S A T U: Late is My Passion

27 1 0
                                    

Lima lewat lima puluh.

Sebentar lagi aku yakin akan ada nyanyian di pagi hari yang akan aku dengar. Seperti hari-hari sebelumnya hehe.

"Dek! Cepetan ganti bajunya! Sebentar lagi jam enam!"

Masih dua kalimat, tapi kalau aku masih bersantai-santai bisa jadi kalimat itu di kali sepuluh yang mana akan menjadi nyanyian merdu.

Yah, aku tau aku salah karena kalau berangkat bisa jam enam lewat lima belas, tapi gimana dong? Aku sudah berusaha untuk mandi cepat dan siap-siap secara cepat tetapi ya tetap saja, sulit rasanya kalau mau berangkat sekolah jam enam kurang tuh!

Dengan cepat kilat aku mengikat rambutku seperti ekor kuda dan membuka pintu kamarku untuk menuju ke ruang tengah, untuk sarapan tentunya.

"Cepetan, Bapak kamu kan juga kerja, kalau sampai rumah lagi jam tujuh kan lumayan buat istirahat," kata Ibuku sambil menaruh sepiring nasi dengan lauknya di depan ku.

Diocehin sama Ibu? Udah biasa. Kesel? Ya kesel sih, cuma aku diem aja. Karena emang akunya juga yang salah. Berubah? Ya... ya susah. Sepertinya telat memang sudah mendarah daging di dalam hidupku. Tidak bisa dipisahkan. Kecuali kalau ada acara penting, pasti aku bakal bangun cepat. Sejak aku SMA, menurutku performaku dalam ke disiplinan menurun drastis. Dari yang takut telat sekarang santai abis, masuk pager sekolah ya masuk aja kalo telat, padahal ada guru piket di depan mata.

Aku melihat jam dinding, sekarang sudah menunjukan pukul enam dan untungnya sarapanku sudah habis jadi aku bisa langsung ke depan untuk memakai sepatu.

"Cepet dek, tiap hari terlambat mulu. Udah jam enam, udah macet jalanan ini. Nanti kamu terlambat lagi, hari senin nih. Emangnya kamu enggak kasian apa sama bapak? Macet banget tau, apalagi pertigaan pasar," kata Ibuku. Lagi.

"Iya, Bu, iya."

"Iya-iya, dari kemarin Iya-iya. Cepet pake sepatunya," suruh Ibuku. Lagi.

Aku berdiri setelah memakai sepatuku. Kemudian menengadahkan tangan ke arah ibuku. Minta uang jajan maksudnya hehe.

"Pak, tuh anaknya minta duit," kata Ibuku ke Bapakku yang sudah berada di atas motor. Aku menggerakan kaki dan tubuhku ke arah Bapakku dan menyengir.

Bapakku mengeluarkan dompet yang mana membuatku langsung berlari menghampiri Bapakku. Aku memasang muka melas ketika Bapak memberiku sepuluh ribu. "Lagi dong, Pak," pintaku lagi. Emang dasar aku anaknya nggak tau diri, udah di anter-jemput, kalo minta duit banyak lagi. Sadar kok sadar.

"Nih," kata Bapak sambil memberikanku dua ribu.

"Lumayan daripada nggak ada tambahan sama sekali, hehe," kataku yang langsung memasukan duit dari bapak ke dalam kantong bajuku.

"Dih, dasar," kata Ibuku sambil menggeleng-gelengkan kepala melihat kelakuan anaknya.

Aku menyengir kemudian salim. "Assalamualaikum, dadah!" kataku setelah duduk diatas motor Bapak yang mana kemudian Bapak langsung menjalankan motornya.

"Pulang jam berapa nanti, Dek?" tanya Bapak yang tetap fokus mengendarai motor.

"Jam setengah empat," jawab aku sambil menengokan kepalaku ke kanan dan kekiri. Kebiasaanku yang pernah di komentari oleh orang warnet kenalan kakakku yang bilang, 'mbak, adeknya kalau di jalan kepalanya suka nengak-nengok ya.' Yang hanya membuatku menggeleng-gelengkan kepala karena ya kenapa? Emang aneh tengok kanan tengok kiri? Dasar mas warnet aneh!
"Tapi nggak tau, kemarin Jessi bilang ada kerja kelompok hari ini," tambahku. Bapak hanya menganggukkan kepala saja ketika mendengar jawabanku.

Pukul enam lewat dua puluh tujuh menit aku sampai sekolah. Hampir saja telat! Mana guru piketnya nggak bisa dikelabuhi lagi yang hari ini jaga! Kalau terlambat ya mau tidak mau nulis ayat al-quran yang selesai nulisnya bisa-bisa sampai jam istirahat karena saking banyaknya! Tapi, itu kalau yang nulis Renata sih. Kalo aku sih cepet. Peace Nata, hehehe.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 13, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Best DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang