ᴄᴇʀᴘᴇɴ ᴄʀᴜꜱʜ ᴠɪʀᴛᴜᴀʟ

85 21 46
                                    

Berawal dari Grup online, aku bertemu dengannya, lewat sebuah grup chat dia menyapaku saat aku pertama kali bergabung di grup itu.

"Hai, kamu salah, jangan menyamakan karakter cowok dong, beda orang, beda versi." Itu adalah sapaan dia, saat aku mengirimkan Quotes yang membahas seorang lelaki di grup.

Aku Bintang, panggil saja aku Abin. aku mahasiswi semester 2 prodi sistem komputer.

Sudah 2 bulan aku dekat dengannya, sebut saja dia Zain, kita memang tidak pernah bertemu, hanya berkirim pesan lewat aplikasi chat online, telponan pun ga pernah, sebab aku yang selalu menolaknya.

Dia bukan seorang mahasiswa, dia bekerja disebuah perusahaan industri. Umurnya bisa dikatakan lebih dewasa dariku, perbedaannya hanya terpaut 5 tahun diatasku.

Dia tinggal di kota malang, sedang aku di Tangerang.

Meskipun kita dekat di sosial media, bukan berarti dia harus tau segalanya mengenai pribadiku, tandanya aku belum sepenuhnya percaya dia, memang.

Saat itu, aku tidak pernah mengira akan bermain virtual, aku bukan tipe perempuan yang mempercayai hal itu. Aku tidak pernah menyangka bahwa kegabutan ku membawa diri ini ke virtual.

Mengenalnya, dekat dengannya adalah hal yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya.

Lucu sekali saat aku dan dia tiba-tiba dekat begitu saja, meskipun dekat sebatas berkirim pesan.

Di setiap jam kerjanya, dia selalu meluangkan waktu untuk menanyakan dimana aku, ada kelas apa hari ini, dengan siapa aku berkumpul, semua dia tanyakan.

Begitu banyak perhatian kecil yang dia berikan padaku.

Aku berpikir untuk membuka hati, menerima bahwa ada seseorang yang memang menginginkan ku, meski ada sedikit keraguan dalam diriku.

Apakah keputusan ini benar untuk diambil? apakah nanti aku akan ditinggalkan lalu patah hati? pertanyaan itu yang selalu berputar di otakku.

Saat beberapa Minggu mengenalnya, entah aku harus menyimpulkan bagaimana tentang sikapnya, begitu manis menurutku.

Sungguh, dia pria yang baik, bertanggung jawab dan pekerja keras, dia adalah tempatku berkeluh kesah tentang dunia pendidikan ku, dia sosok dewasa menurutku, saat itulah aku mulai menyukainya.

Aneh memang, belum pernah bertemu tapi sudah dibuat jatuh cinta? 2 bulan menurutku pendekatan yang singkat, kita dekat, namun tidak ada ikatan, aku tidak percaya komitmen, begitu juga dengan dia.

Dia mengirim pesan padaku
Zain:
Aku pernah berkomitmen untuk seseorang di masa lalu, dimana akhirnya dia yang terlebih dulu meninggalkan ku, dia bertunangan dengan lelaki lain saat dia sendiri masih memiliki komitmen denganku. kalau sudah begini, apa artinya komitmen?

Jujur, aku sendiri tidak pernah pacaran atau berkomitmen, aku bingung harus bagaimana.

Dia juga bilang, "Abin, yang penting kita ada niat baik." ucapnya lewat pesan suara.

Saat itu, aku tidak mengerti niat baik apa yang dia maksud, aku hanya mengiyakan perkataannya.

Jadi saat bulan ketiga, barulah kita benar-benar dekat, meskipun tanpa ikatan, entah aku menyukainya.

Berkirim pesan setiap pagi, siang, malam, berbagi cerita mengenai aktivitas yang dijalani, saling memberi pendapat jika ada masalah pribadi.

Itulah keseharian kita dalam berkomunikasi, hingga suatu saat aku disadarkan bahwa percaya pada seseorang di virtual adalah kesalahan yang besar.

Dimana sakit hati juga kecewa adalah konsekuensi yang harus diterima saat kenyataan menamparku didepan mata, dia yang awalnya paling dipercaya, kini berubah menjadi seseorang yang memberikan luka begitu dalam.

