigan.
Ketika muncul angkot yang sama, Yusak pun naik angkot itu. Mungkin sekitar beberapa menit berada dalam angkot, akhirnya dia sampai di GKJ Tigan. Gereja itu lumayan besar, bahkan lebih besar daripada GKN (Gereja Kristen Nusantara) Gunung Woro. Namun, sepertinya Yusak akan merasa nyaman di tempat ini. Dia memandangi gedung gereja yang pintu gerbangnya tertutup itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku dan Kamu di Gereja Jawa
RomanceAku dan Kamu di Gereja Jawa bercerita tentang pertemuan Yusak dengan Miryam. Pada awalnya Yusak ingin berkuliah di salah satu perguruan tinggi negeri. Setelah seleksi, Yusak diterima di Salatigan, sebuah kota yang berbeda dengan Worogeni tempatnya t...