Jadilah wanita saleha yang selalu bisa menjaga pandangan, tutur kata, juga tingkah lakunya.
// About Readiness //
"Seperti yang kita ketahui, bahwasannya di dalam Islam wanita adalah salah satu makhluk yang paling diistimewakan oleh Allah, bahkan wanita lebih istimewa daripada laki-laki. Tahu kenapa?"
Tidak ada yang menjawab, semua perempuan yang hadir dalam kajian di sore itu justru menatap penasaran kepada Ustaza Amina, tentang kelanjutan ucapannya barusan. Begitupula dengan Ayra yang sedang duduk di samping Fiya dengan tatapan yang begitu serius.
"Karena, terdapat enam hadis tentang wanita dan kemuliaannya di dalam Islam. Pertama, perempuan adalah perhiasan dunia. Dari Abdullah bin Amr, Rasulullah SAW bersabda; Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baiknya perhiasan dunia adalah istri yang saleha.
"Kedua, perempuan saleha lebih baik daripada bidadari surga. Sebagaimana hadis Rasulullah SAW yang berbunyi; Perempuan berjenis manusia asal dunia lebih utama daripada para bidadari surga 70.000 kali lipat.
"Ketiga, perempuan diberi pengecualian khusus dalam beribadah. Pada masa-masa tertentu, perempuan diperbolehkan untuk tidak menunaikan salat dan puasa, seperti saat haid dan nifas. Hak khusus tersebut tentunya tidak dimiliki oleh laki-laki. Seperti dalam sabda Rasulullah SAW; Siapa saja wanita yang mengalami haid, maka sakitnya haid yang mereka alami akan menjadi kafarah (tebusan) bagi dosa-dosa yang terdahulu.
"Keempat, dapat masuk surga dari pintu mana pun. Dari Abdurrahman bin 'Auf radiyallahu'anhu, Rasulullah SAW bersabda; Jika seorang wanita menunaikan salat lima waktu, berpuasa di bulan ramadan, menjaga kemaluaannya, dan menaati suaminya, niscaya akan dikatakan padanya 'masuklah ke dalam surga dari pintu mana pun yang kamu mau. (H.R. Ahmad).
"Yang kelima, perempuan hamil dan melahirkan setara dengan jihad. Seperti dalam sabda Rasulullah SAW yang berbunyi; Mati syahid ada 7 selain yang terbunuh di jalan Allah. Orang yang mati karena thaun, orang yang mati tenggelam, orang yang mati karena ada luka parah di dalam perutnya, orang yang mati karena sakit perut, orang yang mati karena terbakar, orang yang mati karena tertimpa benda keras, dan wanita yang mati sementara ada janin di dalam kandungannya.
"Dan yang terakhir, derajat ibu lebih tinggi daripada ayah. Sebagaimana yang diterangkan dalam hadis Rasulullah SAW; Seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah, 'wahai Rasulullah kepada siapakah seharusnya aku berbakti pertama kali?'. Rasulullah memberikan jawaban dengan mengatakan 'ibumu' sampai diulangi tiga kali, baru kemudian yang keempat Rasulullah mengatakan 'ayahmu'. (H.R. Bukhari nomor 5971 dan muslim nomor 2548).
"Bahkan saking mulianya di dalam al-quran terdapat satu surah yang menjelaskan tentang wanita. Yaitu surah An-Nisa surah ketiga di dalam al-quran," ujar ustaza Amina sembari menatap seluruh jamaah yang ada di hadapannya. "Sampai sini apa ada pertanyaan?" Kebiasaan Ustaza Amina setiap selesai ceramah yaitu memberikan kesempatan pada jamaah yang hadir untuk memberikan pertanyaan.
Namun, sepertinya tidak ada yang ingin bertanya, terbukti setelah tiga menit Ustaza Amina bertanya tidak satu pun perempuan di sana yang mengangkat tangan.
"Sepertinya tidak ada, ya? Ya sudah sebelum saya menutup kajian kita pada hari ini. Saya ingin menyampaikan sesuatu ... jadilah wanita saleha yang dirindukan surga. Yang mampu menjaga tutur kata, tingkah laku, dan juga kemaluannya. Karena di zaman sekarang ada beberapa orang yang tidak paham dan menganggap rendah perempuan terutama kaum Adam," final Ustaza Amina, kemudian mulai membaca doa majelis untuk menutup kajian tersebut.
"Alhamdulillah. Gimana, Ra? Semua yang diucapkan Ustaza Amina kamu paham, kan?" tanya Fiya pada Ayra.
Ayra mengangguk beberapa kali sembari tersenyum. "Aku baru tahu ternyata perempuan semulia itu, Tan," ujarnya seraya menatap ke arah Fiya.
Fiya membalas senyum Ayra, lalu wanita bercadar itu melirik ke arah arloji yang menempel di pergelangan tangannya. "Pulang sekarang, ya, Ra. Kasian Oya pasti nungguin Tante di rumah," ujar Fiya dan mendapat anggukan setuju dari Ayra. Lagi pula sebentar lagi juga Magrib.
