Seharusnya, aku bisa melupakanmu dengan sekejap. Meninggalkan dan menanggalkan setiap keping kenangan. Kini, kita sudah bukan lagi kita yang kerap bersama dalam perjalanan. Dulu, rencana yang kita buat tenggelam begitu saja bersama perihnya rasa akibat ditinggalkan.
Di sini, di tempat yang tak sempat menjadi tempat pulangmu lagi, aku menaburkan bunga perpisahan, menyusun lilin renjana, dan menghiasnya dengan cara istimewa. Kukatakan istimewa bukan berarti itu tempat paling romantis. Tapi, sengaja aku rancang khusus untuk merayakan kepergianmu yang kini menghangat di pelukan raga yang baru.
Selamat, selamat atas terlingkarnya cincin di jari manismu. Jari yang juga sempat menjadi tempat sakralnya tanda cinta pertunangan kita. Namun, kini sirna. Semua seolah hirap dalam sekejap. Kau yang kini merayakan kebahagiaan, aku merayakan kesakitan, memilin renjana di kekosongan.
Di tempat paling antah-berantah aku mencoba merelakan. Entah harus dengan perasaan bagaimana. Ah, mungkin perayaan di kesepian seperti ini akan sedikit menenangkan inti jiwaku yang habis terlumat.
KAMU SEDANG MEMBACA
PESTA SEMBILU
PoetryUntaian kata rasa dari seorang pujangga dungu yang merayakan rasa sakitnya pasca ditinggalkan dengan cara merakit diksi melankolis, mencurahkan segala resah, susah, dan pasrah pada aksara. Merayakannya seolah dia kuat menghadapi perasaan kalutnya. D...