Author
•Pulang sekolah"Gue duluan ya," ujar Olin lalu masuk kedalam mobilnya. Mereka pun dadah-dadahan. Mobil Olin berlalu.
Tiba-tiba, sebuah motor berhenti didepan Anara. Pemilik motor membuka kaca helmnya.
"Naik!"
"Ha? G-gausah kak nanti malah ngerepotin lagi."Orang yang diatas motor itu alias Fano memberikan Anara helm.
"Nih."
"Baru beli kak?"
"Ga."
"Trus?"
"Kenapa? Ga mau?"
Tanpa banyak cocot lagi, Anara langsung mengambil helm itu lalu memakainya. Sudah jelas, Fano baru membeli helm itu.
Tapi dia membelinya bukan untuk keuntungan Anara saja, tapi ada alasan tersembunyi di dalamnya.•Dijalan
"Berhentiin di pangkalan ojek tadi aja kak."
"Rumah lo dimana?"
"Masuk dalam Gang Mawar, ada rumah warna krem, itu rumahku,"
"Owh..."Akhirnya Fano tak ikut perkataan Anara tadi dan malah mengantar Anara langsung ke rumahnya.
"Thanks kak."
"Bayar."Anara terdiam. Uangnya baru saja habis tadi di kantin.
"Maksud gue..." Fano turun dari motornya.
"Ekhem...ee.. pertama-tama gue mau bilang, kita ngomongnya pakai lo-gue aja,"
"Trus... Kalau bisa lo pakai sifat asli lo aja sama gue,"
"Gue mau..."
"Lo jadi pacar gue."Keadaan hening seketika. Anara mencoba untuk mencerna perkataan Fano dengan baik.
"Hah? Ogah!"
Fano menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Inilah alasan tersembunyi yang dimaksud Fano, tapi semua gagal total.
"Bukannya lo dah punya pacar?"
"Gue bohong Asmirandah, Kalau dia tau gue bohong... Aaaa ntar gue dikejar lagi sama diaaa...."
'Asmirandah siapa?'
"Cari cewe lain, gue gamao."Anara mulai membalikkan badan dan melangkah pergi.
"Oi Bentar."
Langkah Anara terhenti.
"Helmnya baru gue beli, ambil aja."
Anara membalikkan badanya lagi.
"Nih ambil, gue ga butuh."
Anara pergi lagi.
"Gimana kalau kita buat kesepakatan? Lo bantuin gue, Gue bakal ngabulin semua yang lo minta."
Langkah Anara terhenti, untuk yang ketiga kalinya ia membalikkan tubuhnya. Anara tersenyum licik yang membuat Fano bergidik ngeri.
"Oke deal."• • • 🐤 • • •
Hp Fano mati mendadak. Ia lalu meletakkan hpnya diatas meja samping kasurnya.
'TOK TOK TOK TOK TOK'
Seseorang menggedor-gedor pintu kamar Fano. "MASOOOK," pekik Fano. 'BRAK' Pintu terhempas.
Tampak seorang cewe dengan rambut dijedai memutar, wajah 11:12 dengan Fano, yang mengenakan baju dongker lengan pendek dan celana pendek berwarna putih.
"Fano! Beliin soptek dong!"
"Ha?! Napa baru sekarang?!"
"Baru datang... Pleaseeee.... Gue baru nyadar stok gw habisss...."
"Trus, baju lo kok gitu?"
"Gue abis we ok (W. O), Yaaa.... Fanooo.... Fano Agraven Zio... Adek paling ganteng, manis, cakep, pinter..."
"Iya iya, duitnya?"
"Minjem ya, bye, gue tunggu di kamar."
"Tapi-"'BLAM'
Pintu tertutup rapat. Dengan berat hati, Fano pergi ke mini market.
-pulangnya beli soptek-
Tanpa mengetok, Fano langsung membuka pintu kamar kakaknya.
"Nih," ujar Fano sambil melempar benda suci yang dibutuhkan kakak laknatnya itu."Waaaa.... Tenkyu dedekku cayang emmuah, duitnya kapan-kapan gue ganti..."
'BLAM'
Pintu ditutup oleh kakak tercintanya.Kadang Fano merasa dirinya adalah babu sang kakak. Oke selesai, saatnya ti-
"BANGG!!!."
Fano beralih ke adek cewenya.
"Apa?"
"Mathakin mi."
"Kan lo bisa bikin sendiri."
"Gue gabole megang kompol."
"Seduh aja."
"Gamau! Maunya dimathak!"
"Bilang ke kakak atau mama sanaaa."
"Ga mau! Maunya bikinan abang!"
Adeknya lalu merengek.
"Yaudah iya, diem."-selese mathak mi-
Fano
Aku kembali ke kamarku setelah dia puas dengan mi setan itu. Aku lalu mencoba menghidupkan hp. Oiya ga di cas. Baru ingat nih hp batrainya habis.
'TOK TOK TOK TOK'
"Ah, ganggu banget."
Dengan bermuka masam, aku membuka pintu kamarku. Kakakku lagi.
"Apa?!"
"Nih martabak dari Bang Azka," ujar kakakku sambil memberikan sebuah kresek bening. Dengan antusias, aku merampas itu dari tangannya. "Thanks kak." Bang Azka emang the besssttt.Semenjak kepergian ayah 11 tahun yang lalu, aku tak lagi merasakan kasih sayang dari seorang ayah. Tapi sekarang, Bang Azka sudah seperti seorang kakak dan ayah bagiku.
Dan penyakit yang telah merenggut nyawa ayah...
Sekarang ada padaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antero Fana
Teen FictionApakah pertemuan itu hanyalah kebetulan? atau melainkan sebuah takdir? Tapi yang jelas semua itu hanyalah sementara