Setelah berpamitan pada Ustaza Amina dan juga beberapa jamaah lainnya, Ayra dan Fiya pun keluar dari masjid. Bertepatan saat mereka sudah tiba di teras, tampak mobil yang tak asing bagi keduanya baru saja memasuki pekarangan masjid.
"Padahal Tante udah bilang nggak usah dijemput," ujar Fiya saat melihat Akhtar keluar dari mobil dan berjalan ke arah mereka.
Ayra sendiri seketika mengeluarkan ponsel dari saku gamisnya, kemudian mengarahkan kamera ponselnya ke arah Akhtar yang sedang berjalan ke arahnya dan juga Fiya. Sebelum memotret lelaki itu, Ayra melirik sekilas ke arah Fiya karena dia sedang memfokuskan kamera ponselnya. "Tante aku izin foto Kak Akhtar, ya."
Belum juga Fiya menjawab ucapannya barusan, satu foto yang indah sudah Ayra dapatkan. Hal itu membuat Fiya menggeleng pelan. Wanita itu juga tahu jika gadis bermata bulat yang ada di sampingnya ini mencintai putranya. Fiya tidak bisa melarang dan menahan perasaan Ayra karena memang fitrahnya manusia itu mencintai dan dicintai.
"Masya Allah, Kak Akhtar makin ganteng aja, Tan. Tante kasih makan apa, sih?" tanya Ayra begitu saja saat melihat hasil bidikannya yang sungguh luar biasa itu. Dan sepertinya gadis bermata bulat itu tidak menyadari ucapannya barusan.
Gelengan pelan kembali Fiya lakukan, bersamaan dengan senyum geli yang muncul di balik niqab yang dia kenakan. "Jangan terlalu berharap, Ra. Harapanmu gantungkan saja sama Allah, biar Allah yang mengatur semuanya. Karena jodoh, rezeki, dan maut sudah Allah tuliskan saat kita dilahirkan ke dunia ini."
Ayra sontak menoleh ke arah Fiya. "Maaf, Tante," ujar Ayra lalu memasukkan ponselnya kembali ke dalam saku gamis.
Baru saja Fiya akan membalas ucapan Ayra, tetapi terurungkan saat suara salam dari Akhtar terdengar. "Waalaikumsalam. Oya mana, Tar?" tanya Fiya karena sepertinya Akhtar datang sendirian.
"Ada di mobil, Ummi. Dia ketiduran tadi pas kami jalan ke sini," jawab Akhtar, lalu beralih menatap Ayra yang ternyata sedang menatapnya sembari tersenyum. "Kalau bisa jilbabnya jangan dibuka-buka lagi, ya, Ay. Bagusan kamu kayak gini, tertutup," ujar Akhtar tanpa adanya gombalan sedikitpun.
Ayra sontak menunduk dengan pipi yang bersemu. Secara langsung dan terang-terangan lelaki itu memujinya. Ingin rasanya Ayra berteriak dan mengadu pada semesta jika dia baru saja dipuji oleh lelaki yang dia cintai. Rasanya benar-benar bahagia, sampai dia merasa gugup dan salting secara bersamaan.
"Sudah. Pulang sekarang ayo!" Fiya tiba-tiba bersuara saat melihat gerak-gerik Ayra.
"Ayo," ujar Akhtar lalu berjalan di sebelah kiri Fiya, sementara Ayra berjalan di sebelah kanan wanita itu.
Saat tiba di mobil, Ayra langsung masuk ke dalam mobil di bagian penumpang, begitu juga dengan Fiya, karena Oya ada di kursi depan dan terlihat sangat nyenyak tidurnya. Fiya tidak tega jika harus membangunkan malaikat kecilnya itu.
"Ay," panggil Akhtar setelah melajukan mobilnya.
"Kenapa, Kak?" Ayra menatap Akhtar di kaca spion depan.
"Kamu nggak angkat telepon dari Al atau Bang Adit?"
"Hah? Mereka abis nelpon aku?" tanya Ayra balik, lalu mengambil ponselnya untuk mengecek telepon dari kedua kakaknya itu. Dan benar saja ada puluhan panggilan yang tidak terjawab dan semuanya dari Althaf dan juga Adit.
"Banyak banget, kenapa, ya?" gumam Ayra, tetapi masih dapat di dengar oleh Fiya dan juga Akhtar.
Baru saja Ayra akan menghubungi balik kedua kakaknya tetapi seketika terurungkan saat mendengar ucapan Akhtar.
"Om Farhan masuk rumah sakit, jantungnya kambuh lagi."
Deg!
// About Readiness //
Malaaam. Terima kasih sudah setia menunggu cerita ini. Semoga kalian ndk bosan, ya. Seehhu di Chapter 11.

KAMU SEDANG MEMBACA
About Readiness (END)
SpiritualSpiritual-fiksiremaja "Maaf, aku nggak bisa kayak Sayidah Fatimah yang bisa tahan dengan cinta diam-diamnya kepada Ali bin Abi Thalib. Aku juga tidak seberani Bunda Khadijah yang melamar Rasulullah lebih dulu ... yang kubisa hanya menjadi seperti Zu...