1. Hujan sebagai penyambut

21 3 2
                                    

Krieekk...

"Pulang dulu ya pakde"

seorang gadis manis berkulit tan nampak tersenyum lebar setelah membuka pintu toko tua yang didominasi kayu tersebut. Sudah dapat ditebak bila gadis itu akan pergi meninggalkan toko tua itu, tetapi baru satu langkah ia maju untuk meninggalkan toko itu tiba tiba rintikan hujan datang menyambutnya.

Rupanya awan mendung sedari tadi sudah mengintainya tanpa ia sadari

"Aduh hujan mmm..... Gimana ya?"

"ndak bawa payung lagi"

Atensinya bergerak aktif namun kosong tanpa ketajaman, mencoba mencari ide untuk kembali ke kediaman.

Ia ingin segera pulang karena jam sudah menunjukkan waktu yang hampir tengah malam, ia tidak tersadar bila ia sudah menghabiskan waktu yang lama saat berada di toko tua itu.

Raut mukanya murung, menampakkan penyesalan jika andai saja tadi ia mengundur rencananya dan berdiam diri dirumah.

Ia mendengus, menghembuskan nafasnya kasar setelah memeriksa tasnya. Otaknya buntu, hujan turun semakin deras kini. Ya, jalan satu-satunya adalah menerobos hujan.

"It's okay ren...kamu tinggal lari aja nda usah ngerasain ujannya" ucapnya dalam hati, berusaha meyakinkan diri.

Setelah yakin akan keputusan yang ia pikirkan, tanpa berpikir lagi ia langsung menjalankan rencananya.

"Tu wa ga, go go go"
Gadis berkulit tan dengan rambut sebahunya itu benar-benar menerobos hujan tanpa menggunakan penutup untuk kepalanya, tidak peduli juga dengan pakaian dan alas kakinya yang basah. Kefokusaannya kini hanya berlari hingga sampai rumah, karena percuma saja berteduh, kan- tubuhnya sudah terlanjur basah, Iya kan?.


Duk...


"Duhhh!!"

Matanya membulat, dirinya masih kaget akan peristiwa yang baru saja ia alami. Jantungnya berdegup kencang, takut sekaligus canggung akan peristiwa yang pertama kali ia alami selama hidupnya. Bertabrakan dengan laki-laki asing? Apa?!. Kini tubuhnya bahkan sangat menempel dengan laki-laki itu.

Dibawah kungkungan hujan yang semakin deras, ia kini berdiri di depan tubuh tegap seorang pemuda berkaos gelap, atensinya masih membulat, raganya masih terkejut namun disisi lain jantungnya berdegup kencang.

Mungkin ini hal biasa untuk beberapa perempuan di luar sana, tapi- mengapa hal ini terasa berbeda bagi seorang gadis bernama Renjani aryasa?

"Eum- eh? ...e- maaf maaf" ucapnya terbata-bata, sembari menundukkan kepalanya. Jangan lupakan teriakannya dalam hati yang seolah menahan agar tubuhnya tidak lagi bereaksi berlebihan. Ah tubuhnya memang tidak dapat terkontrol dengan baik.


Disisi lain

Laki laki yg berkaos hitam itu tak kalah tercengang setelah dirinya dengan tidak sengaja ditubruk oleh seorang gadis yang berlari di tengah hujan.

Manik matanya kini terfokus pada gadis yang sedang menunduk setelah tadi berkontak mata sekilas, menatapnya sayu sembari merasakan kenyamanan akibat reflek manik matanya yang enggan berpaling dari gadis tersebut. Nyaman, jantungnya serasa bergetar, itu yang dia rasakan kini.



gadis itu mendongak, tanpa sengaja netra mereka beradu pandang lagi, yang satu takjub dan yang lain gelisah.

"Permisi kak" tangannya melambai lambai tepat di depan manik mata lelaki yang ditabraknya, untuk memecah lamunan lelaki itu maksudnya.

"Maaf kak" kepalanya menunduk rendah lagi, mengisyaratkan anggukan permohonan maaf pada sang empu.

Dengan segera, gadis itu melangkahkan kakinya, meninggalkan tepat pijakannya yang semula. Menjauh dari sang pemuda yang masih tertegun.

Cerita di Bawah Payung KelabuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang