6. Hari H

3 2 0
                                    

Lantai 38 sebuah gedung kini sudah ramai. Dekorasi berwarna Putih-Gold kini mendominasi ruang acara tersebut. Para tamu yang didominasi oleh pengusaha pengusaha tinggi serta kolega kolega hukum kini mengisi ramainya acara tersebut.

Makanan serta cemilan ringan ditata rapi diatas meja yang sudah di sediakan. Para pelayan tengah menawarkan minuman kepada para tamu. Musik klasik tengah mengalun merdu, menambah kesan serta momen yang mungkin akan sulit dilupakan bagi sebagian orang.

Di salah satu kamar di lantai 38 seorang gadis tengah duduk dengan cermin lebar di depannya. Wajahnya sudah di poles make up yang sesuai di wajahnya. Rambutnya di tata cantik persis putri kerajaan dengan mahkota kecil di puncak kepalanya. Gaun putih kini terpasang manis di tubuhnya ditambah aksesoris yang melekat di telinga dan leher jenjangnya. Serta sepatu hak tinggi berwarna putih menambah kesan elegan pada gadis tersebut.

Jihan tersenyum kecil melihat penampilannya sekarang. Tak percaya bahwa beberapa lagi dirinya akan menjadi milik Elvegara. Jihan melebarkan senyumannya kala melihat sosok mamahnya di pantulan cermin. Jihan segera membalikkan tubuhnya. Dengan posisi Jihan yang terduduk Tessa memeluk anak semata wayangnya.

"Wah Cece udah besar yah..." Tessa mengelus surai Jihan, tersenyum lebar saat pelukan Jihan bertambah erat. Jihan merasakan sesak ketika nama kecilnya disebut oleh mamahnya.

"Padahal baru aja rasanya mamah antar Cece ke TK. Ingat gak, pas Cece bilang mau pake gaun yang cantik banget nanti? Lihat, gaun yang Cece pake hari ini udah lebih dari cantik banget kan?" Tessa melepaskan pelukan Jihan. Menatap dalam putrinya yang tengah berkaca kaca.

"Mamah ngerasa terlalu cepat buat ngelepas Cece. Meski agak berat, yah mamah harus bisa lepas Cece. Ce, bukannya mamah ngga kasi kamu kesempatan buat tentuin pilihan kamu sendiri. Tapi, ini semua demi kebaikan Cece juga. Mamah sama papah mau yang terbaik buat Cece, mau liat Cece bahagia kedepannya" Tessa mengusap sudut matanya ketika melihat air mata Jihan yang sudah meluruh. Gadis tersebut masih berusaha tersenyum meski air matanya sudah mengalir deras.

"Elvegara itu anak yang baik. Meski tampangnya dingin, tapi dia selalu peduli sama sekitarnya. Elvegara adalah sosok penyayang. Elvegara bakal selalu siap berada di dekat orang yang dicintainya bagaimana pun keadaan orang itu. Elvegara bisa jadi tempat cerita bagi orang yang dicintainya"

"Mamah percaya Elvegara bisa jaga kamu, bisa bahagiakan kamu, bisa sayang sama kamu. Mamah juga percaya Elvegara adalah sosok yang tepat buat kamu, sosok yang bisa kamu andalkan dalam situasi apapun, sosok yang dengan sabarnya menerima semua keluh kesah kamu." Tessa tersenyum tipis, mengusap air mata Jihan pelan.

"Patuh kepada Elvegara yah, sayang. Belajar untuk cinta sama dia. Mamah selalu mendoakan yang terbaik buat kalian berdua. Mamah bahagia jika kalian juga bahagia" Berakhir Tessa mengecup puncak kepala Jihan dengan lembut.

Air mata Jihan kembali menetes kali ini isakan terdengar didalam kamar rias tersebut. Tessa tertawa ringan, mengusap bahu anaknya yang bergetar.

"Udah, sayang. Nanti make up nya luntur jadi gak cantik dong" Tessa menepuk bahu anaknya. Seberusaha mungkin Jihan menahan tangisannya.

"Tapi Jihan tetap jadi anak mamah kan?" Pertanyaan konyol terbit dibibir Jihan menambah tawa perempuan berusia 38 tahun tersebut.

"Mau sampai kapanpun, udah jelas sayang. Kamu tetap anak mamah satu satunya" Tessa mencubit pelan hidung anaknya, takut make up cantik anaknya luntur.

"Bakal kangen sama mamah dan papah nanti..." Jihan menekuk bibirnya kebawah.

"Nanti kan Cece bisa ke rumah, emang Cece gak mau kerumah nanti? Sekali kali kek?" Tessa tersenyum lembut.

Living with Him?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang