"Udah cukup galau-galaunya deh Ra, lupain dia, liat ke depan. Sampe kapan lo mau hanyut sama perasaan sampah kayak gini?"
"Panas telinga gue denger omelan lo, isinya itu-itu mulu. Gak mutu."
"Lo kata otak Eflin, noh, gak mutu."
"Sorry, ya, otak gue itu bermutu tinggi dan terakreditasi A. Ada sertifikasi halalnya lagi. Lah, lo?"
"Bahasa lo kok soide gitu sih sayang? Sedih nih,"
"Jijay bajaj lo set"
Ketiga sahabat itu pun tertawa lepas, tapi tidak dengan maira. Maira memang lebih pendiam setelah kejadian itu.
"Lo kenapa sih Ra, dia kan---"
"Udah ah, Ris. Gue capek bahas dia mulu. Gue gak papa kok." ujar Maira sambil menyunggingkan senyum yang -dia harap- dapat meyakinkan ketiga sabahatnya bahwa dia baik baik saja. Bukan apanya, ia melakukannya agar semua cepat selesai, agar tak ada lagi bahasan tentang dia dan perasaannya.
Ketiga sahabat Maira hanya bisa terpaksa mengiyakan pengakuan palsu dari sahabatnya itu, mereka tak bisa melangkah lebih jauh, kini yang mereka tahu hanya; Maira tak pernah baik-baik saja setelah terluka sebegitu dalamnya. Sejak waktu itu, maira yang notabenenya adalah wanita paling asyik sekarang menjadi wanita kaku layaknya boneka.
-----------
Karena 'gapapa'nya cewek itu adalah 'kenapa kenapa' yang ingin diutarakan namun entah harus melalui jalan seperti apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Disaster
Teen Fiction"I'm not the jealously type. But what's mine is mine. End of story." -anonymous