2. BJ!! || Dia Siapa?

4 3 0
                                    

"Langit senjanya indah, ya."

Jihan terdiam sejenak. Memang langit senja kali ini sangat indah, tetapi kenapa lelaki itu mengatakan kepada dirinya? Jihan terus memikirkan hal itu sejak tadi.

Namun, Jihan menganggap itu adalah cara perkenalan lelaki itu kepada dirinya. Mungkin dia masih merasa bersalah dengan kejadian tak disengaja itu.

Jihan mengambil ponselnya, membuka pesan yang sudah terpampang di bar notifikasi.

"Assalamu'alaikum, Jihan. Kamu udah di rumah, kan?" Pesan dari Syaqilla membuat Jihan tersenyum tipis.

Kedua jempol Jihan mulai menari di atas layar ponselnya, membalas pesan dari salah satu sahabatnya itu. "Wa'alaikumussalam. Udah, Qil. Kenapa?" balas Jihan.

"Alhamdulillah. Enggak apa-apa. Aku takut aja kamu diapa-apain orang. Soalnya, cuma kamu sendiri yang beda jalan pulangnya, apalagi udah magrib tadi."

Senyuman Jihan semakin mengembang. Dari semua sahabatnya, hanya Syaqilla yang paling pengertian, Syaqilla yang paling dewasa pemikirannya.

Kadang seseorang yang seperti ini dibutuhkan dalam hal persahabatan. Ketika ada masalah, ada tempat pulang untuk meminta pendapat. Apalagi Syaqilla sangat suka menasehati mereka berempat. Itu semua demi kebaikan sahabat-sahabat Syaqilla yang tentunya ia sayangi.

"Ahahaha. Kamu ada-ada aja, Qil. Rumahku, kan, dekat dari Cafe itu," balas Jihan lagi.

"Walaupun, kita tetap harus waspada, lho. Kita itu perempuan, Jihan. Tempatnya nafsu para lelaki."

Balasan Syaqilla barusan membuat Jihan terdiam sejenak. Memang benar kata-kata Syaqilla. Kalau tak waspada, hal yang lain bisa saja terjadi kepada dirinya. Seketika Jihan teringat dengan lelaki sore tadi, sangat berbeda sikapnya ketika bertabrakan. Jihan berusaha berpikir positif. Mungkin cara dia berkenalan, batinnya.

"Aku bukannya nganggap semua laki-laki itu seperti itu, ya, Jihan. Cuma, kita sebagai perempuan, ya, hati-hati aja."

Jihan mulai mengetik kembali sebuah pesan untuk Syaqilla. "Iya, Syaqilla cantiikkk. Baik banget, lho. Perhatian banget. Siap, aku bakalan waspada!!"

"Bagus. Ya udah, Syaqilla offline dulu, ya. Banyak yang mau dikerjain. Assalamu'alaikum." Percakapan itu langsung diputus oleh Syaqilla. Dia memang seperti itu orangnya, jika tak penting, tak akan memulai chat. Kalau sudah selesai urusannya, ia langsung segera offline.

Jihan membalas salam Syaqilla, lalu mematikan ponselnya. Setelah itu, ia meletakkannya di meja belajarnya. Ia pandangi cermin yang menampilkan dirinya disana.

"Kapan gue kayak Syaqilla, ya? Udah sholehah, pintar, perhatian lagi." Jihan merapikan rambutnya. "Mau ngomong pake gue-lo aja segan jadinya."

Jihan menarik napasnya pelan. "Untuk berhijab aja gue susah. Apalagi mau pake baju tertutup." Jihan mulau memandangi setiap inci wajahnya di cermin.

"Memang, ya. Perempuan itu tempatnya nafsu para lelaki. Tapi, bagaimana dengan perempuan yang sholehah kayak Syaqilla?" Jihan bermonolog.

"Ya Allah, semoga hamba-Mu ini bisa hijrah. Tapi jujur ya Allah, untuk sekarang, hamba belum siap."

***

Jihan dan para sahabatnya kini duduk di kantin kampus. Sudah sekitar 30 menit mereka disana, menyantap makanan sambil bercerita layaknya sahabat.

"Eh, salat Duha, yuk." Ajakan itu dari Syaqilla. Makanan mereka sudah habis, jam sudah menunjukkan pukul 9 pagi, dan tidak ada lagi yang ini mereka kerjakan. Ajakan Syaqilla pasti selalu diangguki oleh sahabat-sahabatnya, karena sudah pasti itu baik. Di dekat Syaqilla, mereka menjadi dekat kepada Allah.

Sahabat terbaik adalah sahabat yang membawa sahabatnya kepada yang lebih baik. Dekat dengan Tuhannya, dan tak meninggalkan amalannya.

Itulah prinsip Syaqilla. Selalu ada kebaikan dalam setiap ajakannya.

Mereka bangkit dan segera beranjak menuju Mushola kampus. Mereka jalan berempat, namun Jihan berjalan paling belakang. Ia fokus dengan ponselnya, membalas pesan-pesan dari orang-orang. Tetapi, seketika langkah mereka berhenti ketika sudah dekat dengan Mushola.

Jihan mendongak, lalu menaikkan alisnya sebelah. "Kenapa?" tanyanya.

"Itu siapa? Kok ganteng?" tanya Ratna, tak menghiraukan pertanyaan Jihan barusan.

"Enggak tahu, tapi kayaknya itu mahasiswa disini, deh." Dinda membalas pertanyaan Ratna.

"Ah, masa, sih? Tapi suer, itu ganteng banget. Rajin salat lagi. Aduh, idamannnn." Ratna semakin menjadi-jadi.

Syaqilla yang mendengarnya langsung menggeleng-gelengkan kepalanya. "Astaghfirullah, Ukhty-ukhty. Jaga pandangan, ayo cepat salat." Ayqilla langsung menggandeng kedua sahabatnya itu dan membawanya ke Mushola bagian belakang. "Ayo, Jihan," ajak Syaqilla.

Jihan yang terdiam hanya membalasnya dengan anggukan. Kembali ia menatap orang yang ada di dalam Mushola itu.

Lelaki itu, lelaki yang kemarin. Kenapa dia ada disini.

"Dia siapa?" gumam Jihan.

Bismillah Jodoh!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang