CHAPTER I

328 47 18
                                    

Udara yang sejuk itu menghembuskan diri di sebuah pedesaan yang kecil dan tenang. Desa yang selalu damai itu tidak merasakan ketakutan kehadiran Bajak Laut. Karena, pulau mereka begitu terpencil, jarang sekali ada kapal yang datang dan pergi. Tempat ini jadi aman berkat itu.

Namun, hal itu tidak sepenuhnya di sukai oleh gadis yang selalu membawa buku di tas sandangnya.

Gadis dengan rambut h/c itu melangkahkan kakinya di pasar yang tampak ramai. Begitu semangat kakinya terangkat sembari melompat-lompat kecil.

"Yo, Name. Hari ini ke perpustakaan desa lagi?" sapa pemuda penjual roti seusianya.

Name mengangguk, mengambil sepotong roti dari nampan. Sebelum pergi, seperti biasa, akan selalu ada kata yang tidak di bisa di mengerti orang lain dari mulutnya.

"Zat adiktif, Sodium Hidrogen Karbonat" ucapnya, barulah ia melangkah kembali. Pemuda itu menggeleng pelan, kembali melanjutkan pekerjaannya.

Perjalanan yang masih berlanjut tidak membuatnya risih meskipun mulut demi mulut terus membicarakannya.

"Apa dia tidak punya teman?" bisik pelan wanita separuh baya pada segerombolan lawan bicara.

"Dia jarang bergaul, siapa yang mau berteman dengannya?"

"Dia juga sering mengatakan hal-hal yang aneh, loh! Aku juga pernah mendengar dia membahas tentang rasi bintang"

"Gadis aneh"

Itulah Name. Name hampir tidak memiliki teman, tidak ada yang ingin bicara dengannya, itu karena saat dia bicara, Name sering mengatakan kata-kata yang tidak mampu dimengerti lawan bicaranya.

Name sendiri tidak terlalu memikirkannya. Sebab, dia punya imajinasi yang besar tentang banyak hal, terutama dunia luar. Seperti pulau yang menghasilkan gelembung, binatang yang bisa bicara, pulau di atas langit, pulau yang terbuat dari kue, pulau boneka, pulau berisi samurai dan masih banyak lagi.

Name selalu berharap bisa keluar dari desa sempit ini dan melihat dunia luar. Saat dia mengucapkan itu pada orang lain, semua orang menyela-nya, tidak ada yang sejalan dengan pemikirannya. Jadi, bagi Name, sendirian juga tak masalah.

Akhirnya, Name tiba di rumah kecil bertuliskan papan 'Perpustakaan'. Tanpa mengetuk, Name langsung masuk. Seolah tahu jalan yang akan dia ambil, Name melangkahkan kakinya menuju rak kecil yang hanya berisikan empat barisan buku.

"Jean, apa tidak ada buku terbaru?" gerutu Name. Tangannya mencari-cari buku yang belum dia baca, tapi, sepertinya tidak ada.

"Semua itu yang tersisa, Name. Baca yang ada saja" balas Jean si pemilik perpustakaan desa.

"Tapi semuanya sudah ku baca, Jean"

"Baca ulang yang pernah kau baca saja"

Sudut bibirnya menurun. Name sedih juga kesal. Di saat seperti ini, tentu dia tidak bisa menyalahkan Jean. Karena, adanya perpustakaan di desa yang kecil itu adalah hal yang sudah cukup bagus. Tapi, tempat ini masih minim buku, masih banyak pengetahuan yang belum bisa ia ketahui.

"Jean, kenapa kau tidak import buku dari luar? Akan ada banyak buku yang di dapatkan"

"Tidak, Name. Ayah akan membunuhku. Selain itu, kau menyuruhku membuka koneksi pulau kita pada dunia luar?"

Name maju selangkah, mendongakkan kepala pada Jean yang lebih tinggi darinya.

"Memangnya kenapa? Apa yang salah jika kita terhubung dengan dunia luar?" Name menaikkan nada bicaranya, keluarga Jean dapat mendengarnya.

"Shut! Jangan keras-keras, Name" Jean berusaha membungkam Name, tapi apalah daya dia, jika sudah adu mulut, Name tidak akan diam begitu saja. Meski sudah berusaha menutupi mulutnya dengan tangan, Name langsung menepis.

Give Back My Life! Eustass Kid x ReaderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang