Jisung berlari dengan cepat kearah resepsionis yang tepat berada ditengah aula rumah sakit, anak manis berusia 14 tahun itu segera menghampiri mereka dengan nafas terputus-putus.
"Di-Dimana pasien yang baru mengalami kecelakaan di daerah sekitar sungai Han?!"
"Apakah anda keluarganya?" Sang suster bertanya, tak menyadari jika wajah anak itu sudah begitu keruh, resah dan ketakutan.
"AKU ANAKNYA! CEPAT KATAKAN PADAKU DIMANA IBUKU SEKARANG?!" Anak manis berkulit seputih susu itu menggebrak meja resepsions dengan kuat, tak bisa menahan emosinya disaat ia begitu mengkhawatirkan keadaan sang ibu, namum sang perawat justru memperlambat pergerakannya.
"Ruang Emergency, tepat diujung lorong sebelah kanan setelah persimpangan koridor itu." Suster itu reflek menjelaskan rute ruangan dengan cepat, merasa terkejut dengan sikap anak manis didepannya itu.
Tanpa mengucapkan permintaan maaf kepada sang suster, Jisung kembali berlari kearah ruang emergency yang dimaksud.
Semua kejadian yang menimpa keluarganya itu kembali berputar dikepala mungilnya. Dimana saat Ayahnya didakwa secara tak adil melakukan penyalahgunaan dana dan penipuan yang sama sekali tidak dilakukan oleh Ayahnya, dimana saat Ayahnya begitu terpukul karena dikhianati oleh sahabat baiknya sendiri.
Hingga puncaknya 7 tahun yang lalu, Ayahnya menyerah dan berakhir bunuh diri didepan dirinya dan sang Ibu.
Mereka kehilangan segalanya. Dibenci oleh semua masyarakat, dianggap sampah tak berguna dan dikucilkan.
Jisung sangat ingat, Ibunya bersusah payah mencari pekerjaan untuk bisa menyekolah kannya dan memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan menjadi seorang tukang cuci dirumah-rumah tetangganya.
"Ja-jangan lagi .. ku mohon jangan tinggalkan aku lagi ..."
Jisung kalut. Ia merasa takut.
"Ku mohon .. jangan lagi Tuhan ..."
Kedua tangannya bergetar hebat memeluk tubuhnya sendiri. Ia bersimpuh didepan Ruang Emergency itu menunggu dokter menyelesaikan pekerjaannya.
Lampu merah pada bagian atas pintu Emergency meredup, beberapa orang berpakaian serba hijau dengan masker hijau dimulut keluar dari ruangan.
Mengetahui dokter yang menangani ibunya telah keluar dari ruangan, Jisung segera beranjak, memberondongi pertanyaan pada sang dokter.
"Bagaimana keadaan ibuku, dok? Apa yang terjadi? Apa dia baik-baik saja?! Dia pasti baik-baik saja' kan?" Namun sang Dokter hanya diam, tak menjawab pertanyaannya sama sekali.
Sebelah tangan sang dokter terangkat memegang bahu Jisung.
"Maaf .. kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Namun ibu anda tidak bisa diselamatkan."
"Tidak mungkin! Ibu ku tidak mungkin meninggalkan ku sendirian! Dokter pembohong!" Jisung menghempaskan tangan sang dokter dan berlari kearah Ruang Emergency didepannya.
Nafasnya tercekat saat melihat sosok tak bernyawa sang ibu. Matanya terbelalak, dengan lelehan airmata membasahi pipi gembilnya.
"Ibu ... ayo bangun. Ini Jie Ibu, ayo buka mata Ibu."
Jisung mengusap punggung tangan Ibunya, ingin memberi kehangatan pada tubuh yang kian mendingin itu.
"Jie-nya Ibu ada disini. Akan selalu ada dan melindungi Ibu, jadi Jie mohon .. bangunlah!"
Hening.
"Jie mohon .. jangan tinggalkan Jie sendirian lagi."
Jisung memeluk tubuh kaku Ibunya yang terbaring, menangis menyuruh ibunya untuk bangun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Make A Wish
RomanceDendam yang dimiliki Jisung kepada Jaemin, membuat Ia melakukan segala hal agar lelaki tampan itu menderita. Namun, apa yang terjadi jika Jisung sendiri terjatuh dalam permainan yang ia mainkan?