PAM
Banginho
Babak 2: Angsur [Bagian II]
Minho menyugar rambut hitamnya sambil berpose di depan cermin, tangannya menggenggam sisir bergambar kucing yang digunakannya seakan-akan mikrofon. Suara merdu milik Jennie –idolanya- mengalun beriringan dengan suara miliknya yang mencoba mengikuti. Juyeon di sampingnya sudah sama siap dengan sisir dalam genggaman, sepupu sekaligus sahabatnya itu mengambil bagian Jisoo yang dimana lelaki itu berani sumpah Jisoo lebih cantik dari ibunya, memang terdengar durhaka tapi mau bagaimana lagi.
"YOU KNOW I DON'T WHAT TO DO!!"
"I DON'T KNOW WHAT TO WITHOUT YOUUUUUUUU!!!"
Sungchan yang ambil bagian Lisa langsung mengikuti koreo yang ditampilkan melalui komputer milik Minho. Tiga bersaudara itu bernyanyi lantang –hampir seperti berteriak sebenarnya- mencoba menjiwai lagu yang dibawakan oleh girlband kesukaan mereka.
"YEEHH HEY YEAH!!"
TOK TOK
Ketukan pintu menghentikan trio yang sedang bernyanyi, tak lama muncul lelaki yang terlihat seumuran masuk ke kamar dengan wajah suram. "Gue kira siapa, Nil. Udah deg-degan banget takut Bunda yang masuk...kan malu..."
Cicitan Minho itu hanya dibalas tertawaan oleh orang yang dipanggil "Nil" –nama aslinya Gunil- puas tertawa ia langsung mengambil remot AC di dinding, "Ayo mulai dari awal kan gue belum ikutan!" ucapnya dan terjadilah cover BLACKPINK versi rock dari keempat saudara tersebut.
Tak terasa mereka sudah bernyanyi lengkap satu album. Keempat saudara itu berhimpitan merebahkan diri di kasur milik Minho, semuanya terdiam sebab perlu mengatur napas. "Asli deh lama-lama gue bisa kurus kalo ngumpul sama kalian terus," celetuk Juyeon.
"By the way, Bang Juy, kabar pdkt lo sama cowo gondrong itu gimana?"
"Hyunjin maksud lo?"
Sungchan mengangguk lalu merubah posisi dari yang awalnya rebahan menjadi duduk menghadap Juyeon yang juga sama. Mereka bertatapan seakan Juyeon mengirimkan telepati tapi sepertinya hal itu tak berjalan lancar karena Sungchan hanya memasang wajah bodoh. "Gue kena ghosting, Cil."
"Yah itu salah lo nya juga sih, Juy. Kan gue udah bilang kalo Hyunjin itu sensitif sama hal-hal soal mantannya, lo malah nanyain!" sahut Minho emosi sembari menunjuk-nunjuk Juyeon dengan sisir yang masih dalam genggaman.
"Ya gue gak tau reaksinya bakal begitu?! Lagian kan itu Cuma mantan, udah masa lalu, gue pengen tau aja orang kayak apa yang pernah berhubungan sama dia...emangnya salah?" suara Juyeon mengecil di akhir.
"Gini, Gini..." Gunil menepuk bahu Juyeon, "Kalo emang lo udah tau harusnya lo gak lakuin, Juy. Minho udah kasih lo rambu harusnya jangan lo langgar," bersama ucapan itu Minho mengangguk keras, "tapi karena udah kejadian mendingan lo minta maaf terus jelasin maksud lo sebenarnya kayak gimana."
Minho menepuk keras punggung Gunil. "Tumben amat lo lurus, Nil."
"Anjing! Sakit!!! Gak usah mukul bisa kagak sih!?"
"Kayaknya Hyunjin tuh gak suka sama gue deh..."
Ketiga saudaranya yang lain saling lempar pandangan bingung menghadapi Juyeon yang sedang galau seperti ini. Mereka bersumpah bahwa lelaki itu menjadi sangat rumit ketika datang momen galaunya –pasalnya ia akan uring-uringan dalam waktu yang tidak bisa ditentukan dan itu menyulitkan.
"Apa gue mundur aja ya?" tanya Juyeon.
Minho mengembuskan napas. "Juy, emang lo yakin? Menurut gue lo ikutin saran Gunil deh... temuin si gondrong terus jelasin semuanya."
"Bener kata Bang Minho." Ini suara Sungchan.
"Tapi ya Juy," Gunil menjeda,
"Kalo dia tetap gak nunjukin rasa sukanya ke lo, mending udahan daripada lo capek usaha sendirian. Ada quotes yang bilang berhentilah menyeberangi lautan untuk orang yang bahkan tak mau melompati genangan air untukmu, gitu..."
"Orangnya pake sepatu putih kali makanya gak mau lompatin genangan air, mending cari jalan muter." Celetuk Minho yang setelahnya dihadiahi pukulan remot AC oleh sang pemberi quotes.
Indahnya persaudaraan ini.
Bersambung...
.
.
.
Hai lagi!
KAMU SEDANG MEMBACA
PAM || banginho [ON HOLD]
FanfictionPersoalan Anak Muda: Chan cuma mau cari orang yang bisa jadi tutor sebayanya untuk memperbaiki nilai matematika sekaligus mata pelajaran ipa miliknya yang turun drastis karena satu hal. Harapannya bertemu seorang tutor yang baik luntur ketika berke...