Part 18

10 2 1
                                    

Suara alarmn berbunyi. Neil menyadari ada yang tak beres terjadi di laboratorium. Dia dan profesor Thomas sontak berdiri.

"Biar saya saja yang memeriksanya, Prof!" Dean menawarkan diri. Meski masih ada ketakutan terpancar di wajahnya. Dia khawatir Beryl berada di sana. Firasatnya mengatakan salah sath manusia ikan itu kekasihnya.

"Tidak, aku harus mengeceknya sendiri!" Neil menolak.

"Prof, ganggis creatonos harus segera diluncurkan, pembicaraan kalian belum berakhir. Di sini, tugasku tidak banyak, aku hanya perlu tahu fungsinya. Tugas utamaku sebagai perancang desain sudah selesai. Biarkan aku yang memeriksa apa yang terjadi di laboratorium."

"Kami akan menyusul."

Dean pergi meninggalkan ruangan itu. Dia harus bertindak cepat dan mengetahui apa yang terjadi sebelum Neil dan Thomas memeriksa sendiri.

Dean berjalan dangat cepat. Dia mendengar suara langkah kaki security robotic. Pemuda itu yakin bahwa mereka sedang menuju ke laboratorium. Daro jauh, Dean melihat Beryl berlari keluar dari laboratorium sambil melihat sekeliling. Gadis itu tampak panik, mungkin dia takut jika sampai ada orang lain yang mengetahui keberadaannya.

Saat itu, Dean segera berlari dan menggenggam lengannya.

"Dean?"

Lelaki yang menggenggam kedua lengannya ternyata Dean. Beryl menoleh ke belakang, suara-suara langkah kaki security robotic masih terdengar.

"Ikut aku!"

Gadis itu mengangguk saat Dean menggandeng tangannya.

"Kamu tidak seharusnya di sini."

"Aku tahu. Aku minta maaf."

"Sebentar lagi doughty akan memeriksa laboratorium, kalau ayahmu tahu kau berada di luar, pasti nanti dia akan memberikan hukuman berat untukmu."

Dengan langkah cepat Dean menggandeng Beryl dan menyembunyikan di apartemennya. Tidak ada yang akan curiga Beryl berada di sini.

Dean mengunci apartemennya dengan pengamanan ganda. Sejak ayah ibunya meninggal dia merasa perlu mengubah sistem pengamanan di apartemennya karena dia tinggal seorang diri dan menjadi salah satu orang penting di Bloviat. Meski Dean merasa tak ada yang memusuhinya, tetapi dia yakin selalu saja ada orang yang tidak suka dan berniat menjatuhkannya dengan cara-cara apa pun.

Dean duduk di sebelah Beryl yang masih tampak ketakutan.

"Dengar!" Dean memegang kedua pundah Beryl sambil menatap matanya. "Kau aman di sini."

"Ayah pasti akan tahu perbuatanku. Dia pasti akan curiga. Tessa pasti akan dihukum atas kelakuanku. Ini semua salahku. Aku ... ini semua salahku!"

"Beryl dengarkan aku!"

"Aku harus bagaimana? Tidak mungkin aku terus bersembunyi di sini. Kau akan dapat masalah!"

"Stop! Beryl dengarkan aku!" Dean mengguncang bahunya tetapi gadis itu tetap saja histeris.

"Kau juga akan dapat masalah!"

"Stop, Beryl! Dengarkan aku!" Dean akhirnya memeluk tubuh Beryl erat, untuk mengendalikannya.

Gadis itu balas memeluknya sambil menangis. "Aku takut!"

"It's ok. Ada aku. Kamu aman di sini." Dean mengusap punggung Beryl. Entah mengapadia merasa harus melindungj gadis ini tak peduli bahaya yang mengancam nyawanya. Dean ... mencintainya.

"Aku tidak mau membahayakan nyawamu, Dean."

"Hei...." Dean melepaskan pelukannya lantas memegang kedua pipi Beryl sambil menatap matanya. "Kau lihat sendiri aku baik-baik saja, kan? Aku tahu ketika alarm berbunyi kau di sana sebelum mereka menyadarinya. Jadi tenang kau aman di sini. Oke?"

Bery mengangguk. Jantung Dean berdegup semakin kencang. Melihat Beryl seperti ini membuat Dean ingin melindunginya. Pemuda itu mengusap pipi Beryl yang basah dengan ujung ibu jarinya. Dean menelan ludah saat menatap bibirnya yang bergetar ketakutan.