Ya, dia pergi tanpa penjelasan apapun, tanpa tahu kesalahan apa yang sudah ku perbuat hingga membuat dia pergi.

Dan aku sadar, bukan aku yang membuat kesalahan, tapi dia yang memang bosan dan pergi meninggalkan luka.

Aku merenung sepanjang malam, merasa kesepian karena hidup sudah bergantung padanya, yang biasanya setiap waktu ditemani dia lewat pesan singkat kini berubah menjadi sepi yang berujung rindu adalah yang dirasa.

Ternyata, seperti ini rasanya ditinggalkan, ini baru virtual, bagaimana jika di situasi kehidupan yang sebenarnya, apa akan lebih sakit dari ini?

Minggu-minggu setelahnya aku mencoba bertanya, memberanikan diri untuk mengirim pesan padanya, menanyakan kenapa harus seperti ini ending dari "niat baik" yang dia ucapkan waktu itu.

Lucu sekali saat harapan dipatahkan begitu saja, lewat sederet kata yang membuatku tidak habis pikir dengan jalan pikirnya.

"Dek, kamu orang baik, aku ga sebaik apa yang kamu kira." pesan itu adalah kalimat terbasi menurutku.

Kemana perginya sosok Zain yang dewasa, bertanggung jawab, dan baik itu? apa semuanya hanya pencitraan? sungguh aku tidak mengira akan terjadi seperti ini.

Ternyata kamu memang tidak sebaik itu, aku salah dalam menilai mu, kamu membuktikan sendiri bahwa dirimu memang jahat, aku menyesali keputusanku untuk menerima ajakan mu saat itu.

Setelah aku berhasil membuka hati untukmu, saat itu juga kamu berhasil memberikan luka teramat dalam pada hati ini, kamu menghancurkan kepercayaan yang sudah kuberikan padamu.

Dengan mudahnya kamu melakukan semua itu, setidaknya sejak awal kamu jangan memberikan harapan untukku, sehingga saat perpisahan itu tiba, rasa sakitnya tidak akan sesakit ini.

Jika pergi adalah pilihanmu, lantas, niat baik apa yang kamu janjikan padaku dulu? Apa bermain-main denganku adalah tujuan awalmu? Jika memang benar, selamat, kamu berhasil memenangkan game itu.

Aku tidak jatuh dan terpuruk pada apa yang menimpaku saat itu, aku hanya kecewa pada diri sendiri, kenapa mudah sekali percaya pada seseorang, aku tidak pula menceritakan kejadian itu kepada temanku, sebab aku tau, kamu tidak sepenting itu untuk diceritakan dan dikenang.

Pelajaran yang sangat berharga bagiku adalah jangan mempercayai virtual, sebaik apapun orang itu, jangan percaya, itu hanya jebakan agar kamu masuk ke dalam perangkapnya.

Aku tidak pernah menyangka bahwa melupakanmu ternyata sesulit ini, tau gitu aku tidak akan melibatkan perasaan saat dekat denganmu. Harusnya kalo mau pergi sekalian bawa juga semua kenangan tentang kita, biar aku ga kerepotan mengenai rindu yang datang saat teringat kenangan bersamamu.

Terimakasih Zain, berkat kepergian mu, aku bisa menjadi seperti sekarang, dengan menjauhi lawan jenis adalah pilihan terbaik untukku, mengedepankan logika adalah hal yang selalu ku pertahankan setelah mengenalmu, membedakan sebuah rasa adalah hal yang kulakukan setiap kali dekat dengan seorang lelaki, kau merubah banyak hal dalam diri ini.

"Karena, kamu hanya salah dalam memilih orang yang akan kamu perjuangkan, gapapa, setidaknya kamu pernah berjuang, meski perjuanganmu sia-sia."

Saran aja, jangan percaya virtual. Main sosmed itu ga harus semua tentang data diri dibagiin, dan kenal orang sosmed pun ga harus berakhir dengan status atau bisa mengenal lebih jauh. Berteman dengan mereka itu wajar, menambah relasi, tapi cukup sekedar mengenal, cukup tau 'oh dunia mereka seperti ini'.


--tamat--

Kenapa ending? karena ini hanya cerpen dengan total 1005 kata.

Kumpulan Cerpen  (ᴛᴀᴍᴀᴛ) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang