Malam ini kugantungkan lampu-lampu temaram, kusajikan berbagai macam hidangan perjamuan. Meja-meja dan dekorasi menjelma saksi yang bisu. Aroma wangi kembang-kembang mekar semerbak harum. Semua telah siap, kasih. Segala resah sudah kupendam dalam-dalam. Namun, kau tak kunjung datang. Mengapa? Aku menunggu dengan risau yang sudah diujung rapuh. Dadaku sesak, mataku berkaca-kaca mengedarkan pandangan ke tiap sudut ruangan. Masih juga belum terasa keberadaanmu. Ke mana kau yang dengan tega menepikan perayaan kita? Di mana kau yang selama ini kutunggu dengan resahnya? Degup jantung dengan kencangnya menderu, sesak dadaku sudah tak berkompromi lagi. Ingin kujatuhkan saja air mata ini. Ke mana gerangan kau yang kurindukan? Apa kabarmu jika memang kau tak datang? Aku menantimu, kasih. Aku ingin kau hadir di perhelatan ini. Perhelatan yang sudah kita rancang, tak lupa juga dengan masa depan yang terpampang seolah nyata.
Kasih, apa kau lupa tentang semua rencata kita? Ah... Sial, sial.
KAMU SEDANG MEMBACA
PESTA SEMBILU
PoesíaUntaian kata rasa dari seorang pujangga dungu yang merayakan rasa sakitnya pasca ditinggalkan dengan cara merakit diksi melankolis, mencurahkan segala resah, susah, dan pasrah pada aksara. Merayakannya seolah dia kuat menghadapi perasaan kalutnya. D...