Semakin lama Dean merapatkan diri ke tubuh gadis itu. Dia ingin memeluknya, erat, melindunginya. Namun, yang terjadi, pemuda itu justru mengangkat dagu Beryl dengan telunjuknya, lantas mengecup bibirnya dengan lembut.

Beryl merasakannya. Dia terhanyut dan menikmatinya karena pikirannya kalut. Namun, tiba-tiba bayangan Alby berkelebat begitu saja di pikirannya. Sontak gadis itu menarik diri dan mendorong tubuh Dean.

"Maaf, aku tidak bisa! Aku ... aku ...

Dean menopang tubuhnya yang hampir jatuh dengan kedua tangan sebelum dia terjatuh dari sofa.

"Maafkan aku, Dean. Aku tidak bermaksud."

"It's ok. Aku tidak apa-apa, Beryl. Sebaiknya kamu istirahat dulu." Dean berdiri. Namun, Beryl menahan tangannya.

"Kamu mau ke mana?"

"Aku harus kembali ke lab, supaya mereka tak curiga mengapa aku tak ada di sana."

Beryl masih menahannya. Namun, Dean malah memegang tangan gadis itu.

"Tenang, ya. Tidak akan terjadi apa-apa padaku atau pun kamu." Dean tersenyum berusaha menenangkan. Dia tahu gadis itu gundah dan khawatir.

"Bagaimana dengan Alby?"

Seketika senyum di wajah Dean memudar. Tetapi dia masih berusaha bersikap biasa meskipun hatinya memanas.

"Alby?"

"Salah satu dari mereka itu Alby, Dean. Dia ... dia berada persis di sebelah Hara. Perempuan itu."

Ya, Alby posisi Alby berada di kotak kaca tengah.

"Aku akan memastikan dia tidak apa-apa. Nanti akan aku ceritakan sepulangku dari sana. Oke?" Meskipun pahit, Dean akan berusaha memenuhi janjinya.

Beryl  mengangguk dan melepaskan tangan Dean dengan perlahan. Pemuda itu mendekatkan tubuhnya hendak mencium kening gadis itu. Namun, ingat perlakuan Beryl baru saja, Dean akhirnya hanya mengacak rambutnya saja.

*

Dean mempercepat langkah. Dia berharap Neil dan Thomas belum ada di sana. Benar saja alarm sudah berhenti dan dia tak menemukan dua orang itu di laboratorium. Hanya ada profesor Sand di sana. Dean masuk ke pintu kedua menggunakan akses jam tangannya 

"Apa yang terjadi, Dean?"

Dean menutup pintu 

"Beryl tadi di sini, Prof. Alarm itu mendeteksinya."

"Gila. Lantas bagaimana. Apa Neil dan Thomas tahu? Mengapa Beryl ke sini" Sand mendekat.

Dean menggeleng. "Sejauh ini belum, aku pernah cerita kalau Beryl mencintai mereka, kan Prof? Salah satu di antara mereka kekasihnya," jawab Dean. "Prof, bagaimana penelitian kita? Sejauh apa perkembangannya?"

"Aku sudah selesai mengujicobanya, Dean. Aku membuat formula yang lebih baik dari apa yang kau berikan? Lantas aku menyuntikkan formula itu ke tubuh mereka."

"Oh, ya? Lalu bagaimana hasilnya?"

"Hasilnya, kadar kolagen dan albumin di tubuh mereka meningkat. Itu tandanya, apa yang kau katakan benar. Kita bisa membuat subtitusia kolagen dan albumin dari tumbuhan. Seharusnya kita tak perlu menahan mereka lagi."

"Ini berita baik. Aku bisa mengabarkan ini ke profesor Thomas dan profesor Neil." Dean hendak berdiri. Namun, profesor Sand menahan tangannya.

"Tidak bisa semudah itu, Dean. Kalau benar salah satu di antara mereka kekasih Beryl. Tentu alasan Neil menahannya bahkan sangat ingin membunuhnya bukan hanya ingin mengambil sesuatu dari mereka, tapi karena Beryl. Jadi aku yakin Neil tak semudah itu mau melepaskannya."

Sand benar. Tetapi setidaknya dia bisa membicarakan kapsul ini kepada Neil dan Thomas dengan mengabaikan remcana pembebasan Alby. Dia sudah berusaha. Kalau akbirnya Alby terbunuh, tentu ini bukan salahnya, kan? Itu artinya, Tuhan sudah menaktdirkannya bersama Beryl.

Bersambung

SkylandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang